Mozaik Peradaban Islam

Noor Inayat Khan: Muslimah yang Menjadi Elit Mata-Mata Inggris di Perang Dunia II (1)

in Tokoh

Last updated on October 29th, 2018 03:09 am

Noor Inayat Khan adalah seorang muslimah keturunan India. Dia merupakan cicit dari Sultan Tipu  penguasa Muslim Mysore India abad ke-18. Ayahnya adalah musisi dan juga pendiri perkumpulan sufi di London. Pengaruh ayahnya sangat besar pada diri Noor Inayat. Sehingga dia memiliki keteguhan yang luar biasa, tapi secara bersamaan berjiwa halus, toleran dan sangat anti pada kekerasan.”

—Ο—

 

Noor Inayat Khan. Sumber gambar: pinterest.com

 

Noor Inayat Khan lahir pada 1 Januari 1914 di Moskow. Dia anak tertua dari empat bersaudara. Ibunya bernama Amina Begum adalah orang Amerika. Sedang ayahnya Hazrat Inayat Khan, dikenal sebagai musisi dan juga guru sufi. Dia adalah keturunan langsung Sultan Tipu, penguasa Muslim Mysore India abad ke-18. Sultan Tipu dikenal memiliki prinsip yang tegas. Dia menolak untuk tunduk pada pemerintahan Inggris dan terbunuh dalam pertempuran pada tahun 1799.[1]

Ketika pecah Perang Dunia I, keluarganya memutuskan pindah ke London, Inggris. Di sana, Hazrat Inayat Khan mendirikan sebuah perkumpulan sufi yang dikenal dengan nama Mystical Sufi Order. Sebagaimana umumnya perkumpulan sufi, mereka selalu menonjolkan gagasan tentang cinta, harmoni dan indahan, daripada perang, kekerasan dan intoleransi.  Salah satu caranya, Hazrat Inayat Khan menggunakan musik sebagai media untuk menyampaikan pesan cinta dan keindahan pada dunia. Selain itu dia juga sempat melahirkan sejumlah karya tulis yang menjelaskan argumentasinya tentang musik sebagai harmoni alam semesta, beberapa di antaranya berjudul Music of Life dan The Mysticism of Sound and Music. Hingga saat ini, orde sufi yang dibuatnya masih terus berkembang, dan bisa ditemukan di sejumlah Negara seperti Belanda, Prancis, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Rusia dan Australia.[2]

 

Foto keluarga Hazrat Inayat Khan. Paling kiri adalah Noor Inayat Khan, yang berpakaian jas hitam di belakang sebelah kiri adalah Maheboob Khan, sebelah kanan bernama Mosharaff Moulamia. Hazrat Inayat Khan (tengah) sedang merangkul kedua adik Noor Inayat, Clarie dan Hidayat. Sedang paling kanan adalah adik Noor Inayat bernama Vilayat berdiri di sebelah ibunya. Sumber gambar: feminisminindia.com

 

Ketika Noor Inayat berusia 6 tahun, keluarganya kembali memutuskan pindah ke Perancis. Mereka tinggal di rumah yang cukup luas di pinggir kota Paris. Rumah ini dijadikan Hazrat Inayat Khan sebagai tempat pengajian, dan dikenal dengan nama Fazal Manzil (House of Blessing). Rumah ini digambarkan sebagai rumah yang penuh cinta dan kasih sayang. Di tempat ini para sufi datang sepanjang tahun. Mereka mengaji, mempelajari musik dan bermeditasi. Dan disinilah Noor Inayat menghabiskan masa kecilnya.[3]

 

Noor Inayat Khan bersama tiga adiknya, berturut-turut dari kiri; Noor Inayat, Hidayat, Vilayat, dan Claire. Sumber gambar:  Twitter @sHeIkHiT

Shrabani Basu, yang pernah menghabiskan 8 tahun meneliti sosok Noor Inayat Khan, mengatakan bahwa pengaruh ayahnya diduga sangat kuat dalam membentuk karakter Noor Inayat. Sehingga dia memiliki prinsip-prinsip yang sangat kuat di satu sisi, tapi di sisi lain dia begitu lembut, dan percaya pada toleransi beragama serta sangat anti pada kekerasan.[4]

 

Noor Inayat Khan dalam pakaian khas India. Sumber gambar: feminisminindia.com

 

Pada tahun 1927, atau ketika Noor Inayat masih berusia 12 tahun, ayahnya berpamitan untuk ke India, karena sudah sangat lama dia tidak menengok kampung halamannya itu. Tapi bulan demi bulan pun berlalu, sedang ayahnya tak kunjung kembali. Hingg akhirnya, mereka menerima kabar bahwa Hazrat Inayat Khan sudah wafat di India. Berita ini begitu mengguncang keluarga tersebut. Ibunya demikian tertekan. Sehingga Noor Inayat harus mengambil alih tanggungjawab untuk membesarkan ketiga adiknya.[5]

Berdasarkan data dari arsip nasional Inggris, Noor Inayat adalah wanita yang memiliki sensitifitas kemanusiaan dan kepekaan yang tinggi.[6] Mungkin ini juga yang mendorongnya untuk mulai menulis puisi dan cerita-cerita pendek.  Di antara beratnya beban hidup yang kini ditanggungnya, kebiasaanya menulis merupakan hiburan tersendiri baginya. Karena dengan begitu, dia bisa mencurahkan pikiran dan perasaannya secara positif.

Noor Inayat sempat merampungkan pendidikan di Universitas Sorbonne pada jurusan Psikologi anak, dan juga bergabung dengan École Normale untuk belajar musik. Kemudian dia mulai menulis cerita anak-anak yang diterbitkan secara mingguan di Le Figaro. Kompilasi tulisannya tersebut kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku pada tahun 1939 di Inggris, dengan judul “The Twenty Jataka Tales”. Karya tersebut hingga sekarang masih dinikmati oleh masyarakat di dunia.[7]

Tapi pada tahun 1940, atau hanya setahun setelahnya, ketika Perang Dunia II pecah di Perancis, Noor Inayat memutuskan meninggalkan profesinya dan menjadi perawat di Palang Merah Perancis. Dan ketika aroma kekalahan Perancis sudah mulai tercium di tahun 1940, dia melarikan diri dengan kapal ke Inggris bersama ibu dan saudara perempuannya. (AL)

Bersambung…

Noor Inayat Khan: Muslimah yang Menjadi Elit Mata-Mata Inggris di Perang Dunia II (2)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Noor Inayat Khan: The Indian princess who spied for Britain, https://www.bbc.com/news/uk-20240693, diakses 20 Oktober 2018

[2] Lihat, Noor Inayat Khan: ‘Spy Princess’ Of World War II,  https://feminisminindia.com/2018/01/15/noor-inayat-khan-spy-princess/, diakses 23 Oktober 2018

[3] Lihat, Noor-Un-Nisa, http://www.pirzia.org/noor-un-nisa/, diakses 23 Oktober 2018

[4] Ibid

[5] Lihat, Noor-Un-Nisa, http://www.pirzia.org/noor-un-nisa/, Op Cit

[6] Lihat, Noor Inayat Khan: The Indian princess who spied for Britain, https://www.bbc.com/news/uk-20240693, Op Cit

[7] The Twenty Jataka Tales merupakan Dua Puluh Kisah yang diambil dari legenda terkenal tentang kehidupan Buddha. Buku ini berisi tentang kisah-kisah teladan dan mulia. Banyak pelajaran yang bersifat agung dan menggugah spiritualis yang bisa diambil di dalamnya. Istimewanya, kisah-kisah tersebut disajikan dengan narasi yang sederhana, namun tetap mampu mempertahankan keindahan magis dan abadi dari tempat asal kisah itu dibuat. Kisah-kisahnya sangat ideal untuk dibaca oleh anak-anak, karena memikat imajinasi namun tetap penuh hikmah. Kisah-kisah pertualangan dan dramatis yang tersaji di dalamnya berujung pada penyelesaian yang penuh welas asih dan tanpa kekerasan. Tantangan yang dihadapi oleh para tokoh di dalamnya, melahirkan keberanian dan menuntut kapasitas untuk mencintai, sehingga membuka jalan untuk lahirnya solusi yang sebelumnya tampak mustahil. Tak lupa buku ini juga dilengkapi dengna ilustrasi gambar yang memikat dan indah. Lihat, Resensi buku “The Twenty Jataka Tales https://www.thriftbooks.com/w/twenty-jataka-tales_noor-inayat-khan/473147/#isbn=0892813237&idiq=10434192, diakses 23 Oktober 2018

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*