“Kita mungkin banyak mendengar kisah hamba-hamba Allah yang menyerahkan sebagian hartanya di jalan Allah. Ada di antara mereka yang bahkan menyumbangkan separuh dari kekayaannya di jalan Allah. Tapi bagaimana bila mereka menyerahkan seluruh yang dimilikinya, singgagasanya dan kekuasaannya? Mereka yang membeli kezuhudan, dan kefakiran dunia, lalu melakoni hidup prihatin, bergelimang ilmu dan kebijaksanaan, dan menggadaikan segenap ke”aku’annya demi meraih keridhaan Allah SWT?”
—Ο—
Perniagaan dengan Allah adalah satu tema yang cukup banyak disebutkan dalam Al Quran dan menjadi topik bahasan yang cukup luas di kalangan ulama. Berikut ini beberapa di antara ayat Al Quran yang menyebutkan tentang perniagaan dengan Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. ash-Shaff: 10-12).
Selanjutnya dalam Al Quran Surat At Taubah Ayat 111, Allah SWT berfirman:
نَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya, Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga (sebagai balasan) untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 111)
Serta ada pula ayat yang menjelaskan secara teknis beberapa bentuk perniagaan dengan Allah. Dalam Al Quran Surat Fathir: 29-30 Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Q.S. Fathir: 29 – 30)
Terkait dengan kajian mendalam menyangkut perniagaan dengan Allah SWT sudah banyak di bahas para ulama. Dalam artikel kecil ini, kita akan berusaha menumpulkan nama-nama mereka yang sudah mengadaikan harta dan diri mereka seluruhnya demi mendapat keridhaan Allah SWT.
Dari banyak sumber, kita mungkin banyak mendengar kisah hamba-hamba Allah yang menyerahkan sebagian hartanya di jalan Allah. Ada di antara mereka yang bahkan menyumbangkan separuh dari kekayaannya di jalan Allah. Tapi bagaimana bila mereka menyerahkan seluruh yang dimilikinya, singgagasanya dan kekuasaannya? Mereka yang membeli kezuhudan, dan kefakiran dunia, lalu melakoni hidup prihatin, bergelimang ilmu dan kebijaksanaan, dan menggadaikan segenap ke”aku’annya demi meraih keridhaan Allah SWT?
Dalam sejarah umat manusia, orang-orang luar biasa ini bisa jadi banyak jumlahnya. Tapi sebabkan oleh kelemahan dan kefakiran pengetahuan kami, kita hanya akan menyajikan segelintir di antara mereka. Semoga dari kisah-kisah mereka kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran. Berikut ini beberapa orang-orang yang membuang singgasananya demi menjadi hamba Allah:
Yahya bin Yughan al-Sanhaji
Kisah Yahya bin Yughan al-Sanhaji, sebenarnya pernah diulas oleh Musa Kazhim pada artikel di ganaislamika.com[1] beberapa bulan yang lalu dalam judul “Perjumpaan dengan Sang Arif; Hagiografi dan Pemikiran Ibn Arabi”. Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa Yahya adalah paman Ibn Arabi dari garis ibu. Kisah hidupnya mungkin membawa kesan paling mendalam di diri Ibn Arabi dan menginsiprasi Ibn Arabi dalam perjalanan spiritualnya.
Yahya adalah pangeran Berber yang mendadak sontak melepas tahta dan menginfakkan seluruh hartanya untuk mengabdikan jiwa dan raganya pada Allah. Ibn Arabi menempatkannya sebagai salah satu contoh orang zuhud, yaitu orang yang secara suka rela meninggalkan kenikmatan dunia rendah dan mengutamakan Allah di atas seluruh makhluk-Nya. Dalam karya utamanya, al-Futûhât al-Makkiyyah, Ibn Arabi menuturkan rincian kisah pertobatan penguasa Tlemcen ini.
Begini kisahnya:
Abu Abdullah Al-Tunisi adalah seorang ahli fiqih, agamawan dan abid asal Tunisia. Saat itu dia baru saja pindah ke Desa Al-Ubbad yang tak jauh dari Tlemcen. Hidupnya dia habiskan dalam ibadah di masjid dan mengabdikan diri di jalan Allah. Hingga kini kuburan Abu Abdullah Al-Tunisi menjadi tempat ziarah masyarakat Tlemcen.
Suatu hari, abid ini berjalan di pusat kota Tlemcen, sedang pamanku Yahya bin Yughan, pembesar Tlemcen, menunggang kuda di tengah rombongan pengawal dan pasukan. Saat berpapasan, seseorang berbisik kepadanya, ‘Itulah Abu Abdullah Al-Tunisi, orang suci di zaman kita!’ Yahya bergegas mengekang tali kudanya dan berhenti. Setelah berbalas salam, pangeran yang mengenakan pakaian kebesaran itu bertanya, ‘Hai Syaikh, bolehkah aku shalat dengan pakaian ini?’ Syaikh pun tertawa keras. ‘Apa yang kau tertawakan?’ tanya.
Syaikh itu menjawab, ‘Betapa dangkal pemahamanmu dan bodohnya dirimu! Dalam keadaanmu yang seperti ini (kau bertanya tentang kesucian bajumu)?! Kau lebih mirip dengan anjing yang berlumuran darah bangkai lalu mengangkat kakinya saat kencing agar tidak mengotori tubuhnya. Kau adalah mangkok yang penuh kotoran. Kau bertanya padaku tentang (kesucian) bajumu sementara kau bertanggungjawab atas setiap derita rakyat yang berada di bawah kekuasaanmu?!’ Raja itu langsung menangis dan melompat turun dari kudanya. Di hadapan semua yang hadir di sana, dia menyatakan mundur dari kerajaannya.
Dia kemudian mengabdi pada sang syaikh. Tiga hari setelah itu, sang syaikh membawa tali dan berkata padanya, ‘Raja, tiga hari masa keramahan yang dianjurkan (oleh Nabi Muhammad bagi tiap tamu) telah berlalu. Sekarang pergi dan kumpulkan kayu untuk dijual.’ Maka raja itu pun mulai mencari kayu, memikulnya dan menjualnya di pasar. Rakyat yang menyaksikannya memikul tumpukan kayu segera terharu dan serentak menangis. Setelah menjual kayunya dan mengambil sebagian penghasilannya untuk dimakan, dia menyedekahkan semua sisanya. Yahya melakukan semua itu di bekas kerajaannya sampai dia mati dikubur di sebelah sang Syaikh. Syaikh Abu Abdullah sering menyatakan ke orang-orang yang meminta doanya, ‘Pergilah ke Yahya bin Yughan; dia adalah raja yang melepas kerajaannya demi Allah. Jika Allah mengujiku sepertinya, mungkin aku takkan sanggup meninggalkan kerajaanku!’ (AL)
Bersambung…
Catatan kaki:
[1] Lihat, Musa Kazhim, “Perjumpaan dengan Sang Arif; Hagiografi dan Pemikiran Ibn Arabi”, https://ganaislamika.com/perjumpaan-dengan-sang-arif-hagiografi-dan-pemikiran-ibn-arabi-1/