“Sejak Kesultanan Mughal didirikan, wilayah cikal bakal Pakistan modern juga turut menjadi bagian kesultanan yang bercorak Islam ini. Pengaruh kesultanan yang didirikan 1526 ini bagi Pakistan tampak pada banyaknya umat Islam di Pakistan sampai hari ini, sedangkan artefak yang ditinggalkannya – salah satunya – berupa bangunan yakni Masjid Badshahi di Lahore.”
–O–
Babakan sejarah Pakistan berikutnya di bawah pemerintahan Kesultanan Mughal (nama lain Mongol dalam versi Indo-Aryan). Eksistensi kesutanan yang didirikan oleh Zahiruddin Barbur (1482-1530), pemimpin Mongol pada 1526, setelah mengalahkan Ibrahim Lodi, Sultan Delhi terakhir dalam Pertempuran Panipat I ini, tiga abad lebih: 1526-1540 dan 1555-1857. Selain itu, para sultannya diklaim sebagai keturunan Timur Lenk dan Jengis Khan dari Mongol, melalui putranya Chagatai Khan.[1]
Ekspansi awal Sultan Babur dalam rangka memperluas wilayah kekuasaan kesultanan ini dimulai dari wilayah Samarkand di Asia Tengah. Sesudah itu, ekpansi dilanjutkan ke wilayah India. Pada 1525, Sultan Babur berhasil menguasai Punjab yang beribu kota Lahore. Kelak, wilayah ini menjadi bagian dari Pakistan modern. Selanjutnya, Sultan Babur memimpin pasukan militernya menuju Delhi dan melakukan Pertempuran Panipat melawan Ibrahim Lodi pada 21 April 1526 dan memenangkannya.[2]
Singkat cerita, maka Sultan Zahiruddin Barbur memasuki Delhi, India, dan menegakkan Kesultanan Mughal di sini.
Wilayah kekuasaan Kesultanan Mughal meliputi wilayah modern Afganistan, Pakistan, India, dan Bangladesh. Lahore, sebuah kota penting di era Pakistan modern, pernah menjadi ibu kota kesultanan ini pada 1585-1598. Di luar kurun itu, Kesultanan Mughal beribu kota di beberapa daerah yang kini termasuk ke dalam wilayah India modern seperti Agra, Fatehpur Sikri, dan Shahjahanabad (Delhi). Islam bukan hanya menjadi agama Barbur, tetapi juga agama mayoritas penduduk kesultanan ini.[3]
Bahasa yang digunakan pada masa kesultanan ini – termasuk di Pakistan – diantaranya bahasa Persia (dalam pengadilan dan bahasa resmi kesultanan), bahasa Turki Chagatai, dan – pada periode akhir kesultanan ini – bahasa Urdu. Pada abad ke-18, kekuasaan kesultanan ini tampak meredup sampai akhirnya runtuh pada abad ke-19 seiring dilengserkannya sultan terakhir pada 1857 dan berdirinya Imperium Inggris.
Secara kronologis, para pemimpin Kesultanan Mughal tersebut adalah Babur, Humayun, Akbar the Great, Jahangir, Shah Jahan, Aurangzeb, Bahadur Shah I, Jahandar Shah, Farruksiyar, Rafi ud-Darajat, Shah Jahan II, Muhammad Shah, Ahmad Shah Bahadur, Alamgir II, Shah Alam III, Akbar Shah II, dan Bahadur Shah Zafar.[4] Hampir 200 tahun sampai 1856 (keruntuhannya), para sultan ini berkediaman utama di Benteng Merah (Red Fort), Delhi, pasca ibu kota kesultanan dipindahkan dari Agra.[5]
Sebagian besar wilayah kesultanan ini ditaklukkan oleh Sher Shah pada masa Humayun. Namun, di bawah kepemimpinan Akbar the Great, kesultanan ini tumbuh pesat dan terus berkembang sampai akhir pemerintahan Aurangzeb. Jahangir, putra Akbar the Great, memerintah kesultanan ini pada kurun 1605-1627. Pada Oktober 1627, Shah Jahan, putra Jahangir, mewariskan tahta dan kesultanan yang luas dan kaya di India.
Pada abad ke-17, tampaknya Kesultanan Mughal menjadi kerajaan terbesar di dunia. Selain itu, terjadi proses pembangunan yang monumental dalam sejarah, sebab pada waktu itu, Sultan Mughal Shah Jahan memerintahkan pembangunan Taj Mahal, sebuah monumen untuk Arjumand Banu Begum alias Mumtaz Mahal, istri Shah Jahan asal Persia. Pembangunan Taj Mahal berlangsung pada 1630-1653 di Agra, India. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Taj Mahal adalah adi karya dari arsitektur Mughal.[6]
Pembangunan Taj Mahal disebabkan dua hal. Kesatu, Sultan Shah Jahan memiliki kekayaan yang besar dalam masa kepemimpinannya. Kedua, pada 1631, istri ketiganya yaitu Mumtaz Mahal sekaligus istri yang paling dicintainya meninggal dunia sewaktu melahirkan Gauhara Begum, anak mereka yang ke-14. Dengan kata lain, Taj Mahal bukan hanya untuk mengenang kematian Mumtaz Mahal, melainkan juga melambangkan besarnya cinta Shah Jahan kepada Mumtaz Mahal.[7]
Akhirnya, sesudah kematian Aurangzeb pada 1707, Kesultanan Mughal mulai mengalami kemunduran meski dapat mempertahankan keberadaannya selama 150 tahun. Pada 1739, Kesultanan Mughal dikalahkan pasukan dari Persia yang dipimpin Nadir Shah. Pada 1756, pasukan Ahmad Shah merampok Delhi kembali. Puncaknya pada 1857, Imperium Inggris membubarkannya sekaligus mengukuhkan posisinya sebagai penjajah bagi kawasan Asia Selatan sampai pertengahan abad ke-20.[8]
Islam
Kesultanan Mughal bercorak agama Islam. Tidak hanya sultannya, tetapi juga mayoritas penduduknya menganut Islam termasuk penduduk yang mendiami wilayah yang dikuasainya yang kelak menjadi wilayah Pakistan modern. Apabila ditilik dari sejarahnya, maka pengislaman penduduk di wilayah yang dikuasainya itu bukan hanya karena usaha mereka, melainkan juga berkat pengaruh kekuasaan Islam sebelumnya, antara lain Kekhalifahan Umayyah.
Salah satu artefak sejarah berupa bangunan yang dibuat pada masa kekuasaan Kesultanan Mughal di Pakistan adalah Masjid Badshahi. Masjid ini dibangun di Lahore, Pakistan, sejak 1671 dan selesai 1673 atas perintah sultan ke-6 Mughal yaitu Aurangzeb. Belakangan, masjid ini menjadi ikon dan tujuan utama wisata sejarah di kota Lahore. Dengan daya tampung 5 ribu jemaah di ruang utama dan 95 ribu jemaah di halaman tengah dan portiko, maka Masjid Badshahi menjadi masjid terbesar di dunia selama 313 tahun dari 1673 sampai 1986. (MDK)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] John F. Richards. 1995. The Mughal Empire. Cambridge: Cambridge University Press.
[2] Badri Yatim. 2003. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
[3] Op.Cit., John F. Richards…
[4] Ibid.
[5] Lihat “11 Bangunan Peninggalan Dinasti Mughal yang Wajib Dikunjungi di India” dalam https://www.idntimes.com/travel/destination/hendria-1/11-bangunan-peninggalan-dinasti-mughal-yang-wajib-dikunjungi-di-india-c1c2. Diakses di Cianjur, 22 November 2018.
[6] Lesley A. Dutemple. 2003. “The Taj Mahal”. Lerner Publications Co. Hlm 32; Lihat pula http://www.tajmahalindia.net/history-of-taj-mahal-html. Diakses di Cianjur, 22 November 2018.
[7] Ibid.
[8] Loc.Cit., John F. Richards…