Pasukan Salib Merebut Yerusalem (11)

in Sejarah

Last updated on February 12th, 2019 01:43 pm

Di awal tahun 1097, seluruh pimpinan kontingen Pasukan Salib bersumpak setia pada Alexius asalkan kaisar Bizantium tersebut bersedia untuk memimpin mereka mengalahkan Pasukan Saljuk di wilayah Asia kecil, yang tidak lain adalah bekas wilayah kekuasaan Bizantium. Merekapun berjanji, bila berhasil, mereka akan mengembalikan seluruh wilayah Bizantium yang dikuasai kaum Muslimin kepada Alexius.

 

Sebagaimana sudah kita urai dalam edisi sebelum-sebelumnya, dimana kerajaan-kerajaan di Eropa terpecah belah cukup lama setelah jatuhnya kekaisaran Carolingian. Perpecahan ini kian dipertajam oleh pecahnya otoritas gereja Kristen pada tahun 1054 M, yaitu Gereja Katolik Roma (Roman Catholic) yang berkuasa di barat, dan Romawi Ortodok (The Eastern Orthodox Faith) yang berkuasa di Timur dengan pusat kekuasaan di Bizantium.[1] Selama kurun waktu tersebut, kerajaan-kerajaan ini saling tertempur satu sama lain. Dan ketika Paus Urban II menyerukan masyarakat Eropa untuk merebut Yerusalem, secara otomatis mereka harus kembali merajut persatuan dan terpaksa harus merelakan dendam masa lalu.

Hanya saja, bukan hal mudah untuk merobohkan dinding permusuhan di antara mereka dalam waktu singkat. Bagaimanapun, masing-masing dari mereka masih menyimpan kecurigaan dan kewaspadaan antara satu dengan yang lain. Khususnya Kaisar Alexius, ketika tempatnya menjadi titik kumpul yang disepakati oleh semua kontingen pasukan Salib dari seluruh penjuru Eropa. Tiba-tiba saja, pusat kekuasaannya kebanjiran puluhan ribu tentara, yang beberapa dekade sebelumnya, tidak lain adalah musuh-musuhnya. Menurut Philip K. Hitti, jumlah pasukan Eropa yang hadir di Konstantinopel pada musim panas tahun 1097, tak kurang dari 150.000 personil. Fenomena ini tidak hanya mencemaskan bagi Kaisar, tapi juga bagi penduduk Konstantinopel.[2]

Meskipun para pemimpin kontingan pasukan Salib sudah sepakat untuk menawarkan kepada Kaisar Alexius kedudukan sebagai pemimpin tertinggi mereka dalam misi ini. Akan tetapi, Alexius tetap waspada dengan tawaran mereka. Karena bagaimanapun, bukan hal mudah mengatur barisan dari tentara gabungan beberapa kerajaan. Di tambah lagi, sebagian dari mereka pernah menjadi musuhnya dan motif mereka mengikuti misi ini berbeda satu sama lain.[3]

 

Gambar ilustrasi ketika Kaisar Alexius menyambut kedatangan kontingen Pasukan Salib I di Konstantinopel. Sumber gambar: medievalists.net

 

Merujuk pada hal tersebut, maka Kaisar Alexius pun mengajukan syarat yang cukup egois. Dimana dia hanya akan memimpin pasukan sebatas merebut wilayah Bizantium yang pernah direbut oleh Suljuk beberapa dekade sebelumnya. Dan bila sudah direbut, setiap pemimpin harus bersedia menyerahkan kembali wilayah tersebut ke dalam pangkuan Bizantium. Mendengar syarat ini, tidak semua mereka menyepakati secara suka rela. Tapi apa mau dikata, untuk sampai ke Yerusalem, nyaris tidak mungkin tanpa menaklukan terlebih dahulu wilayah Saljuk. Dan untuk mengalahkan pasukan Saljuk yang sedang di puncak performanya, persatuan adalah syarat mutlak yang harus mereka miliki.[4]

Menariknya, di antara keempat pemimpin kontingen pasukan tersebut, justru Bohemond – yang notabene merupakan musuh Alexius – yang secara suka rela mengambil sumpah setia pada Alexius. Sedang yang lain, terpaksa ikut mengambil sumpah karena tidak melihat adanya jalan lain yang bisa diambil. Bahkan Raymond – yang memang sejak awal menginginkan posisi tersebut – hanya bersumpah sebatas akan menghormati properti dan pribadi kaisar. Meski begitu, sejarah kemudian mencatat, bahwa Raymond dan Alexius menjadi teman baik. Dan Raymond lah – yang pada masa-masa perang Salib selanjutnya – yang paling setia dalam membela hak-hak Kaisar Alexius.[5]

Maka demikianlah, seluruh pimpinan kontingen Pasukan Salib bersumpah setiap pada Alexius dan berjanji akan mengembalikan seluruh wilayah Bizantium yang dikuasai kaum Muslimin. Untuk itu, Alexius akhirnya bersedia untuk memimpin mereka mengalahkan Saljuk di wilayah Asia Kecil, atau bekas wilayah kekuasaannya. Selebihnya, perjanjiannya dengan kontingen Pasukan Salib, secara otimatis berakhir.

Pada Mei 1097, pasukan raksasa ini bergerak menyeberangi selat Bosphorus dan langsung menantang kekuatan Dinasti Saljuk. Tak butuh waktu lama, pada bulan Juni 1097, pusat kekuasaan Saljuk di Nicea (sekarang Privinsi Iznik, Turki) sudah berhasil ditundukkan dan diambil alih oleh mereka. Hanya beberapa hari saja menikmati kemenangan pertamanya, setelah itu, pasukan ini langsung melanjutkan perjalanannya dan mulai merebut seluruh wilayah di Asia kecil.[6]

 

Jalur ekspedisi militer Pasukan Salib I ke Yerusalem. Sumber gambar: elearning.easygenerator.com

 

Sebenarnya, setelah jatuhnya Nicea dan sejumlah kawasan di Asia Kecil, pasukan Saljuk segera menyadari ancaman besar di hadapannya. Mereka pun tidak berniat untuk melakukan serangan balik, selain menyiapkan pertahanan di kota lain yang dimilikinya. Dan Pasukan Salib pun sebenarnya tidak perlu terlalu repot menyerang semua wilayah kekuasaan Saljuk, bila memang mereka hanya ingin menuju ke Yerusalem. Hanya saja, sebagaimana sudah diulas sebelumnya, tidak semua kontingen tentara Salib ini memiliki motif yang sama. Sebagian mereka justru banyak yang menginginkan wilayah kekuasaan baru, ataupun harta kekayaan.

Maka ketika mereka tiba di satu tempat bernama Antiokha (sekarang Provinsi Antakya, Turki), mereka langsung berencana untuk menaklukkan kota tersebut dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan logistik pasukannya. Sebagai catatan, ketika sampai ke Antiokha, jumlah pasukan awal yang mereka miliki sudah menyusut hingga menyisakan setengahnya. Selama diperjalanan, sebagian besar dari mereka ada yang tewas dalam pertempuran, terserang menyakit, dan lain sebagianya.[7] (AL)

Bersambung…

Pasukan Salib Merebut Yerusalem (12)

Sebelumnya:

Pasukan Salib Merebut Yerusalem (10)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Eamonn Gearon, Turning Points in Middle Eastern History; Course Guidebook, United States of America, The Teaching Company, 2016, Hal. 111

[2] Lihat, Philips K. Hitti, “History of The Arabs; From The Earliest Time To The Present”, London, Macmillan, 1970, Hal. 636

[3] Lihat, Lihat, Eamonn Gearon, Op Cit, hal. 114

[4] Lihat, Preparations for the Crusade,

https://www.britannica.com/event/Crusades/Preparations-for-the-Crusade, diakses 15 Januari 2019

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Lihat, The First Crusade: The Siege of Antioch and Fall of Jerusalem, https://www.thegreatcoursesdaily.com/siege-of-antioch-and-fall-of-jerusalem/, diakses 17 Januari 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*