Tapi bukankah kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkian keserakahan ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat dari comberan hatimu?
KH Mustofa Bisri, atau yang akrab disapa Gus Mus, selain dikenal sebagai ulama dan juga tokoh bangsa, juga dikenal suka membuat puisi-puisi yang bertema religi.
Namun sebenarnya bukan hanya soal religi saja yang beliau tulis, dilansir dari Historia, D. Zawawi Imron, seorang penyair asal Madura sahabat Gus Mus, mengatakan bahwa dalam pemerintahan Orde Baru yang otoriter, Gus Mus banyak menyuarakan suara orang-orang yang terpuruk. Penderitaan umat atau rakyat telah menjadi jiwa puisi-puisinya.
“Dan ini saya lihat tidak sekadar dalam puisi saja. Pada kenyataan sehari-hari, Gus Mus sangat akrab dengan orang kecil,” kata Zawawi.
Salah satu puisi Gus Mus yang sangat terkenal adalah puisi berjudul “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana,” ditulis oleh Gus Mus tahun 1987. Puisi yang pada masanya cukup akan membuat telinga penguasa menjadi merah.
Pada momen bulan Ramadan ini, ada salah satu puisi lama Gus Mus yang cocok untuk dijadikan bahan perenungan untuk kita semua, judulnya adalah “Nasihat Ramadan Buat A. Mustofa Bisri”. Puisi yang tak lekang waktu, dan suka beliau bacakan ketika menghadapi bulan Ramadan. Berikut ini adalah isi lengkapnya:
NASIHAT RAMADAN BUAT A. MUSTOFA BISRI
Mustofa,
Jujurlah pada dirimu sendiri mengapa kau selalu mengatakan
Ramadlan bulan ampunan apakah hanya menirukan Nabi
atau dosa-dosamu dan harapanmu yang berlebihanlah yang
menggerakkan lidahmu begitu.
Mustofa,
Ramadlah adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanya
untukNya dan Ia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanNya
kepadamu. Semua yang khusus untukNya khusus untukmu.
Mustofa,
Ramadlan adalah bulanNya yang Ia serahkan padamu dan bulanmu
serahkanlah semata-mata padaNya. Bersucilah untukNya. Bersalatlah
untukNya. Berpuasalah untukNya. Berjuanglah melawan dirimu sendiri untukNya.
Sucikan kelaminmu. Berpuasalah.
Sucikan tanganmu. Berpuasalah.
Sucikan mulutmu. Berpuasalah.
Sucikan hidungmu. Berpuasalah.
Sucikan wajahmu. Berpuasalah.
Sucikan matamu. Berpuasalah.
Sucikan telingamu. Berpuasalah.
Sucikan rambutmu. Berpuasalah.
Sucikan kepalamu. Berpuasalah.
Sucikan kakimu. Berpuasalah.
Sucikan tubuhmu. Berpuasalah.
Sucikan hatimu.
Sucikan pikiranmu.
Berpuasalah.
Sucikan dirimu.
Mustofa,
Bukan perut yang lapar bukan tenggorokan yang kering yang
mengingatkan kedlaifan dan melembutkan rasa.
Perut yang kosong dan tenggorokan yang kering ternyata hanya penunggu
atau perebut kesempatan yang tak sabar atau terpaksa.
Barangkali lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan kelamin, lebih tahan
sedikit berpuasa tapi hanya kau yang tahu
hasrat dikekang untuk apa dan siapa.
Puasakan kelaminmu untuk memuasi Ridla
Puasakan tanganmu untuk menerima Kurnia
Puasakan mulutmu untuk merasai Firman
Puasakan hidungmu untuk menghirup Wangi
Puasakan wajahmu untuk menghadap Keelokan
Puasakan matamu untuk menatap Cahaya
Puasakan telingamu untuk menangkap Merdu
Puasakan rambutmu untuk menyerap Belai
Puasakan kepalamu untuk menekan Sujud
Puasakan kakimu untuk menapak Sirath
Puasakan tubuhmu untuk meresapi Rahmat
Puasakan hatimu untuk menikmati Hakikat
Puasakan pikiranmu untuk menyakini Kebenaran
Puasakan dirimu untuk menghayati Hidup.
Tidak.
Puasakan hasratmu
hanya untukHadliratNya!
Mustofa,
Ramadlan bulan suci katamu, kau menirukan ucapan Nabi atau kau telah
merasakan sendiri kesuciannya melalui kesucianmu.
Tapi bukankah kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkian
keserakahan ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat dari
comberan hatimu?
Mustofa,
inilah bulan baik saat baik untuk kerja bakti membersihkan hati.
Mustofa,
Inilah bulan baik saat baik untuk merobohkan berhala dirimu
yang secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi
kau puja selama ini.
Atau akan kau lewatkan lagi kesempatan ini
seperti Ramadlan-ramadlan yang lalu.
KH Mustofa Bisri – 1992
Cuplikan video ketika Gus Mus membacakannya dapat dilihat di bawah ini. (PH)