Mozaik Peradaban Islam

Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW (3): Bahasa Arab sebagai Lingua Franca

in Sejarah

Last updated on January 19th, 2020 01:17 pm

Ada beberapa pendapat tentang sejak kapan bahasa Arab digunakan? Yaitu, (1) semasa Nabi Ismail, karena dia orang pertama yang fasih menggunakannya, (2) pada masa Sem, putra Nabi Nuh, dan (3) sejak Nabi Adam masih hidup di Surga.

Foto ilustrasi: chabad.org

Sejak dahulu, suku-suku nomaden yang mendiami Semenanjung Arabia telah menggunakan bahasa Arab sebagai sebagai alat komunikasi. Namun, kapan persisnya bahasa Arab mulai berkembang di Timur Tengah masih menjadi perdebatan. Sebagian menganggap bahasa Arab berasal dari bahasa Semit (Sem atau Syam, putra Nuh AS), nenek moyang Ibrahim dan Ismail.[1]

Lebih jauh dari itu, ada juga yang meyakini bahwa bahasa Arab telah digunakan Adam AS sejak di Surga.[2] Dengan kata lain, jika bahasa Arab telah ada sejak manusia pertama di muka bumi, maka usia bahasa ini boleh dibilang setara dengan umur alam semesta.

Kendati demikian, bahasa Arab berkembang sampai mencapai bentuknya yang sekarang ini, dapat dikaitkan dengan Ismail putra Ibrahim AS. Mengapa? Karena bapak leluhur suku Quraisy Makkah itu, dikenal sebagai orang pertama yang berbicara bahasa Arab dengan jelas (fasih).[3]  

Orang-orang Arab sebelum datangnya Islam sangat bangga dengan bahasa mereka dan dapat berbicara dengan fasih dan akurat. Bahkan menjadi kebiasaan bagi mereka mengucapkan kalimat bersajak atau syair secara spontan. Khusus bagi syair yang indah dan istimewa, ia pada umumnya digantung di Kabah.[4] Berkomunikasi melalui kalimat puitis dan sastra secara lisan adalah cara yang umum digunakan oleh orang-orang Arab pada masa itu.

Karya-karya sastra lisan itu mengangkat berbagai topik, seperti pujian dan pencemaran nama baik, legenda, elegi cinta, kisah hikmah, dan pidato. Syair-syair yang indah segera menyebar kemana-mana, persis seperti sebuah hasil kerja jurnalistik yang kemudian menyebar ke seantero negeri.[5]

Penyair yang fasih dan artikulatif dalam menyusun prosa atau puisi, umumnya memiliki kendudukan sosial khusus di tengah masyarakat Jahiliyah.[6] Karena karya sastranya mampu mempengaruhi pikiran pendengar, persis seperti kampanye di era politik modern ini.[7]  Penyair bukan hanya sebagai seniman, tapi sekaligus penghibur, jurnalis, sejarawan, dan juru bicara sukunya.

Setiap kali seorang penyair muncul dalam suku Arab tertentu, maka suku-suku lain akan datang, segera pesta disiapkan, tua dan muda akan bergabung bersama. Penyair mulai beraksi, syair-syair tentang keberanian, keramahtamahan, legenda, riwayat perang, hingga soal-soal sederhana seperti menunggang kuda meluncur dari lisannya.[8] Karya sastra akhirnya melimpah ruah dengan kosa kata dan kiasan. Bahasa Arab dengan sendirinya berkembang secara alamiah.

Quraish Shihab, dalam bukunya yang berjudul Membaca Sirah Nabi Muhammad, Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih, menyebut terdapat 25 juta kosakata bahasa Arab.[9]

Misalnya saja, dengan mengutip pengarang Kamus Al-Muhith, Muhammad Ibn Yaqub al-Fairuzabay (1339-1415 M), menurut Quraish Shihab, kata yang menunjuk “pedang” terdapat  sebanyak seribu kata, delapan puluh sinonim kata “madu”, dan 5644 kata yang menunjuk “unta” dengan berbagai keadaannya.[10]

Kosakata yang luas ini tidak hanya terbatas pada dunia puisi dan sastra, tetapi juga kehidupan praktis. Diantara ribuan kata untuk ‘unta’, misalnya, ‘Al-Jafool’ berarti unta yang takut pada apa pun; ‘Al-Harib’ adalah unta betina yang berjalan di depan yang lain dengan jarak yang sangat jauh sehingga tampaknya melarikan diri. Sementara pepatah Arab praktis seperti ‘Percaya pada Tuhan, tetapi ikat unta Anda’ adalah ekspresi keyakinan akan takdir dan tanggung jawab pribadi.  

Dengan demikian, karya sastra dengan kosa kata yang kaya menjadi tambang pengetahuan, kebijaksanaan, dan sekaligus arsip sejarah orang-orang Arab yang dipelihara secara lisan turun-temurun.[11]  Memang, harus diakui tradisi tulis-menulis belum sepenuhnya berkembang pada era itu. Untuk itulah, menghafal merupakan cara paling umum untuk melestarikan sastra lisan.[12]

Perkembangan bahasa Arab juga dipengaruhi oleh kontak dengan orang-orang yang berbeda, terutama disebabkan hubungan perdagangan. Di mana para pedagang Makkah dipastikan telah membangun saluran perdagangan yang kuat dan konstan dengan Suriah dan Najran di Yaman.

Sumber-sumber klasik juga menyebutkan telah terjadi kontak bahasa orang-orang Arab dengan non-Arab di kota-kota pelabuhan dan di sepanjang rute perdagangan sebelum kedatangan Islam.[13]

Dengan kontak bahasa dengan Non-Arab, maka bahasa Arab menjadi kaya. Akhirnya, satu akar kata bisa memunculkan beragam kata yang memiliki makna berbeda. Inilah salah satu keunikannya, karena bahasa Arab sejatinya bukan bahasa satu suku. Untuk itulah, bahasa Arab telah tumbuh menjadi lingua franca di Semenanjung Arab.[14]

Kendati banyak suku dan wilayah tersebut yang memiliki dialek bahasa mereka sendiri, tetapi mereka semua dapat memahami satu sama lain. Terutama dialek suku Quraisy pada waktu itu yang paling fasih dan terhormat.[15]

Hingga pada akhirnya, Nabi Muhammad SAW selama periode dua puluh tiga tahun (610-632), menerima wahyu dari Tuhan (Alquran) dalam bahasa Arab yang jelas (fasih).[16] Alquran diturunkan dengan keunggulan linguistik yang tidak dapat ditandingi, bahkan oleh para penuturnya yang paling fasih sekalipun sepanjang sejarah. (SN)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Lihat Abd Rauf Bin Dato’ Hassan Azhari, Sejarah dan Asal-usul Bahasa Arab : Suatu Kajian Linguistik Sejarawi, (Jurnal PertanikaUniversiti Putra Malaysia, Vol. 12 No. 2 tahun 2004), hal 136.

[2] Lihat Jawwad Ali, Sejarah Arab Sebelum Islam Buku 1: Geografi, Iklim, Karakteristik, dan Silsilah, (Pustaka Alvabet, 2018), hal 2-4.

[3] Hadist Nabi Saw: “Orang pertama yang berbicara dalam bahasa Arab yang jelas (fasih) adalah Ismail, pada usia empat belas tahun”. Lihat Ibnu Katsir, Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup para Nabi, Sejak Adam Hingga Isa AS, (Qisthi Press, 2015), hal 286.

[4] Lihat Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad, Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih, (Lentera Hati, 2018), hal 55.

[5] Ibid, hal 56.

[6] Istilah jahiliyah tidak berarti masa kebodohan atau kehidupan barbar, karena masyarakat Arab justru memiliki sastra dan kebudayaan tinggi kala itu. Masyarakat Jahiliyah yang dimaksud di sini adalah karena orang Arab belum berada dalam otoritas hukum Nabi dan Kitab Suci. Lihat Philip Khuri Hitti, History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, (Serambi, 2006), hal 108.

[7] Ibid, hal 118.

[8] Karya ‘Tujuh Mu’allaqat (Istimewa)’ masih dianggap karya terbesar di bidang puisi di dunia Arab hingga kini. Ibid, hal 116.

[9] Quraish Shihab, Op.Cit, hal 55.

[10] Ibid.

[11] Karakteristik bahasa Arab yang paling penting dan khas adalah bentuk puitisnya yang mendalam, yang dikembangkan dan diperbaiki sebelum bahasa Arab menjadi bahasa tertulis. Sharron Gu, A Cultural History of the Arabic Language, (McFarland & Company, Inc., Publishers, 2014), hal 5.

[12] Quraish Shihab, Op.Cit, hal 56.

[13] Muhammad al-Sharkawi, History and Development of the Arabic Language, (Routledge, 2017), hal 12-13.

[14] Lihat Achmad Satori Ismail, Mengenal Dialek-Dialek Bahasa Arab, (Jurnal Al-Qalam, Vol. 20, No. 98, 99 (Juli -Desember 2003), hal 41.  

[15] Bahasa Arab fusha (resmi/formal) yang dikembangkan suku Quraisy menjadi lingua franca bagi sastrawan dari seluruh kabilah Arab ketika menyusun syair ataupun kala berkhutbah. Ibid, hal 42.  

[16] QS Asy-Syu’ara’: 195: dengan bahasa Arab yang jelas.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*