Mozaik Peradaban Islam

Runtuhnya Kesultanan Granada: Sebuah Titik Balik Sejarah Islam (3)

in Sejarah

Last updated on November 25th, 2018 06:29 am

“Pada tahun 1248 semua wilayah muslim di Andalusia telah dikuasai oleh pasukan Kristen kecuali Granada, di mana Dinasti Ahmar masih mampu mempertahankannya.”

–O–

Ilustrrasi Sultan Ali Abu Hasan dari Granada. Sumber: gibraltar-intro

Sementara di pihak Kristen upaya persatuan terwujud dengan baik, di wilayah kekuasaan kekuasaan Muslim, mereka harus berhadapan dengan musuh yang tidak bisa dilawan oleh dinasti manapun, yaitu perpecahan.

Sebagaimana sudah kita ulas dalam edisi sebelumnya, Kesultanan Bani Ahmar di Granada, adalah kesultanan Islam terakhir dan satu-satunya yang berada di Andalusia dalam 250 tahun terakhir (1242-1492 M). Satu-satunya alasan mengapa kesultanan tersebut tetap bertahan, karena kekuatan Kristen pada masa itu terpecah belah dalam banyak faksi. Padahal, dalam waktu dua abad lebih tersebut, kondisi internal kesultanan Bani Ahmar juga sebenarnya sempat mengalami pasang surut.  Dari 28 kali suksesi kekuasaan, hanya 21 sosok sultan yang berkuasa, itu karena satu di antaranya pernah menjabat hingga tiga kali, dan tiga lainnya menjabat sebanyak dua kali. Hal ini mencerminkan betapa dinamika perebuan tahta berlangsung sangat keras di antara mereka.

Berikut ini urutan suksesi dan nama-nama penguasa Bani Ahmar di Granada Spanyol:[1]

  1. Muhammad I Al-Ghalib (Ibnu Al-Ahmar): (1232-1273 M)
  2. Muhammad II Al-Faqih: (1273-1302 M)
  3. Muhammad III Al-Makhlu: (1302-1309 M)
  4. Nasr: (1309-1314 M)
  5. Ismail I: (1314-1325 M)
  6. Muhammad IV: (1325-1333 M)
  7. Yusuf I: (1333-1354 M)
  8. Muhammad V Al-Ghani, kali pertama: (1354-1359 M)
  9. Ismail II: (1359-1360 M)
  10. Muhammad VI: (1360-1362 M)
  11. Muhammad V, kali kedua: (1362-1391 M)
  12. Yusuf II: (1391-1392 M)
  13. Muhammad VII Al-Musta’in: (1392-1407 M)
  14. Yusuf III: (1407-1417 M)
  15. Muhammad VIII Al-Mutamassik. Kali pertama: (1417-1427 M)
  16. Muhammad IX Al-Saghir: (1427-1429 M)
  17. Muhammad VIII, kali kedua: (1429-1432 M)
  18. Yusuf IV: (1432-1432 M)
  19. Muhammad VIII, kali ketiga: (1432-1444 M)
  20. Muhammad X Al- Ahwaf : (1444–1445 M)
  21. Sa’d Al-Musta’in : (1445–1446 M)
  22. Muhammad X, kali kedua : (1446–1453 M)
  23. Sa’d Al-Musta’in, kali kedua (1453–1461 M)
  24. Ali Abu Hasan, kali pertama (1461–1482 M)
  25. Muhammad XII, Abu Abdullah (Boabdi): (1482–1483 M)
  26. Ali, kali kedua (1483–1485 M).
  27. Muhammad Al-Zaghal: (1485–1486 M)
  28. Muhammad XII, Abu Abdullah, kali kedua: (1486–1492 M)

Penguasa Naṣrid pertama, Muḥammad I al-Ghālib (1273), membangun eksistensi kekuasaannya dari reruntuhan Dinasti Islam yang timbul tenggelam di Andalusia. Sejak berdirinya, kedudukan politik Bani Ahmar tidak pernah tenang. Di satu sisi Granada berada di semenanjung Iberia, dikelilingi oleh sejumlah faksi Kristen yang terus berperang satu sama lain. Sedang di sisi lain, ia hanyalah kekuatan kecil yang berbeda sendiri identitasnya dengan semua kerajaan di sekitarnya, sehingga sebagai salah satu mekanisme bertahan hidup, dinasti Ahmar juga harus selalu menjalin hubungan dengan negeri Muslim lainnya, yang terdekat di antaranya adalah Dinasti Marinid yang berkuasa di Fes, Maroko.

Sekitar dua abad sebelum berdirinya Dinasti Ahmar di Granada, wilayah tersebut adalah sebuah frontir dua kekuatan besar kala itu, yaitu imperium Islam di selatan, dan imperium Kristen di utara. Dua kekuatan ini selama berabad-abad terus berbagi pengaruh di Andalusia.

Setelah turunnya pengaruh Dinasti Umayyah II di Kordoba, pengaruh Islam di wilayah Andalusia dilanjutkan oleh kesultanan Al-Murābiṭūn (the Almoravid) yang berpusat di Afrika Utara. Al-Murābiṭūn berhasil mengalahkan pasukan koalisi Kristen dari dua kerajaan, Aragon dan Kastilia, dalam pertempuran Sagrajas yang pecah pada 23 Oktober 1086. Sejak itu, Al-Murābiṭūn berkuasa atas sebagian besar wilayah Andalusia, dan menyebabkan gerakan Reconquista terhenti sementara waktu.

Wilayah kekuasan Dinasti Al-Murābiṭūn. Sumber gambar: wikipedia.org

Dinasti Al-Murābiṭūn memerintah dari tahun 1040 sampai 1147 M, hingga akhirnya jatuh oleh pemberontakan yang dipimpin oleh Ibnu Tumart, yang akhirnya mendirikan Dinasti al-Muwahhidun (“Almohads”). Dinasti ini kemudian melanjutkan estafet kepemimpinan Islam di Andalusia hingga tahun 1269 M.

Wilayah kekuasaan Dinasti al-Muwahhidun. Sumber gambar: wikipedia.org

Wilayah kekuasaan Dinasti al-Muwahhidun. Sumber gambar: wikipedia.org

Dominasi kekuasan Dinasti al-Muwahhidun di Andalusia mengalami kemunduran yang signifikan pada 1212 M, setelah mereka berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Las Navas de Tolosa di Sierra Morena oleh aliansi pangeran Kristen dari Kastilia, Aragon, Navarre, dan Portugal.[2]

Pasca kekalahan tersebut, hampir semua kekuasaan Muslim di semenjung Iberia hilang. Secara berturut-turut pasukan Kristen berhasil berhasil menguasai Kordoba pada 1236 M, Jaen pada 1246 M, dan Sevila pada tahun 1248 M. Pasukan yang dipimpin oleh Ferdinand III tersebut juga berhasil merebut Acros, Medina-Sidonia, Jerez, dan Cadiz. Bisa dikatakan, semua muslim di Andalusia dapat dikuasai oleh pasukan Kristen kecuali Granada di mana Dinasti Ahmar masih mampu mempertahankannya.[3]

Setelah kehilangan pengaruh di Andalusia, Dinasti al-Muwahhidun  terus menurun pengaruhnya hanya sebatas wilayah Marrakesh (Maroko sekarang). Pada tahun 1269 M Dinasti al-Muwahhidun  benar-benar hilang setelah rajanya yang terakhir berhasil dibunuh oleh seorang budak. Wilayah kekuasaan al-Muwahhidun kemudian diambil alih oleh Dinasti Marinid yang kemudian menjadi mitra strategis Bani Ahmar di Granada.[4]

Hanya saja, Bani Ahmar tidak bisa sepenuhnya mengandalkan mitra strategisnya di Selatan ini. Karena bagaimanpun, ia harus menyesuaikan diri dengan situasi di sekitarnya, yaitu negara-negara Kristen yang sedang berbenah menjalin pesatuan. Hari demi hari kekuatan Kristen di Andalusia makin kuat. Para sultan Bani Ahmar harus realistis memaknai situasi politik yang dihadapinya sendiri. Setidaknya selama dua abad para Sultan ini berhasil memainkan peran yang baik di pentas politik Andalusia. [5]

Hingga akhirnya pada paruh awal kedua abad ke 15, atau ketika Sultan Ali Abu Hasan berkuasa kali pertama pada 1461–1482 M, dan di sisi lain terjadi pernikahan bersejarah antara Raja Ferdinand dan Ratu Isabella pada 1479 H, semua konstelasi politik di Andalusia berubah total. Dan Granada benar-benar terasing di tengah para raksasa. (AL)

Bersambung…

Runtuhnya Kesultanan Granada: Sebuah Titik Balik Sejarah Islam (4)

Sebelumnya:

Runtuhnya Kesultanan Granada: Sebuah Titik Balik Sejarah Islam (2)

Catatan Kaki:

[1] Dadang Suhendra, Perkembangan Peradaban Islam Masa Dinasti Ahmar di Spanyol Tahun 1232-1492 M, TAMADDUN Vol. 4 Edisi 1 Januari – Juni 2016, hal. 82-83

[2] Lihat, http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Almohad_Dynasty, diakses 15 November 2018

[3] Dadang Suhendra, Op Cit, hal. 79

[4] Lihat, Marinid Dynasty, https://www.britannica.com/topic/Marinid-dynasty, diakses 15 November 2018

[5] Lihat, Nasrid Dinasty, https://www.britannica.com/topic/Nasrid-dynasty#ref207456, diakses 15 November 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*