Barzanji adalah teks keagamaan yang paling populer di seluruh Nusantara, yang mana hanya kalah populer setelah Alquran.
“Ketika Allah ta‘ala hendak menjelmakan hakekat Nabi Muhammad saw dan mewujudkan jasmani dan rohaninya dengan bentuk rupanya dan sifatnya di alam dunia, maka Allah memindahkan tempat nur tersebut kepada Aminah yang suci.”[1]
Demikianlah sepenggal kutipan dari Kitab Barzanji. Menurut Martin Van Bruinessen, dalam bukunya yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Barzanji adalah teks keagamaan yang paling populer di seluruh Nusantara, yang mana hanya kalah populer setelah Alquran.
Jika yang dikatakan oleh Van Bruinessen tersebut benar, artinya, Barzanji adalah kitab kedua setelah Alquran yang paling banyak dibaca di Indonesia. Van Bruinessen kemudian menambahkan, menurutnya, barangkali tidak ada seorang pun penganut Islam di Indonesia yang tidak pernah menghadiri pembacaan Barzanji, paling tidak beberapa kali sepanjang hidupnya.[2]
Apa yang dikatakan oleh Van Bruinessen ada benarnya, sebab dalam banyak praktik ritual atau kebudayaan yang berhubungan dengan Islam, Barzanji adalah kitab yang umum dan secara luas paling banyak dibacakan dalam berbagai tradisi Islam di Indonesia, utamanya pada acara Maulid Nabi Muhammad saw.
Namun apa sebenarnya isi Barzanji? Kitab tersebut awalnya ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad saw dan meningkatkan semangat keumatan. Dalam kitab itu riwayat kehidupan Nabi Muhammad saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa, dan kasidah yang sangat menarik.[3]
Secara garis besar Ahmad Ta’rifin dalam Tafsir Budaya atas Tradisi barzanji dan Manakib membagi tiga tujuan utama dituliskannya Barzanji: Pertama, untuk meningkatkan semangat kecintaan dan pengamalan nilai kesalehan kepada Nabi Muhammad saw sebagai uswatun hasanah yang patut dicontoh oleh masyarakat masa kini. Dalam hal ini, terdapat transfer nilai-nilai luhur yang bisa diambil dari sosok Nabi itu sendiri untuk bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, untuk merekatkan ukhuwah islamiyah di antara umat Muslim karena pagelaran Barzanji sendiri selalu melibatkan banyak orang dan massa yang melihatnya juga banyak, sehingga di samping mendapatkan nilai edukasi dari pembacaan tradisi Barzanji, kegiatan ini juga meningkatkan interaksi di antara sesama masyarakat.
Ketiga, untuk meningkatkan amalan ibadah tertentu bagi individu yang senantiasa membaca Barzanji di setiap waktu senggangnya, karena Barzanji secara langsung menuntun seseorang untuk mengamalkan salah satu poin dalam rukun iman, yakni iman kepada Rasul dan Nabi Allah.[4]
Kemudian apabila dilihat dari segi isi, ringkasan Barzanji terdiri dari:
- Silsilah Nabi Muhammad saw.
- Kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi kepada Nabi Muhammad saw.
- Kesabaran Nabi Muhammad saw ketika dilanda musibah.
- Penggambaran sifat jujur Nabi Muhammad saw.
- Nilai-nilai pendidikan tentang mencari pasangan hidup.
- Penggambaran sosok Nabi Muhammad saw yang bijaksana.
- Masa kerasulan Nabi Muhammad saw.
- Dakwah Nabi Muhammad saw.
- Isra dan Miraj Nabi Muhammad saw.
- Nabi Muhammad saw menyiarkan agama Islam secara terang-terangan.
- Muhammad saw adalah nabi pilihan yang sempurna.[5]
Kitab Barzanji pada umumnya dibacakan pada momen Maulid Nabi Muhammad saw yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiulawal. Oleh karena itu, orang Jawa menyebut bulan ini sebagai bulan mulud (diambil dari kata Maulid, yang merujuk kepada bulan kelahiran Nabi Muhammad saw). Pembacaan kitab Barzanji kemudian disebut dengan nuansa dialek lokal, yaitu barzanjian atau berjanjen.[6]
Dan pada gilirannya, kegiatan ini terus menyebar kepada tradisi-tradisi lainnya seperti pada saat pemotongan rambut bayi untuk pertama kalinya dalam momen akikah, sebagai bacaan pada masa krisis, bagian dari ritual untuk mengusir setan, atau dijadikan sebagai bagian dari wiridan berjamaah yang dilakukan secara rutin.
Kemudian di beberapa wilayah Indonesia yang dikenal memeluk Islam secara ketat – Aceh, Sumatra Barat, dan Banten – terdapat sebuah tradisi yang disebut dengan debus. Para pelaku debus menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam hal kekebalan tubuh. Mereka menikam diri mereka sendiri dengan senjata tajam atau pedang tanpa menimbulkan luka.[7]
Dalam sebuah catatan sejarah yang dinukil oleh Martin Van Bruinessen, ditemukan bahwa dalam tradisi debus, Kitab Barzanji dibacakan selama pertunjukkan berlangsung. Jika Anda menyangka bahwa debus adalah sekadar pertunjukkan seni tradisional belaka, maka tidak demikian yang sebenarnya. Debus itu sendiri sangat erat kaitannya dengan tradisi dari mana Kitab Barzanji berasal.[8] Kita akan mengulas hal ini ke depan. (PH)
Bersambung…..
Catatan kaki:
[1] Abu Ahmad Najieh, Terjemah Maulid al-Barzanji (Mutiara Ilmu: Surabaya, 1987), Bab III.
[2] Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Mizan: Bandung, 1995), hlm 76.
[3] Muhammad Idris Mas’udi, Berjanjen, dalam Suwendi, Mahrus, Muh. Aziz Hakim, dan Zulfakhri Sofyan Pono (tim editor), Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya (Kementrian Agama RI: Jakarta, 2018), hlm 46
[4] Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah & Bid’ah: Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural Studies (Jurnal el Harakah, Vol 14 No.2, 2012), hlm 235-236.
[5] Eva Riantika Diani, Pendidikan Akhlak Menurut Syekh Ja’far Al-Barzanji dalam Kitab Al-Barzanji dan Relevansinya (Dikaitkan Dengan Konteks Saat Ini), (Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018, tidak diterbitkan), hlm 58-63.
[6] Muhammad Idris Mas’udi, Op.Cit., hlm 45.
[7] Martin van Bruinessen, Op.Cit., hlm 77.
[8] Ibid.