Mozaik Peradaban Islam

Siapa Penggubah Syair Cinta Nabi Barzanji (2): Berasal dari Bangsa Kurdi? (1)

in Studi Islam

Last updated on March 1st, 2021 02:28 pm

Di pulau Jawa, nama Kurdi adalah nama yang populer— begitu populernya sehingga sedikit sekali orang luar yang menyadari bahwa nama itu bukanlah nama yang asli Jawa.

Foto: Lukisan orang tua Jawa. Sumber: Unknown/Google

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam ke Nusantara. Namun Martin Van Bruinessen memberikan kritikan terhadap teori-teori tersebut, menurutnya kebanyakan perdebatan tentang asal-usul Islam di Indonesia beranjak dari asumsi bahwa Islamisasi pertama tersebut pastilah terjadi pada satu peristiwa tertentu dengan seorang pelaku yang dapat diidentifikasi.

Padahal, menurut Van Bruinessen, asumsi ini bertentangan dengan seluruh bukti yang ada. Islamisasi dapat dimengerti secara lebih baik sebagai proses yang terus menerus berlangsung, berawal dari waktu-waktu yang berbeda di berbagai belahan Nusantara, dan di bawah sejumlah besar pengaruh yang berbeda-beda pula.

Indonesia adalah sebuah wilayah kepulauan, yang sudah ribuan tahun dikunjungi oleh para pelaut dari berbagai belahan dunia, orang-orang Cina dari Utara, India dan Arab dari Barat, dan beberapa bangsa lain yang kurang dikenal.

Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa di dalam kehidupan masyarakat Muslim Indonesia kita dapat menemukan jejak-jejak dari banyak budaya lain yang sudah mengalami Islamisasi.

Pengaruh-pengaruh tersebut di antaranya adalah istilah-istilah yang diambil dari bahasa Persia, Sanskerta, dan berbagai bahasa India lainnya di samping Arab.

Selain itu ada juga pengaruh orang Cina terhadap arsitektur masjid dan makam, gagasan-gagasan mistik yang sangat dipengaruhi alam pikiran India, dan selama beberapa abad terakhir, ada suatu pengaruh kuat dari orang-orang Hadhramaut yang banyak menetap di Nusantara.

Namun, yang mengejutkan bagi Van Bruinessen, dan barangkali juga bagi para sarjana peneliti sejarah Islam di Nusantara, adalah adanya pengaruh bangsa Kurdi yang khas, terutama di kalangan kelompok-kelompok masyarakat yang sangat saleh.

Van Bruinessen menulis:

“Sangat mengesankan, misalnya, bahwa di pulau yang paling luas, Jawa, nama Kurdi adalah nama yang populer— begitu populernya sehingga sedikit sekali orang luar yang menyadari bahwa nama itu bukanlah nama yang asli Jawa.

“Ia adalah nama yang tipikal di kalangan santri; sejumlah ulama bernama Kurdi. Sebaliknya, saya tidak pernah menemukan seseorang yang bernama Turki, Parsi, atau Hindi— walapun saya menemukan beberapa orang yang bernama Misri dan Malibari.”

Lalu apa hubungannya dengan Kitab Barzanji?

Kitab Barzanji sendiri ternyata bukan nama asli dari kitab tersebut. Sekali lagi Van Bruinessen bahwa ini adalah hal yang mengejutkan, sebab tidak pernah diperhatikan sebelumnya bahwa Barzanji (lebih tepatnya: Barzinji) adalah nama dari keluarga ulama dan syaikh-syaikh tarekat yang paling berpengaruh di daerah Kurdistan bagian selatan, yakni wilayahnya orang-orang Kurdi.[1]

Kurdistan adalah wilayah geografis yang secara luas dipahami sebagai wilayah tradisional yang dihuni oleh orang Kurdi. Wilayah ini terdiri dari dataran tinggi dan daerah pegunungan yang luas, tersebar di sebagian besar wilayah yang sekarang menjadi Turki timur, Irak utara, dan Iran barat, dan sebagian kecil Suriah utara dan Armenia.

Saat ini hanya Irak dan Iran yang mengakui Kurdi sebagai entitas kesukuan di negara mereka. Kedua negara ini memberikan sebagian wilayahnya dengan identitas kesukuan Kurdi, yaitu provinsi Kordestan di barat laut Iran dan wilayah otonom Kurdi Irak.

Kurdistan yang secara harfian berarti “negeri orang Kurdi”, mengacu pada area permukiman Kurdi yang secara kasar mencakup sistem pegunungan Zagros dan perpanjangan timur Taurus. Sejak zaman kuno, daerah tersebut telah menjadi rumah orang Kurdi, kelompok masyarakat yang asal-usul etnisnya tidak dapat diketahui secara pasti.[2]

Lalu, apakah dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang-orang Kurdi pernah mendatangi dan menetap di Indonesia sehingga mereka bisa menimbulkan pengaruh yang sangat besar, yaitu dengan mempopulerkan Kitab Barzanji?

Sejauh ini, Van Bruinessen mengatakan, bahwa tidak dapat dipercaya orang-orang Kurdi sudah pernah mengunjungi Nusantara, kecuali sampai waktu-waktu yang belum lama ini. Namun dapat ditunjukkan bahwa, paling tidak sejak pertengahan abad ke-17, ulama Kurdi telah memainkan peranan yang berarti dalam proses Islamisasi Indonesia.[3]

Kita akan melihat bagaimana para ulama Kurdi yang tidak pernah datang ke Nusantara itu ternyata dapat memainkan peranan penting dalam proses Islamisasi Indonesia. Nantikan artikel selanjutnya…. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Mizan: Bandung, 1995), hlm 76-77.

[2] Encyclopaedia Britannica, “Kurdistan”, dari laman https://www.britannica.com/place/Kurdistan, diakses 27 Februari 2021.

[3] Martin van Bruinessen, Op.Cit., hlm 77.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*