Mozaik Peradaban Islam

Siapa Penggubah Syair Cinta Nabi Barzanji (23): Penutup

in Studi Islam

Melihat betapa populernya Kitab Barzanji di Indonesia, paling tidak kita dapat melacak bahwa jejak penyebaran Islam di Indonesia di antaranya adalah melalui jalur tasawuf dengan tarekat-tarekat yang membawanya.

Ribuan Jamaah Qadiriyah wan Naqsyabandiyah Berzikir di Mranggen. Foto: NU Online

Demikianlah kita telah mengulas tentang sosok Sayyid Jafar Barzanji, penggubah Syair Cinta Nabi Barzanji dengan judul aslinya ‘Iqd al-Jawahir (kalung permata), atau di Indonesia lebih populer dengan sebutan Kitab Barzanji.

Kita telah mengulas bahwa kitab ini begitu luas digunakan oleh masyarakat Indonesia mulai dari Maulidan, Manaqiban, Khitanan, Walimahan, Tasyakuran, Hadrah, dan bahkan hingga ilmu kekebalan diri Debus menggunakannya.

Dengan melihat latar belakang Jafar Barzanji yang merupakan orang Kurdi, yang pada waktu itu para syaikh dari Kurdi dikenal sebagai guru-guru tasawuf, dan juga melihat betapa populernya Kitab Barzanji di Indonesia, paling tidak kita dapat melacak bahwa jejak penyebaran Islam di Indonesia di antaranya adalah melalui jalur tasawuf dengan tarekat-tarekat yang membawanya.

Ada juga yang berpendapat, mengatakan bahwa Kitab Barzanji dibawa oleh orang-orang Syiah yang datang dari Gujarat.[1] Andaipun ini benar, namun hal ini tidak serta merta menjadikan pengarangnya, yakni Jafar Barzanji, menjadi orang Syiah, sebaliknya, berdasarkan catatan sejarah yang dikutip oleh Martin Van Bruinessen, justru menunjukkan bahwa Jafar Barzanji adalah seorang mufti mazhab Syafii di Madinah.[2]

Selain Kitab Barzanji, ada satu lagi kitab karangan Jafar Barzanji yang begitu luas digunakan di Indonesia, yaitu Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani (Lujjain Al-Dani). Sekarang pembacaan manaqib tersebut utamanya dilakukan di kalangan tarekat Qadiriyah (tepatnya: Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, perpaduan dua tarekat yang khas Indonesia). Namun pada masa yang lebih awal, manaqib tersebut tampaknya sudah dibaca di lingkungan yang lebih luas daripada sekadar di lingkungan tarekat Qadiriyah saja.

Tidak jelas apakah Jafar Barzanji sendiri apakah merupakan seorang syaikh tarekat Qadiriyah atau bukan, sebab ikatan keluarga Barzanji dengan Tarekat Qadiriyah merupakan hal yang relatif baru. Baba Rasul, yakni kakek buyut Jafar Barzanji, dan putra-putranya nyatanya berafiliasi dengan tarekat-tarekat lain (tarekat Nurbakhsyiyah dan Khalwatiyah ‘Alawiyah).

Cicit Baba Rasul lainnya, Ismail Qazanqaya, menurut tradisi yang lebih belakangan, adalah orang pertama yang menjadi penganut Tarekat Qadiriyah. Cabang lain dari keluarga Barzanji yang berada di Kurdistan segera menyesuaikan diri bergabung dengan Tarekat Qadiriyah, tetapi bagi cabang keluarga Barzanji yang berada di Madinah tidak diketahui berafiliasi ke tarekat mana.

Di Indonesia sendiri Tarekat Qadiriyah dikenal pada abad akhir abad ke-16 dan berkembang pesat dengan jumlah pengikut yang banyak baru pada abad ke-19. Tidak terdapat cukup bukti tentang posisi tarekat Qadiriyah dan penggunaan manaqib pada masa dua abad yang pertama.

Karena itu, kita tidak mengetahui apakah Syaikh Jafar Barzanji sendiri memainkan peranan dalam mempopulerkan tarekat atau manaqib tersebut di kalangan orang Islam Indonesia. Hubungan yang sebenarnya antara Kitab Barzanji yang sangat terkenal ini dengan para pembaca Indonesianya yang pertama juga masih samar-samar.[3]

Pada perkembangannya Kitab Barzanji (‘Iqd al-Jawahir) dan Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani (Lujjain Al-Dani) terus dibuat ulang dan diadaptasikan oleh para pengarang asal Indonesia, berikut ini adalah beberapa di antaranya:

A. Maulid An-Nabi (‘Iqd Al-Jawahir):

1. Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Madarij Al- Su‘ud Ila Iktisah Al-Burud (berbahasa Arab; berbagai terbitan).

2. Abu Ahmad Abd al-Hamid al-Qandali (Kendal), Sabil al-Munji (berbahasa Jawa). Kudus: Menara.

3. Ahmad Subki Masyhadi (Pekalongan), Nur al-Lail al-Duji wa Miftah Bab al-Yasar (berbahasa Jawa). Pekalongan: Hasan al-‘Attas.

4. Asrari Ahmad (Wonosari, Tempuran), Munyah Al-Martaji Fi Tar- jamah Maulid al-Barzanji (berbahasa Jawa). Kudus: Menara.

5. Mundzir Nadzir, al-Qaul al-Munji Ala Ma ‘ani al-Barzanji (berbahasa Jawa). Surabaya: Sa’ad Bin Nashir Bin Nabhan.

6. M. Mizan Asrari Zain Muhammad (Sidawaya, Rembang), Badr al-Daji Fi Tarjamah Maulid al-Barzanji (berbahasa Indonesia). Surabaya: Karya Utama.

B. Manaqib Syaikh Abdulqadir Jailani (Lujjain Al-Dani):

1. Abu Ahmad Abd al-Hamid al-Qandali (Kendal), Jauhar Al- Asani ‘Ala Al-Lujjain Al-Dani Fi Manaqib… ‘Abd Al-Qadir (berbahasa Arab). Semarang: Al-Munawwir.

2. Muslih Bin Abd al-Rahman al-Maraqi (Mranggen), Al-Nur Al- BurhaniFi Tarjamah Al-Lujjain Al-Dani (berbahasa Arab dan Jawa). Semarang: Toha Putra.

3. Abu Muhammad Salih Mustamir al-Hajaini (Kajen), Lubab Al- Ma ‘ani Fi Tarjamah Lujjain Al-Dani (berbahasa Arab dan Jawa). Kudus: Menara.

4. M. Mizan Asrari Zain Muhammad (Sidawaya, Rembang), al-Nur al-Amani Fi Tarjamah al-Lujjain al-Dani (berbahasa Arab dan Jawa). Terbitan sendiri.

5. Asrari Ahmad (Wonosari, Tempuran), Khulashah Al-Manaqib Li- Al-Syaikh ‘Abd Al-Qadir ‘Abd Al-Qadir Al-Jilani (berbahasa Arab dan Jawa). Surabaya: Istiqamah.

6. Rd. Muhammad Yahya (Sukamiskin, Bandung), Wawacan Kangjeng Syaikh Abd al-Qadir Jilani R.A. (berbahasa Sunda). Bandung: Sindangdjaja.

7. ‘Abdallah Shonhaji, Manakib Syeikh Abdulqadir Jailaani Radhiyallahu Anhu (berbahasa Arab dan Indonesia). Semarang: Al-Munawir.[4] (PH)

Seri Artikel Siapa Penggubah Syair Cinta Nabi Barzanji selesai.

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Muhammad Idris Mas’udi, Berjanjen, dalam Suwendi, Mahrus, Muh. Aziz Hakim, dan Zulfakhri Sofyan Pono (tim editor), Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya (Kementrian Agama RI: Jakarta, 2018), hlm 48.

[2] Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Mizan: Bandung, 1995), hlm 86.

[3] Ibid., hlm 84-85.

[4] Ibid., hlm 96-97.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*