Ketahuilah, sampaikan dariku kepada orang-orang yang masih ada hubungan dengan kami
Yaitu Luai, terutama Bani Ka ab dari Luai
Tidakkah kalian ketahui bahwa kita dapatkan Muhammad itu sebagai seorang Nabi
Seperti Musa yang telah ditulis di buku pertama? la dicintai hamba-hamba-Nya
—Ο—
Boikot yang dilakukan oleh kaum kafir Mekkah terhadap Rasulullah SAW, keluarga serta pengikutnya, bisa dikatakan situasi paling memilukan dalam sejarah penyebaran Islam generasi awal. Ibn Hisyam dalam Sirah Nabawiyah yang ditulisnya mengatakan “Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib menjalani pemboikotan orang-orang Quraisy selama dua atau tiga tahun, hingga mereka mengalami kesengsaraan yang luar biasa, karena tidak ada makanan atau minuman yang bisa sampai pada mereka kecuali secara diam-diam dan siapa pun dan orang-orang Quraisy tidak bisa berhubungan dengan mereka kecuali dengan rahasia.”[1]
Dalam sejarahnya, kawasan Syi’ib Abu Thalib sebenarnya dikenal dengan banyak nama, termasuk Syi’b al-Mawlid atau Lembah tempat kelahiran. Karena di kawasan ini pulalah letak rumah tempat Rasulullah SAW dilahirkan. Hanya saja, orang tetap mengingat tempat ini sebagai Syi’ib Abu Thalib, karena kaum Muslimin, khususnya Rasulullah SAW, tidak bisa melupakan bagaimana pamannya, yang juga ayah asuhnya ini mengerahkan segala daya dan upaya untuk melindungi Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya.
Ibnu Ishaq berkata, “Ketika orang-orang Quraisy bersatu bertindak yang demikian terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib, maka Abu Thalib berkata,[2]
Ketahuilah, sampaikan dariku kepada orang-orang yang masih ada hubungan dengan kami
Yaitu Luai, terutama Bani Ka ab dari Luai
Tidakkah kalian ketahui bahwa kita dapatkan Muhammad itu sebagai seorang Nabi
Seperti Musa yang telah ditulis di buku pertama? la dicintai hamba-hamba-Nya
Sesungguhnya tulisan yang kalian tempelkan itu
Akan menjadi bencana bagi kalian seperti halnya bencana yang menimpa kaumnya Nabi Shalih
Sadar dan sadarlah sebelum tanah digali
Dan sebelum orang yang tidak berdosa berubah menjadi orang seperti berdosa
Janganlah kalian menuruti perintah orang-orang buas!
Janganlah kalian putus ikatan di antara kita setelah sebelumnya kita saling mencintai dan akrab!
Jangan kalian menyulut perang
Yang bisa jadi lebih pahit bagi orang yang diberi minum air susu perang
Demi Tuhannya Ka’bah, kami tidak akan menyerahkan Ahmad (Muhammad)
Karena sulitnya gigitan zaman dan musibah
Ketika leher kami dan leher kalian telah dipenggal
Dan tangan telah dipotong dengan pedang dari Al-Qusasiyyah seperti anak panah api
Di perang yang sulit di mana di dalamnya Anda melihat potongan-potongan tombak
Dan burung-burung elang yang kepalanya hitam berkumpul di sekitar korban perang
Seperti orang-orang yang berkumpul di sekitar meja makan
Bukankah nenek moyang kita, Hasyim telah mengencangkan kainnya
Dan mewasiatkan anak keturunannya untuk mengadakan tikaman dan pukulan?
Kami tidak bosan perang hingga perang itu sendiri yang bosan terhadap kami
Kami tidak akan mengeluh terhadap musibah yang menimpa kami
Namun kami adalah orang-orang ahli hapal dan orang-orang berakal
Jika nyawa para pemberani melayang karena ketakutan.’
Perhatikanlah, betapa kokoh komitmen Abu Thalib dalam menjaga Rasulullah SAW dan semua ajaran yang dibawanya. Kita tidak akan menemukan satu komitmen yang diungkapan seindah dan sekokoh itu di zaman yang sama. Bagi Abu Thalib, Rasulullah SAW sudah dianggap seperti anaknya, bahkan kasih sayang Abu Thalib dan Istrinya Fathimah binti Assad melebihi kasih sayang mereka pada anak-anak mereka sendiri. Sejak hari pertama Rasulullah SAW memasuki rumah Abu Thalib, keluarga ini seperti sudah ditakdirkan berkhidmat pada mahluk paling mulai di alam ciptaan ini. Maka tidak berlebihan bila Rasulullah SAW merasa sangat kehilangan ketika Abu Thalib wafat, yang disusul pula oleh Khadijah, istri yang selalu setia menemani beliau SAW. Sejarawan mencatat, tahun 620 M atau tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah sebagai tahun kesedihan bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
Setelah Abu Thalib wafat, situasi yang dihadapi kaum Muslimin di syi’ib Abu Thalib makin memburuk. Tidak ada lagi wibawa sekuat Abu Thalib yang bisa menghalangi keinginan kaum kafir Mekkah menyakiti Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Bila sebelumnya mereka hanya berani menyakiti Nabi SAW dengan kata-kata, sekarang mereka mulai berani menyakiti beliau secara fisik. Berkali-kali Nabi yang mulia dilempari batu, bahkan pernah ditumpahkan bangkai hewan di kepalanya saat beliau sedang bersujud. Di tahun ini juga Rasulullah SAW memutuskan untuk perti ke Thaif dan berdakwah di sana. Dakwah ini berujung pengusiran yang kasar dari masyarakat Thaif pada sosok mulia ini. Beliau dilempari baru, sehingga menyebabkan darah menetas dari wajah beliau. (AL)
Bersambung…
Situs-situs Bersejarah Islam di Kota Mekkah (6); Sya’ib Abu Thalib (3)
Sebelumnya:
Situs-situs Bersejarah Islam di Kota Mekkah (6); Syi’ib Abu Thalib (1)
Catatan kaki:
[1] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal.
[2] Ibid, hal. 268