Mozaik Peradaban Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib (21): Kesaksian Pembunuh Hamzah (2)

in Tokoh

Last updated on January 13th, 2021 01:28 pm

Pada hari-hari terakhir kehidupan Wahsyi, dia dibenci kaum Muslim. Dia menjadi pemabuk dan namanya dihapus dari daftar tentara. Umar bin Khattab biasa mengatakan, “Pembunuh Hamzah tak pantas diberi ampun di dunia dan akhirat.”

Foto ilustrasi.

Sekarang mari kita lanjutkan riwayat yang kedua, yang menyatakan bahwa Wahsyi bin Harb masuk Islam atas undangan Rasulullah saw. Abdullah bin Abbas meriwayatkan:

Rasulullah mengirim utusan untuk mengundang masuk Islam Wahsyi bin Harb, orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan Hamzah (paman Rasulullah).

Utusan itu kembali dengan pesan dari Wahsyi yang menyatakan, “Wahai Muhammad! Bagaimana engkau dapat mengajakku masuk Islam ketika engkau mengatakan bahwa seorang pembunuh, seorang musyrik, dan pezina akan menghadapi hukuman berat, dan hukuman ini akan berlipat ganda bagi mereka di Hari Qiyamah di mana mereka akan tetap direndahkan di dalamnya selamanya?[1]

“Aku telah melakukan semua kejahatan ini, jadi apakah ada kesempatan untukku?”

Allah kemudian mewahyukan ayat ini:

“(Hukuman Jahanam adalah untuk semua pembunuh, musyrikin, dan pezina) kecuali orang-orang yang (secara ikhlas) bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Furqan [25]: 70)

Menjawab ayat ini, Wahsyi berkata, “Wahai Muhammad! Syarat dalam ayat ini tanpa kompromi, yang menyatakan, ‘Kecuali orang-orang yang (secara ikhlas) bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal saleh.’ Bagaimana jika aku tidak memiliki kesempatan untuk memenuhinya?”

Allah kemudian mewahyukan ayat ini:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS an-Nisa [4]: 48)

Terhadap ini, Wahsyi menjawab, “Pengampunan ini tergantung kepada kehendak Allah. Aku tidak tahu apakah aku akan diampuni atau tidak. Apakah ada kesempatan lain untukku?”

Allah kemudian mewahyukan ayat ini:

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS az-Zumar [39]: 53)

Mendengar hal ini, Wahsyi berkata, “Ya, ini sudah sesuai.” Dia kemudian masuk Islam.

Muslim lainnya bertanya, “Wahai Rasulullah! Kami juga telah melakukan dosa-dosa yang dilakukan Wahsyi (apakah ayat ini juga berlaku untuk kami?)”

Rasulullah menjawab, “Itu berlaku untuk semua Muslim secara keseluruhan.”[2]

Dengan demikian terdapat dua versi hadis tentang masuk Islamnya Wahsyi, meski demikian, terhadap hadis yang terakhir ini, sejarawan Islam al-Dhahabi menyatakan bahwa salah satu periwayat dalam sanad hadis ini dikategorikan lemah.

Sementara itu, sejarawan Ibnu Hisyam menggambarkan hari-hari terakhir kehidupan Wahsyi, dia meriwayatkan:

Pada hari-hari terakhir kehidupannya, Wahsyi merupakan gagak hitam yang selalu dibenci kaum Muslim; dia menjadi pemabuk dan dihukum dua kali karena minum khamar. Namanya dihapus dari daftar tentara.

Umar bin Khattab biasa mengatakan, “Pembunuh Hamzah tak pantas diberi ampun di dunia dan akhirat.”[3]

Mengenai kebiasaan Wahsyi dalam menenggak khamar, juga dibenarkan oleh sejarawan Islam lainnya, al-Waqidi. Dia melaporkan penyaksian dari Ubaidillah bin Adi bin Khiyar yang menemui Wahsyi dan memintanya menceritakan bagaimana dia dapat membunuh Hamzah.

Ubaidillah bin Adi bin Khiyar meriwayatkan:

Di zaman kekhalifahan ketiga Utsman bin Affan kami berperang di Suriah. Dan kami melewati kota Hims. Kami mampir dan menanyakan keberadaan Wahsyi – pembunuh Hamzah – dan orang mengatakan, “Kamu tidak akan dapat menyangka. Dia setiap hari minum minuman keras sampai pagi.”

Kelompok kami terdiri dari 70 orang. Setelah salat subuh kami ke rumahnya. Tiba-tiba tampak seorang tua besar duduk di atas permadani, sekadar tempat duduknya.

Kami menanyakan kepadanya, “Ceritakan kepada kami tentang pembunuhan Hamzah dan Musailamah,” tetapi dia menolak.

Kami berkata, “Kami tidak akan menginap malam ini kecuali karena engkau.”…..[4]

Kelanjutan dari riwayat ini pada akhirnya Wahsyi bersedia menceritakan kepada mereka dengan redaksi yang mirip dengan riwayat pertama, kecuali dengan penambahan beberapa detail ketika Hindun binti Utbah memberikan perhiasan-perhiasannya untuknya setelah dia berhasil membunuh Hamzah. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Sebagaimana disebutkan di dalam dua ayat sebelumnya, yaitu QS al-Furqan [25]: 68-69.

[2] Tabrani dan Haithami (Vol 7, hlm 100), menyatakan bahwa salah satu periwayat hadis ini, yang bernama Abyan bin Sufyan, dikategorikan sebagai periwayat yang lemah oleh Imam Dhahabi, dikutip kembali oleh Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Vol.1), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 80-81.

[3] Sirah Ibn Hisyam (Vol 2, hlm 69-72), dalam Ja’far Subhani, Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW, (Jakarta: Lentera, 2000), hlm 383.

[4] Al-Waqidi dalam O. Hashem, Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail (Ufuk Press: Jakarta, 2007), hlm 170-171.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*