Mozaik Peradaban Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib (22): Karamah Hamzah setelah Wafatnya

in Tokoh

Ketika Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah, dia hendak membongkar kuburan Hamzah. Ketika pacul mengenai ujung kaki Hamzah, ia mengeluarkan darah, seolah dia baru saja wafat saat itu.

Masjid dan kompleks pemakaman Hamzah bin Abdul Muthalib pada tahun 1920, yang kemudian dibongkar oleh kelompok Wahabi pada tahun 1926. Foto: Madain Project

Keberanian Hamzah bin Abdul Muthalib tercatat dalam lembaran emas sejarah Perang Islam. Paman Nabi ini adalah salah seorang Arab yang paling pemberani dan perwira Islam yang termasyhur.

Dialah yang secara sungguh-sungguh mendesak agar tentara Islam bertempur melawan kaum Quraisy di luar kota Madinah.

Hamzah juga yang melindungi Nabi di Makkah di saat-saat gawat, membalas penghinaan Abu Jahal terhadap Nabi dengan menghajar kepalanya di hadapan banyak Quraisy, dan tak ada seorang pun yang berani melawannya.

Perwira senior inilah yang membunuh jagoan-jagoan Quraisy, Syaibah dan lain-lainnya, serta mencederai sekelompok musuh di Perang Badar. Tujuannya adalah membela kebenaran dan kebajikan serta memelihara kebebasan dalam kehidupan manusia.[1]

Kepahlawanan Hamzah di Perang Uhud termasuk kepahlawanan yang paling mengagumkan di dunia kemiliteran. Kepahlawanan yang dia tunjukkan mencapai tingkatan tertinggi. Hamzah berperang layaknya singa yang kelaparan.

Dia bergerak maju ke jantung pasukan orang-orang musyrikin lalu memporak-porandakan mereka. Dia bertarung dengan sangat hebatnya sehingga sulit dicari tandingannya. Para jagoan dan orang-orang pemberani Quraisy yang biasanya dikenal tidak takut mati bahkan menyingkir darinya. Mereka berhamburan di depannya seperti daun-daun di musim gugur yang diterjang angin kencang.

Hamzah berperang layaknya singa yang mengamuk. Dia menyerang para pemegang panji orang-orang musyrikin dari Bani Abdid-Dar dan menghabisi mereka satu demi satu.

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dia berkata, “Pada Perang Uhud Hamzah berperang di hadapan Nabi dengan dua pedang dan dia berkata, ‘Aku adalah singa Allah.’.”[2]

Abdurrahman bin Auf, salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, bahkan memberikan kesaksiannya bahwa Hamzah lebih baik dari dirinya. Ibrahim meriwayatkan:

Suatu waktu makanan disajikan kepada Abdurrahman bin Auf ketika dia berbuka puasa.

Dia berkata, “Mushab bin Umair yang merupakan orang yang lebih baik daripadaku syahid dan diselimuti dalam selembar kain (yang sangat kecil) yang akan membuat kakinya terbuka ketika kepalanya tertutup, dan kepalanya terbuka ketika kakinya tertutup.

“Hamzah yang juga orang yang lebih baik dariku, juga syahid. Setelah itu, kekayaan duniawi terbentang di hadapan kita dan kita takut bahwa perbuatan baik kita mungkin telah diganjar di muka (di dunia ini terlebih dahulu ketimbang di Akhirat nanti).”

Dia kemudian mulai menangis begitu deras sehingga dia bahkan meninggalkan makanannya.[3]

Setelah Perang Uhud berakhir, Rasulullah saw bersabda, “Aku melihat para malaikat memandikan Hamzah bin Abdul Mutthalib dan Hanzhalah bin ar-Rahib.”[4]

Pada masa kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan, Jabir bin Abdillah meriwayatkan karamah yang terjadi kepada jasad Hamzah. Waktu itu Muawiyah hendak membongkar kuburan Hamzah beserta para syuhada lainnya.

Dari Jabir bin Abdillah, dia berkata:

Ketika Muawiyah hendak mengalirkan mata airnya yang terletak di Uhud, orang-orangnya menulis surat kepadanya, “Kami tidak mungkin mengalirkannya kecuali di atas jasad kubur para syuhada.”

Maka Muawiyah menjawab, “Pindahkan mereka.”

Jabir berkata, “Aku melihat mereka memanggul jasad-jasad di atas pundak-pundak mereka, seolah-olah para syuhada tersebut adalah orang-orang yang sedang tidur. Aku melihat sebuah pacul mengenai ujung kaki Hamzah bin Abdul Muthalib, maka ia mengucurkan darah, sepertinya dia baru wafat saat itu.”[5]

Hamzah wafat karena membela keponakannya, Muhammad saw, yang dia yakini sebagai utusan ilahi yang sedang mengemban misi menyampaikan dakwah kepada umat manusia.

Hamzah tak sempat menyaksikan kembali turunnya ayat-ayat Alquran berikutnya yang berakhir dengan ayat penyempurnaan tujuh tahun setelah wafatnya.[6]

Meski demikian, Nabi yang begitu mencintai Hamzah tetap memberikan penghargaan yang begitu tinggi kepadanya. Maka di penghujung seri artikel ini, tidak ada salahnya jika kita mengulang kembali hadis Nabi yang termashyur mengenai Hamzah:

“Hamzah adalah sayyid (pemimpin) para syuhada di hari Kiamat.”[7] (PH)

Selesai.

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Ja’far Subhani, Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW, (Jakarta: Lentera, 2000), hlm 381-382.

[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad (Vol 3, bab 1, hlm 6) dan al-Hakim (Vol 3, hlm 194) dia mensahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dikutip kembali dalam Syaikh Mahmud al-Mishri, Ashabur Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Tim Editor Pustaka Ibnu Katsir dengan judul Sahabat-Sahabat Rasulullah: Jilid 2 (Pustaka Ibnu Katsir, 2010), hlm 284-285.

[3] Bukhari (hlm 579)., Abu Nuaim juga dalam Hilya (Vol 1, hlm 100) juga meriwayatkannya, dikutip kembali dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Hayatus Sahabah) Vol.2, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 290.

[4] HR Bukhari (No. 1275), dalam Syaikh Mahmud al-Mishri, Op.Cit., hlm 293.

[5] Ibnu Sa’d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir (Vol 3, hlm 8), dalam Syaikh Mahmud al-Mishri, Ibid., hlm 293-294.

[6] O. Hashem, Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail (Ufuk Press: Jakarta, 2007), hlm 171.

[7] Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (Vol 3, hlm 195) dan asy-Syairazi dalam al-Alqaab dari Jabir. Disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahiihul Jaami’ (no. 3158) dan as-Shahiihah (no.374). Dikutip kembali dalam Syaikh Mahmud al-Mishri, Op.Cit., hlm 286.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*