Ali berkata, “Janganlah bersedih hati! Aku akan menjadi pemberi syafaatmu, aku bukanlah hamba tubuh, aku adalah penguasa ruh: tubuh tidak berharga bagiku.”
Kelanjutan kisah tentang Ali dan kemurahan hatinya terhadap pembunuhnya sendiri
Renungkanlah tentang Ali dan pembunuhnya yang keji, kebaikan yang dia tunjukkan kepada bawahannya[1]: Dia berkata, “Aku melihat musuhku siang dan malam tapi aku tidak memelihara kebencian, atau pun merasa dendam. Karena, seperti manna, kematian bagiku rasanya manis karena bagaimanapun Kebangkitan itulah yang pasti akan aku temui.”
Kematian abadi ini kini sah bagi kita, bagaimanapun, kurangnya bekal memberi asupan bagi kita: meskipun mungkin terlihat seperti kematian di luar, ada kehidupan di mana kita akan hidup di dalamnya, sebagaimana kelahiran bagi janin tampak seperti kematian juga, meskipun di dunia mereka kemudian terlahir baru.
Karena aku sangat merindukan kematian “Janganlah engkau menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”[2] bicaralah kepadaku: Kita semua tahu bahwa buah yang manis terlarang, dan kita mengindahkannya, tetapi untuk melarang buah pahit tidak diperlukan.
Buah beri dengan kulit dan isinya yang asam yang engkau lihat ini terlarang karena keasaman dan ketidakjujuran. Buah kematian meskipun rasanya manis setelah dikupas – bagiku “Bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup”[3] telah terungkap!
Bunuhlah aku, sahabat-sahabatku yang terpercaya! Aku akan terus hidup: hidup yang kekal menunggu setelah aku pergi; Ada kehidupan dalam kematianku, jadi harap dipahami, berapa lama aku harus tetap diasingkan di negeri ini!
Jika aku tidak berada di pengasingan di sini hari ini, “Kepada-Nyalah kami kembali”[4] mengapa Dia berkata?
Para perantau kembali ke rumah mereka lagi, untuk bersatu kembali setelah sakitnya perpisahan.
Pemegang sanggurdi Ali jatuh di hadapannya, berkata, “Amirul Mukminin, bunuhlah aku dan bebaskan aku dari takdir ini!”
Dia berkata, “Ali, tolong bunuhlah aku segera sehingga aku tidak akan hidup untuk melihat hari yang mengerikan itu! Tolong tumpahkan darahku – itu akan menjadi sah – sehingga pada saat terakhir mataku tidak akan melihat (pembunuhan kepada dirimu oleh diriku)!”
Ali berkata, “Seandainya setiap atom menjadi pembunuh dan mengarahkan belati mereka ke lehermu, mereka bahkan tidak akan dapat melukai rambutmu atau membuatmu berdarah karena itu bukanlah perintah Allah.
“Jadi, janganlah bersedih hati! Aku akan menjadi pemberi syafaatmu, aku bukanlah hamba tubuh, aku adalah penguasa ruh: tubuh tidak berharga bagiku, jelas tanpanya aku adalah seorang kesatria yang mulia – kemangi pedang pembunuh kini sebagai gantinya, kematianku adalah perjamuan dan tempat tidur Narcissus![5]”
Orang yang menghancurkan tubuhnya dengan cara ini, keinginannya untuk menjadi pemimpin tidak akan pernah bisa goyah; Meskipun dari luar dia mungkin terlihat seperti mengejar kekuasaan, namun tujuannya hanya untuk mencontohkan bagaimana seharusnya penguasa memimpin — untuk menghidupkan kembali kepemimpinan, juga menumbuhkan buah segar di pohon kekhalifahan.[6][7] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Menurut Rumi, orang yang akan membunuh Ali sebelumnya adalah pelayan/pembantu Ali, oleh karena itulah Rumi di sini menyebutnya sebagai “bawahan”. Dalam bait lain Rumi menyebutnya sebagai “pemegang sanggurdi Ali”. Masih menurut Rumi, Nabi Muhammad saw pernah bernubuat langsung kepada kuping si pelayan ini, bahwa suatu saat dia akan membunuh Ali. Selengkapnya tentang kisah ini simak artikel sebelumnya, “Nubuat Nabi tentang Pembunuhan Ali (1)”, dari laman https://ganaislamika.com/syair-cinta-rumi-untuk-ali-bin-abi-thalib-5-nubuat-nabi-tentang-pembunuhan-ali-1/.
[2] Kalimat ini diambil dari ayat Alquran yang berbunyi, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS al-Baqarah [2]: 195). Menurut Quraish Shihab ayat ini membicarakan tentang menyalurkan harta di jalan Allah, sedangkan kekikiran itu sama saja dengan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan. Selengkapnya lihat Tafsirq, “Surat Al-Baqarah Ayat 195”, dari laman https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-195#tafsir-quraish-shihab, diakses 23 November 2020.
[3] Kalimat ini diambil dari ayat Alquran yang berbunyi, “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS al-Baqarah [2]: 154), atau, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS Ali Imran [3]: 169). Kedua ayat ini membicarakan tentang nasib orang-orang yang syahid di jalan Allah.
[4] Kalimat ini diambil dari ayat Alquran yang berbunyi, “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS al-Baqarah [2]: 156).
[5] Narcissus adalah tokoh mitologi Yunani yang dideskripsikan memiliki wajah yang sangat tampan, sehingga dia jatuh cinta dengan bayangan wajahnya sendiri yang terpantul dari permukaan air. Selengkapnya lihat Mark Cartwright, “Narcissus”, dari laman https://www.ancient.eu/Narcissus/#:~:text=Narcissus%20is%20a%20figure%20from,him%20from%20his%20self%2Dabsorption., diakses 21 November 2020.
[6] Menurut Jawid Mojadeddi, kalimat terakhir pada bagian ini menyinggung kontroversi mengenai penerus Nabi Muhammad saw. Ali bukanlah orang pertama yang menjadi penerus Nabi, dia orang keempat yang menjadi khalifah, meskipun jelas banyak umat Islam yang menganggapnya sebagai yang terbaik.
[7] Disadur dari Jalal al-Din Rumi, Masnavi: Vol 1, diterjemahkan oleh Jawid Mojadeddi (Oxford University Press: New York, 2004), hlm 238-240.
“Selemah-lemah manusia ialah orang yg tak boleh mencari sahabat dan orang yang lebih lemah dari itu ialah orang yang menyia-nyiakan sahabat yang telah dicari.” (Ali bin Abi Thalib)