Mozaik Peradaban Islam

Syair Cinta Rumi untuk Ali bin Abi Thalib (9): Makna Fathu Makkah

in Tokoh

Last updated on November 27th, 2020 02:42 pm

Rumi berkata, “Jika engkau berpikir Nabi mengejar kekuasaan, engkau pasti hilang akal, membandingkan beliau dengan keserakahan bodohmu sendiri!”

Ilustrasi Nabi sedang menuju ke Makkah dalam peristiwa Fathu Makkah. Sumber: Siyer-i Nebi: The Life of the Prophet 1595., Hazine 1223, folio 298a

Dalam penjelasan tentang bagaimana upaya Nabi untuk menaklukkan Makkah dan kota-kota lainnya. Hal itu bukanlah karena beliau cinta akan kekuasaan, karena beliau telah bersabda: “Dunia adalah bangkai.”[1] Semua itu melainkan atas perintah Allah semata.

Nabi berjuang untuk menaklukkan Makkah, meskipun kekuasaan bukanlah tujuannya – bagaimanapun, beberapa masih belum tahu mengenai hal ini.

Beliau yang dadanya suci mengabaikan peti harta dari semua surga ketika diuji (yaitu ketika peti-peti itu dipenuhi dengan harta sampai meluap, dan juga disediakan bidadari, dan ruh-ruh memandangnya, yang telah menghiasi diri mereka sendiri hanya demi dirinya) tidak memiliki keinginan kecuali hanya kepada Allah – jangan sampai salah!

Kemuliaan Allah telah memenuhinya begitu banyak, sehingga jelas, bahkan mereka yang dekat dengan Allah pun tidak mampu lebih mendekat lagi. Tidak ada nabi lainnya yang dapat mencapai maqam itu, sahabatku, atau bahkan malaikat – cobalah pahami![2]

“Kami tidak berpaling dan kami tidak seperti bangkai,” beliau berkata, “Kami jatuh cinta kepada Allah dan bukan kepada taman-Nya.”

Harta dari surga, meskipun beliau melihatnya langsung, Nabi menilai itu tidak berharga sebagaimana jerami – apalah artinya Makkah, Suriah, dan Irak untuk didambakan dan ingin beliau serang! Jika engkau berpikir demikian, engkau pasti hilang akal, membandingkan beliau dengan keserakahan bodohmu sendiri!

Letakkanlah kaca kuning tepat di depanmu dan semuanya akan terlihat kuning juga – menghancurkan lensa berwarna seperti itu adalah suatu keharusan untuk membedakan Manusia dari debu.

Debu mengepul di belakang kudanya saat ksatria itu melaju, engkau malah mengira debu itu manusia pilihan Allah!

Setan melihat debu dan berkata, “Benda yang terbuat dari tanah liat tidak bisa lebih baik dari pada apiku bukan?”

Jika sahabat-sahabat terkasih Allah itu seburuk yang engkau lihat, pikiranmu itu adalah warisan Setan; Jika engkau juga bukan anak Setan, bagaimana warisan anjing itu sampai kepadamu?

Tentang Orang Yahudi

“Aku bukanlah anjing, melainkan hati singa Allah, sangkar berbentuk hati singa Allah telah pergi! Singa duniawi mencari mangsa, gemar menimbun, kebebasan kematian menarik singa sang tuan: seratus nyawa yang dilihatnya dalam kematian – tujuannya menjadi untuk terbakar, bagaikan ngengat di dalam nyala api kematian!

“Keinginan untuk mati adalah kalung bagi orang-orang yang terbaik, sementara bagi orang Yahudi itu adalah ujian utama: ‘Wahai orang Yahudi!’ di dalam al-Kitab, Allah berfirman, ‘Bagi yang tulus ada untungnya mati: sementara keuntungan dapat membuat orang ingin membunuh. Keinginan untuk kematian sendiri lebih baik lagi.

“‘Biarlah keinginan ini berada di lidah kalian sekarang, orang Yahudi, dan dengan demikian di antara kehormatan orang-orang kalian tidak akan kalah.’

“Tidak ada satu pun orang Yahudi yang berani mencoba dan menghadapi tantangan Muhammad; Inilah sebabnya beliau berkata, ‘Jika mereka menerima ini, maka tidak akan ada lagi orang Yahudi seterusnya – tidak satu pun!’

“Sebaliknya, mereka menawarkan pajak atas properti, memohon: ‘Tolonglah, sekarang jangan membuat kami semua malu!’[3] Wacana ini sepertinya tiada ujungnya, berikan aku tanganmu, karena engkau telah melihat Sahabat!”[4] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Dalam hadis yang lebih populer, hadis Nabi tentang perbandingan antara dunia dengan bangkai berbunyi, “Demi Allah, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” (HR Muslim no. 2957), atau, “Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah dari pada bangkai ini di mata kalian.” (HR Muslim no. 7607)

[2] Kalimat ini diambil dari hadis Nabi yang menggambarkan posisi dirinya yang istimewa yang diberi izin untuk “bertemu Allah” secara langsung dalam peristiwa Isra Miraj, yang mana nabi lain mana pun belum pernah mengalaminya, bahkan malaikat juga.

[3] Kisah ini merupakan anekdot yang diambil dari ayat Alquran yang berbunyi, “Katakanlah: ‘Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.’.” (QS al-Baqarah [2]: 94), dan, “Katakanlah: ‘Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.’ Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. Katakanlah: ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’.” (QS al-Jumuah [62]: 6-8).

[4] Disadur dari Jalal al-Din Rumi, Masnavi: Vol 1, diterjemahkan oleh Jawid Mojadeddi  (Oxford University Press: New York, 2004), hlm 240-241.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*