Tafsir Tematik – Islam, Nama Generik Semua Agama Samawi (1)

in Studi Islam

Last updated on March 26th, 2018 05:29 am

 

(Tinjauan Dari Perspektif Al-Qur’an, Bukan tinjauan Fiqih)

Oleh: Haydar Yahya

 

(Seyogyanya para pemeluk agama Ahlul-Kitab (Yahudi, Nasrani) menyimak Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an juga untuk mereka.)

—Ο—

 

Sebagai sebuah agama, Islam memiliki perbedaan sangat mendasar dengan berbagai agama yang dikenal dunia. Pada umumnya para pemeluk agama berpandangan, bahkan juga diantara para pemeluk agama samawi (Yahudi, Nasrani), meski sama-sama mengaku dan beriman kepada Allah Yang Maha Esa, namun dengan berbagai alasan, cenderung percaya, antara satu Utusan Allah dengan Utusan Allah yang lain, juga kitab Allah yang satu dengan kitab Allah lainnya, bukanlah sebagai satu kesatuan pesan yang berkesinambungan. Melainkan, tidak terkait satu sama lain.

Agamaku dari Tuhan dan agamamu dari setan. Kira-kira, ringkas sederhananya begitu. Akibatnya, alih-alih bisa hidup harmoni sesama umat beragama, yang terjadi malah saling menegasikan pengakuan kehadiran dan kebenarannya satu sama lain.

Tanpa disadari, seperti seringkali kita saksikan, agama Allah yang luhur ini, menjadi tampak rentan sebagai pemicu konflik, penghujatan, kebencian, permusuhan, perseteruan, pembunuhan, bahkan perang antar dan diantara sesama pemeluk agama Allah. Pada saat itu terjadi, tidak bisa diingkari, bila banyak orang kemudian secara sederhana menyimpulkan, “agama“ telah gagal, bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan mendasar manusia, selayaknya makhluq sosial. Pastilah tidak demikian halnya, bila agama dipahami sesuai ajaran dan kehendak Allah Swt.

Islam dari perspektif Al-Qur’an, justru sebaliknya. Al-Qur’an mengakui kehadiran, sekaligus menerima kebenaran semua agama samawi, kenabian, kerasulan, selayaknya penyampai pesan Allah. Bahkan merupakan kewajiban keimanan bagi seorang muslim. Lebih dari itu, Islam, mengakui hak hidup berbagai pandangan hidup, kepercayaan yang lahir sepanjang sejarah umat manusia. Sebagaimana Islam mengakui kehadiran berbagai ragam suku bangsa dan budaya sebagai sunnatullah yang sengaja diciptakan demikian. Surat Al-Hujuraat 49:13.[1]

Al-Qur’an menyebut Allah, bukan sebagai Allah Islam, Nasrani atau Yahudi, atau yang lain, melainkan Allah Semesta Alam, Robbul ‘Alamien. (Al-Qur’an, Surat Al-Fatihah 1: 2).[2] Rabbun-Nas, Allah umat Manusia (Surat An-Nas 114: 1,2,3).[3] Menyebut RasulNya, sebagai Rahmatan lil ‘Alamien, Rahmat bagi Alam Semesta. (Surat Al-Anbiya’ 21: 107).[4] PesanNya ditujukan kepada seluruh alam semesta (Surat At-Takwir 81: 26,27).[5]

Siapa saja yang beriman dan menyembah Allah di alam semesta ini, bisa dipahami sebagai menyembah Allah Semesta Alam, Allah yang Maha Esa. Siapa saja yang yang hidup dalam alam semesta ini, Rasulullah Muhammad saw, sebagai utusan Allah, adalah rahmat baginya. Terkecuali, bagi mereka yang berada di luar alam semesta ini.

 

Jadilah Islam sebagai sebuah agama inklusif yang unik!

Meski dikenal sebagai agama terakhir, namun, ajarannya selayaknya induk, ibu dari semua agama samawi. Bahkan Ibrahim ‘alaihis-salam, yang dikenal sebagai Bapak Tauhid/Bapak Monotheisme semua agama samawi, dinyatakan  sebagai penganut ajaran Islam yang hanif, yang bertauhid dan tidak menyekutukan Allah (Surat Ali-Imran, 3: 67).[6]

Apabila seluruh anbiyaa’ dan rasul, Para Nabi dan Para Rasul,  sejak Nabi Adam sampai Rasulullah Muhammad Saw, dipercaya sebagai pemeluk, penganut ajaran Islam, pertanyaannya, “Islam” yang bagaimana yang dianut oleh lebih ratusan ribu Nabi dan Rasul pada zamannya itu!? Pastilah Islam yang dimaksud, merujuk pada substansi makna yang terkandung dalam kata Islam, yaitu penyerahan diri, kepatuhan sepenuhnya hanya kepada Allah Yang Maha Esa, yang merupakan ushulud-din, pokok agama utama, sentral doktrin dari semua agama samawi, agama Allahu Ahad.

Selayaknya agama samawi pamungkas, Rasulullah Muhammad Saw, Khotamul Anbiya wal Mursalin, pembawa pesan kitab suci Al-Qur’an, kitab Allah terakhir nan sempurna (Surat Al-Maidah 5: 3),[7] untuk memenuhi kebutuhan umat manusia yang berkembang semakin kompleks di sepanjang masa.

Pesan Risalah utama Al-Qur’an, senantiasa bersifat universal. Benar, terdapat pula pesan, ketentuan yang bersifat parsial untuk melengkapi kebutuhan masyarakat pada saat itu, layaknya manusia sebagai mahluk sosial. Pesan Al-Qur’an yang bersifat parsial, adalah pada hal-hal khusus terkait ranah mu’amalah (poleksosbud), norma hubungan interaksi antar manusia dalam masyarakat agar terciptanya ketertiban dan keberaturan dalam hidup bermasyarakat. Al-Qur’an mengisi kekosongan norma dan atau mengganti memperbaikinya dengan yang lebih membawa kemaslahatan bagi masyarakat secara umum. Adalah niscaya, perjalanan kehidupan masyarakat dalam berbagai sisinya, senantiasa berubah dan berkembang. Begitu pula norma aturan ketentuan yang berlaku didalamnya, akan selalu mengikuti kebutuhan yang terjadi seiring perkembangannya. Setiap kaum, mengalami perkembangan, perubahan yang berbeda-beda satu sama lain. Ditentukan oleh berbagai faktor. Norma yang berlaku pada ujungnya, akan lebih didasarkan atas konsensus bersama seluruh elemen masyarakat yang beragam pada tempat dan zamannya. Karenanya akan selalu bersifat parsial. Begitulah takdir manusia. Meski manusia telah menghuni bumi ini selama jutaan tahun lamanya, tetap saja manusia akan selalu sebagai makhluk yang bersifat parsial. Mustahil kita temukan kelompok manusia universal dari segala sisi kehidupannya. Al-Qur’an secara nash menyatakan, begitulah Allah swt menciptakan umat manusia dalam berbagai ragam suku bangsa.[8] Mengakui keberadaan keberagaman suku bangsa, kelompok masyarakat dan pada saat yang sama menuntut keseragaman, adalah mustahil. Manusia bukan produk instan industri. Banyak faktor yang membentuk manusia dan menjadikannya berbeda satu sama lain. Sunnatullahnya memang sudah begitu dan tidak bisa lain. Karenanya,  norma, aturan, adat, budaya, hukum yang beragam sebagai hasil produk perjalanan sejarah yang disepakati bagi setiap masyarakat, sah-sah saja, sejauh sejalan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal yang nash dalam Al-Qur’an.

Bagi muslimin secara umum, pandangan ini semestinya adalah sangat lumrah dan mudah dipahami. Bukankah para mujtahidin, ulama cendekiawan, sepanjang sejarah keilmuan Islam, yang melahirkan berbagai madzhab dan aliran dalam keluarga besar muslimin, telah terlebih dahulu berfatwa berpendapat yang berbeda-beda, bahkan diantara para sahabat Nabi? Bisa dipastikan, perbedaan/keberagaman pandangan itu terjadi dalam norma hukum yang bersifat parsial. Disebabkan karena perbedaan tempat, budaya masyarakat pada zamannya. Sementara perbedaan pandangan di luar ranah sosial kemasyarakatan, seperti dalam soal ibadah secara umum, furu’ tatacara ibadah, sekedar karena perbedaan pemahaman yang wajar saja. Namun, dalam memandang nilai-nilai universal dalam Al-Qur’an, bisa dipastikan tidak terjadi perbedaan signifikan. Itupun kalau ada perbedaan.

Seperti yang terjadi pada Imam Syafi’i misalnya. Pada saat beliau tinggal di Iraq, melahirkan pandangan yang berbeda dengan saat beliau berada di Mesir. Sehingga dikenal adanya qaul qadim (pendapat lama) dan qaul jadid (pendapat baru) dalam pemikiran Sang Imam. Akankah kemudian bisa disimpulkan, bahwa pandangan lama Imam Syafi’i telah salah yang kemudian diralat dengan pandangannya yang baru!? Bisa saja, kedua pandangan itu sama-sama benarnya. Yang membedakannya adalah tempat dan waktu, dimana pandangan itu tepat disampaikan. Kesemuanya demi kemaslahatan. Karena kemaslahatan bersama, adalah diantara nilai universal yang menjadi pedoman norma kemasyarakatan dalam ajaran Islam.

Bersambung…

Tafsir Tematik – Islam, Nama Generik Semua Agama Samawi (2)

Catatan kaki:

[1] Surat Al-Hujuraat 49 : 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

[2] Surat Al-Fatihah1:2

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala puji hanya bagi Allah Pemelihara Alam Semesta

[3] Surat An-Nas 104:1,2,3

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia

.مَلِكِ النَّاسِ
Raja Penguasa Pemilik manusia.

إِلَٰهِ النَّاسِ
Tuhan Sesembahan umat manusia

[4] Surat Al-Anbiya 21:107

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam..

[5] Surat At-Takwir 81 : 26,27

فَأَيْنَ تَذْهَبُون

Maka ke manakah kamu akan pergi?

إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,

[6] Surat Ali- Imran 3 : 67

ما كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allahdan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik

[7] Surat Al-Maidah 5 : 3

…….ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[8] Surat Al-Hujuraat 49 : 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*