Zaha Hadid: Muslimah yang Menjadi Salah Satu Arsitek Terbesar di Era Kontemporer (2)

in Arsitektur

Last updated on October 12th, 2019 09:41 am

Ketertarikan Hadid pada arsitektur bermula ketika dia berusia remaja. Ketika itu dia ikut perjalanan wisata bersama keluarganya ke wilayah Sumeria kuno yang terletak di kawasan selatan Irak. Setelah itu, lanskap kota tua tersebut tak pernah surut memenuhi imajinasinya.

Zaha Hadid lahir di Baghdad, Irak, pada tanggal 31 Oktober 1950. Dia tumbuh dalam keluarga Islam yang terdidik dan berorientasi pada multikulturalisme Barat. Ayahnya adalah seorang eksekutif dan, untuk sementara waktu, sempat memimpin partai politik Irak yang liberal. Kemampuan menggambar yang dimiliki Zaha Hadid tampaknya diwarisi dari sang ibu yang merupakan seorang artis dari Kota Mosul.[1]

Foto Zaha Hadid ketika masih kecil. Sumber gambar: archpaper.com

Ketertarikan Hadid pada arsitektur bermula ketika dia berusia remaja. Ketika itu dia ikut perjalanan wisata bersama keluarganya ke wilayah Sumeria kuno yang terletak di kawasan selatan Irak, tempat salah satu peradaban tertua di dunia. Meski sudah tinggal puing yang tidak beraturan, tapi situs kota tersebut masih memeram nuansa kemegahan peradaban masa lalu yang kental.[2]

Ziggurat adalah salah satu landmark kota Sumeria Kuno. Bangunan ini dibangunan sekitar 2100 SM. Sumber gambar: khanacademy.org

Ilustrasi tata Kota Babilonia yang merupakan peradaban lebih lanjut dari Sumeria. Tampak pada tata kota tersebut Ziggurat menjadi pusatnya. Sumber gambar: Pinters.com
Ilustrasi tata Kota Babilonia pada angle yang lebih jauh. Sumber gambar: reddit.com

Dalam salah satu wawancaranya dengan Jonathan Glancey dari surat kabar Guardian London, Zaha Hadid mengisahkan pengalamannya: “Ayahku membawa kami untuk melihat kota-kota Sumeria. Lalu kami pergi dengan perahu, dan kemudian dengan yang lebih kecil yang terbuat dari alang-alang, untuk mengunjungi desa-desa di rawa-rawa. (Kenangan akan) Keindahan lanskap itu — daerah berpasir, air, alang-alang, burung, bangunan, dan semua orang entah bagaimana mengalir bersama — tidak pernah meninggalkan saya. (Pada tahap selanjutnya) Saya mencoba untuk menemukan – menciptakan, saya kira – sebuah arsitektur, dan bentuk-bentuk perencanaan kota dari cita rasa yang sama tapi dengan cara kontemporer.”[3]

Pendidikan

Zaha Hadid memulai pendidikannya di sekolah Katolik. Di tempat ini, guru-gurunya adalah para biarawati dan bahasa pengantarnya adalah Bahasa Prancis. Menariknya, meski cukup kental nuansa Katoliknya, sekolah ini justru sangat terbuka. Mereka menerima murid dari berbagai agama, seperti Yahudi dan Islam. Seperti yang dikatakan Zaha Hadid kepada reporter Newsweek, Cathleen McGuigan, “gadis-gadis Muslim dan Yahudi bisa bermain ketika gadis-gadis lain pergi ke kapel.”[4]

Menjelang remaja, orang tua Zaha Zadid ingin agar anaknya menjadi seorang professional. Untuk itu mereka menyekolahkan Hadid di Universitas Amerika di Beirut, Lebanon, pada bidang studi matematika. Pada tahun 1972, Hadid melanjutkan sekolahnya ke Architectural Association School of Architecture, di London. Di sinilah dia menemukan dunianya.

Semua imajinasi masa remajanya tentang Kota Sumeria dan arsitekturnya menemukan ruang ekspolrasi yang tak terbatas. Zaha Hadid jatuh cinta pada dunia arsitektur. Dia bertekad mendedikasikan seluruh hidupnya dalam dunia tersebut. Itu sebabnya dia tidak menikah dan tidak pula punya anak.

Dalam salah satu wawancaranya Hadid menjelaskan alasannya tidak menikah, “Jika (arsitektur) tidak membunuhmu, maka kamu tidak bagus.” [5] Maksudnya, untuk membangun kedirian, orang harus berani menantang sesuatu yang akan menarik seluruh dedikasi dalam hidupnya. Bila dia berhasil, maka dia sudah melampaui standar dari dirinya, yang dengan demikian dia layak disebut sebagai yang terbaik.  Itu sebabnya Hadid mengatakan lebih jauh, “Maksudku, sungguh — kamu harus melakukannya penuh waktu. Kamu tidak bisa masuk dan keluar (begitu saja dalam suatu profesi).”[6]

Pada 1977 Hadid telah meraih gelar sarjana, bersama dengan penghargaan Diploma khusus. Setelah itu dia langsung bekerja untuk sebuah perusahaan di London, bernama The Office of Metropolitan Architecture. Perusahaan ini didirikan oleh salah satu guru utamanya, seorang arsitek asal Belanda yang juga pemberani, bernama Rem Koolhaas. Salah satu proyek magang Hadid dalam perusahaan tersebut adalah desain untuk sebuah hotel yang dibangun di atas jembatan Hungerford, London.[7]

Foto Zaha Hadid dan Rem Koolhaas yang diambil sekitar tahuh 70-an. Sumber gambar: archpaper.com



Pada tahun 1979, iklim politik Irak berubah. Saddam Husein naik ke puncak kekuasaan, dan menjadi diktator di Irak. Tak lama setelah itu dia mendeklarasikan perang dengan tetangganya, Iran. Perkembangan situasi ini, membuat orang tua Zaha Hadid memutuskan untuk meninggalkan Irak, dan hijrah ke London. Di negeri Ratu Elizabeth itu, Zaha Hadid mendapat kewarganegaraan baru. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Zaha Hadid Biography, https://www.notablebiographies.com/supp/Supplement-Fl-Ka/Hadid-Zaha.html#ixzz61k8PX0CB, diakses 6 Oktober 2019

[2] Sebagian pendapat mengatakan, bahwa bangsa Sumeria adalah salah satu peradaban yang pertama kali memperkenalkan konstruksi bangunan megah dan tinggi di dunia. Salah satu landmark arsitektur peradaban Sumeria dikenal dengan nama Ziggurat. Konstruksi bangunan ini mengingatkan orang pada konstruksi piramida di Mesir, tapi bedanya, desain arsitektur Ziggurat lebih kompleks dan variatif. Dan bahan bangunannya pun berasal dari batu bata yang dibuat dari tanah liat.  Lihat, Zuggurat of Ur, https://www.khanacademy.org/humanities/ancient-art-civilizations/ancient-near-east1/sumerian/a/ziggurat-of-ur, diakses 6 Oktober 2019

[3] Lihat, Zaha Hadid Biography, Op Cit

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*