Mozaik Peradaban Islam

Perjalanan Rosie Gabrielle Memeluk Islam (12): Pakistan (3): Suku Pashtun (2)

in Mualaf

Last updated on July 14th, 2020 03:18 pm

Mereka bahkan terlihat sangat berbeda. Kalian akan menemukan banyak orang yang berkulit sangat pucat dan beberapa dengan mata biru/hijau yang paling menakjubkan.

Sharbat Gula, seorang gadis Pashtun bermata hijau yang mengungsi ke Pakistan pada tahun 1984 ketika terjadi perang Afghanistan-Soviet. Saat foto ini diambil, Sharbat masih berusia 12 tahun. Fotonya pernah menjadi sangat ikonik ketika menjadi sampul majalah National Geographic pada tahun 1985. Foto: Steve McCurry, National Geographic

Terpisah dari Afghanistan

Suku Pashtun untuk pertama kalinya pernah dipersatukan dalam satu pemerintahan oleh Ahmad Shah pada tahun 1747, yang memimpin dari pusat kekuasaannya di Kandahar, Afghanistan.

Meskipun orang-orang suku Pashtun mendominasi monarki Afghanistan dari sejak awal hingga dihapuskannya pada tahun 1973, namun intervensi asing dan intrik politik terus melemahkan para penerus Ahmad Shah di kerajaan tersebut.

Pada abad ke-19, Afghanistan menjadi negara penyangga (buffer state) antara Kerajaan Inggris dengan Kekaisaran Rusia di utara. Inggris pada waktu itu berupaya melindungi negeri koloninya, yaitu Pakistan dan India di tenggara, dengan menempatkan Afghanistan di batas wilayah terluar wilayah kekuasaannya.

Pada tahun 1893 Inggris mengamankan perjanjian dengan Afghan Shah (raja Afghanistan) untuk menentukan perbatasan baru antara Afghanistan dengan Pakistan yang kita kenal saat ini (Pakistan waktu itu masih menjadi bagian dari India yang dikuasai Inggris).

Perbatasan baru inilah yang kemudian membuat wilayah tradisional suku Pashtun terbagi antara Afghanistan dan Pakistan. Hal inilah kemudian yang dapat menjelaskan mengapa orang-orang Pashtun kini berada di Pakistan.

Setelah Pakistan menjadi negara merdeka pada tahun 1947, legitimasi perbatasan ini dipertanyakan secara berkala oleh pemerintah Afghanistan dan suku-suku Pashtun yang wilayahnya berada di perbatasan. Masalah ini menyebabkan ketegangan antara Afghanistan dan Pakistan, yang bersikeras untuk menentukan batas menurut versinya masing-masing.

Selama Perang Afghanistan-Soviet (1979-1989), orang-orang Pashtun menjadi yang paling menonjol di antara para anggota mujahidin, kelompok gerilya Islam yang dibentuk untuk berperang melawan pendudukan Soviet di Afghanistan dan untuk menentang pemerintah Afghanistan yang didukung Soviet.

Selama perang dengan Soviet dan perang saudara berikutnya, sekitar dua juta orang Pashtun melarikan diri ke Pakistan sebagai pengungsi. Pemerintahan Presiden Burhanuddin Rabbani, yang naik ke tampuk kekuasaan ketika pemerintah yang didukung Soviet runtuh pada tahun 1992, mencoba mengeluarkan orang-orang Pashtun dari posisi-posisi yang paling penting.

Taliban

Taliban, sebuah gerakan fundamentalis Islam yang didominasi oleh orang-orang Pashtun, merebut ibukota Afghanistan Kabul pada tahun 1996 dan segera menguasai sebagian besar negara itu. Pasukan oposisi dari etnis Tajik, Uzbek, dan Hazara kemudian membentuk Aliansi Utara untuk berperang melawan rezim Taliban.

Mujahidin Taliban. Foto: Insurgentsia

Setelah Taliban jatuh dari kekuasaan pada akhir tahun 2001, pada perang melawan terorisme yang dipimpin Amerika Serikat, Pashtun sebagai kelompok etnis utama di Afghanistan sepakat untuk membentuk pemerintahan transisi. Seorang pemimpin Pashtun terkemuka, Hamid Karzai, diangkat menjadi pemimpin sementara Afghanistan pada waktu itu.[1]

Kini meski Taliban telah jatuh, bagi beberapa orang Pashtun, Taliban masih dianggap sebagai model terbaik yang mencerminkan Islam yang sesungguhnya. Dalam catatan perjalanan yang ditulis oleh Agustinus Wibowo, seorang penjelajah dari Indonesia, digambarkan bahwa orang Pashtun begitu menghormati Taliban.

Amin, seorang lelaki Pashtun, berkata, “Dalam Islam ada lingkaran. Dan kita tidak bisa keluar dari lingkaran itu,” katanya tegas.

Lelaki yang berusia 33 tahun ini, yang telah melewatkan 29 tahun usianya di Pakistan dan kini kembali ke Afghanistan pernah menjadi pengungsi di sana, tapi dia tidak mau disebut sebagai pengungsi. Dia bicara bahasa Inggris teramat fasih, tapi dia menuding orang-orang Barat sebagai biang keladi dari masalah-masalah di negeri ini. Dan Amin sangat menghormati Taliban, yang dianggapnya sebagai Muslim terbaik.

Alasan mengapa Amin menolak disebut sebagai pengungsi di Pakistan adalah karena menurutnya Pakistan adalah bagian dari Pashtunistan, wilayah tradisional orang-orang Pashtun, dan menganggap bahwa itu masih bagian dari Afghanistan. Amin bahkan memiliki paspor kedua negara sekaligus.[2]       

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa masyarakat Muslim yang paling ideal adalah masyarakat syariah di bawah kepemimpinan Nabi dan Khalifah, 1500 tahun lalu. “Kita mengikuti cara Islam. Apabila seseorang mencuri, maka tangannya harus dipotong, sehingga orang tidak berani lagi mencuri. Itu adalah cara yang paling adil.”

“Pada zaman Taliban, kamu tidak akan takut bepergian dengan membawa ribuan dolar, tidak ada yang merampok kamu.” Taliban berhasil menyingkirkan para perampok terkenal di Jalur Selatan dengan cara memberikan hukuman mati pada mereka, lalu kepala perampok diletakkan di sisi jalan, dan badannya di sisi jalan yang lain. Ini adalah terapi kejutan bagi calon perampok lainnya.

“Sekarang, berapa banyak negara yang berusaha menerapkan hukum mereka di Afghanistan? Dan mereka semua gagal membawa keamanan ke negara ini!” kata Amin.[3]

Karena kedekatan orang-orang Pashtun dengan Taliban inilah kemudian yang membuat mereka dicap sebagai teroris.

Pashtun di Pakistan

Ketika Rosie berkunjung ke Lembah Swat, dia berkata, “Sayangnya orang-orang di lembah Swat sangat menderita setelah pendudukan oleh teroris pada 2007. Ribuan orang tak berdosa kehilangan nyawa, kebebasan, dan banyak orang hidup dalam ketakutan. Sejak 2009 dan jatuhnya para teroris, kawasan itu perlahan-lahan membangun dirinya kembali.”[4]

Rosie bersama para gadis kecil Pashtun. Foto: Rosie Gabrielle/Facebook
Anak-anak suku Pashtun di Lembah Swat. Foto: Rosie Gabrielle/Facebook

Mengenai orang-orang Pashtun di Pakistan, Rosie menilai, “Mereka memiliki cara hidup yang sangat unik dan kebudayaannya benar-benar berbeda dengan daerah lain di Pakistan. Mereka berpakaian berbeda, memiliki variasi makanan, musik, tradisi, moral, dan nilai-nilai tersendiri.”

Secara fisik, “Mereka bahkan terlihat sangat berbeda. Kalian akan menemukan banyak orang yang berkulit sangat pucat dan beberapa dengan mata biru/hijau yang paling menakjubkan. Jenis fitur langka yang hanya pernah saya lihat di majalah National Geographic,” kata Rosie.

Rosie bersama bocah lelaki Pashtun. Foto: Rosie Gabrielle/Facebook

“Mempesona. Benih yang dalam bagi jiwa. Orang-orang Pakhtun (Pashtun) adalah orang-orang yang memiliki harga diri, lembut, dan baik hati, dengan beberapa keramahan terbesar dan hati terlapang yang akan Anda lihat. Sungguh menakjubkan melihat budaya ini dan bertemu begitu banyak orang yang luar biasa!” pungkas Rosie.[5]

Karena orang-orang Pashtun secara etnisitas berbeda dengan etnis mayoritas Pakistan, mereka sebelumnya seringkali mengalami diskriminasi, belum lagi ditambah dengan adanya oknum teroris di antara mereka.

Sebanyak lima juta orang Pashtun Pakistan yang tinggal di perbatasan Afghanistan baru diberikan hak kewarganegaraan penuh setelah 150 tahun oleh Pakistan pada tahun 2018 oleh Presiden Imran Khan.[6] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] “Pashtuns.” Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.

[2] Agustinus Wibowo, “Selimut Debu 49: Melihat Islam dari Mata Pashtun (1)”, dari laman https://agustinuswibowo.com/7019/selimut-debu-49-melihat-islam-dari-mata-pashtun-1/, diakses 13 Juli 2020.

[3] Agustinus Wibowo, “Selimut Debu 50: Melihat Islam dari Mata Pashtun (2)”, dari laman https://agustinuswibowo.com/7022/selimut-debu-50-melihat-islam-dari-mata-pashtun-2/, diakses 13 Juli 2020.

[4] Facebook Page Rosie Gabrielle, “Malam Jabba Ski Resort”, dari laman https://www.facebook.com/RosieGabrielle/posts/787571214914906, diakses 13 Juli 2020.

[5] Facebook Page Rosie Gabrielle, “PUHKTUN People”, dari laman https://www.facebook.com/RosieGabrielle/posts/788787038126657, diakses 13 Juli 2020.

[6] “Pakistan Beri Kewarganegaraan Etnis Pashtun Setelah 150 Tahun”, dari laman https://dunia.tempo.co/read/1150120/pakistan-beri-kewarganegaraan-etnis-pashtun-setelah-150-tahun/full&view=ok, diakses 13 Juli 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*