Mozaik Peradaban Islam

Perjalanan Rosie Gabrielle Memeluk Islam (13): Pakistan (4): Pengalaman Mistik di Makam Baba Bulleh Shah (1)

in Mualaf

Last updated on July 15th, 2020 02:12 pm

Biarkanlah siapa pun, yang memanggilku Sayyid, dihukum dengan siksaan neraka. Dan biarkanlah dia bersenang-senang di surga, yang memberiku label seorang Arain.

Rosie di depan makam Baba Bulleh Shah. Foto: Rosie Gabrielle/Instagram

Rosie akan memulai perjalanannya melintasi Pakistan menggunakan motor dari kota Lahore. Kali ini dia akan menggunakan BMW F700 GS, sebuah motor semi-adventure berkapasitas mesin 798 cc.[1] Tidak seperti ketika menggunakan Kawasaki KLR 650 di Oman, kali ini Rosie tidak perlu berjinjit, kakinya dapat menapak tanah dengan motor ini.

Rosie dengan BMW F700 GS. Foto: Rosie Gabrielle/Instagram

Tempat pertama yang Rosie kunjungi selepas dari Lahore adalah Makam Baba Bulleh Shah di kota Kasue. Jarak dari Lahore menuju makam tersebut adalah sekitar 56 km.

Baba Bulleh Shah, yang memiliki nama asli Syed Abdullah Shah Qadiri, adalah seorang sufi mistik, filsuf, dan penyair asal Pakistan, dia juga sering dianggap sebagai “Bapak pencerahan Punjabi”. Dia dilahirkan pada tahun 1680 di Uch, wilayah Kekaisaran Mughal (sekarang Pakistan).

Setelah menyelesaikan pendidikan awalnya, dia pergi ke Lahore di mana dia bertemu dengan Inayat Arian, yang menjadi guru spiritualnya. Inayat Arian , yang lebih dikenal dengan nama Shah Inayat Qadiri, adalah mursyid sufi ternama di Lahore.

Lukisan Baba Bulleh Shah karya Sanish. Foto: Artmajeur

Dilihat dari nama belakangnya, yaitu Qadiri, dari sudut pandang historis para Sufi Qadiri silsilah spiritualnya dapat ditelusuri kembali ke Abdul Qadir al-Jailani, seorang sufi asal Baghdad yang mendirikan Tarekat Qadiriyyah.

Dalam salah satu syairnya, Baba Bulleh Shah membenarkan bahwa silsilah keilmuannya berasal dari Baghdad:

Guru dari guruku berasal dari Baghdad,

tapi guruku berasal dari takhta Lahore.

Semua sama saja. Karena Dia sendiri adalah layang-layang

dan Dia sendiri adalah tali.

Sementara itu, dilihat dari nama depannya, Syed (pelafalan lain dari Sayyid), mengindikasikan bahwa dia masih berasal dari garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Meski demikian, dalam salah satu syairnya, dia menolak gelar kehormatan tersebut:

Biarkanlah siapa pun, yang memanggilku Sayyid,

dihukum dengan siksaan neraka,

Dan biarkanlah dia bersenang-senang di surga,

yang memberiku label seorang Arain.

Jika engkau mencari kesenangan di musim semi,

jadilah budak orang Arain.

Sekadar pengetahuan, Arain adalah salah satu suku di Pakistan. Di masa Bulleh Shah hidup, mereka adalah golongan masyarakat kelas bawah yang mengandalkan hidupnya dari pertanian. Seringkali mereka menjadi buruh dari para tuan tanah. Mereka terkenal rajin dan ulet.[2]

Di masa hidupnya, oleh para Mullah setempat Bulleh Shah dianggap sudah keluar dari ajaran Islam karena pandangannya yang tidak umum. Sebagai akibatnya, ketika dia wafat, jenazahnya ditolak untuk dikuburkan di pemakaman umum.

Namun, kini situasi menjadi berbalik, orang-orang kaya di kota Kasur dan daerah sekitarnya rela untuk membayar mahal supaya mereka dapat dikuburkan di dekat makam Baba Bulleh Shah, orang yang dulunya jenazahnya mereka tolak.

Perubahan radikal ini dimungkinkan karena seriring dengan berjalannya waktu, orang-orang menyadari kesucian gaya hidup dan kebenaran ajarannya.

Karena kehidupannya yang suci dan pencapaian spiritual yang tinggi, dia kini begitu populer. Para ulama dan darwis bahkan menjulukinya dengan “Syekh dari Kedua Alam”, “Abdi Allah”, “Orang yang Mengetahui Rahmat Spiritual”, dan berbagai gelar agung lainnya.

Dianggap sebagai penyair mistik terbesar di Punjab, gubahannya telah dianggap sebagai “puncak sastra Sufi”. Para pengagumnya membanding-bandingkan tulisan dan karya filsafatnya dengan Rumi dan Syams Tabrizi. Saat ini, dia sangat dipuja di India Utara dan Pakistan.[3]

Bulleh Shah semasa hidupnya diyakini memiliki kekuatan penyembuhan, dan orang-orang rela bepergian jauh hanya untuk menemuinya, berharap agar dia mau menyembuhkan penyakit mereka. Selain itu, dia juga giat dalam menentang isu-isu tentang kasta, kredo, dan keistimewaan keluarga (bangsawan).

Dia juga mengabdikan hidupnya untuk seni, meskipun awalnya ada beberapa penolakan dari keluarga dekatnya sendiri.

Karena sikapnya, dia berhasil mengguncang status quo pada masanya, dengan menulis bait-bait puitis untuk menantang orang-orang besar pada masanya. Sebagaimana tercermin dalam baitnya berikut ini:

Wahai Bulleh Shah, mari pergi ke sana

Di mana semua orang buta

Di mana tidak ada yang mengenali kasta kita

Dan di mana tidak ada yang percaya kepada kita.[4] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Jock McLauchlan, “BMW F 700 GS Review”, dari laman https://www.mcnews.com.au/bmw-f-700-gs-review-bmws-friendliest-gs/, diakses 14 Juli 2020.

[2] “Arain (Muslim traditions) in Pakistan”, dari laman https://joshuaproject.net/people_groups/16228/PK, diakses 14 Juli 2020.

[3] J.R. Puri and T.R. Shangari, “The Life of Bulleh Shah”, dari laman http://apnaorg.com/poetry/bullahn/, diakses 14 Juli 2020.

[4] Sidra Zia, “My visit to Bulleh Shah’s tomb made me feel an otherworldly sense of peace”, dari laman https://www.dawn.com/news/1332459, diakses 14 Juli 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*