Bahwasanya Columbus ditetapkan sebagai penemu Amerika syarat dengan muatan politis, karena pada waktu itu Spanyol sedang mendominasi dunia.
Marta Linares Gonzalez, usianya 60 tahun, adalah salah seorang mualaf Kuba, dia mengatakan, “Islam adalah bagian penting dalam budaya Kuba dari sejak kedatangan Christopher Columbus ke pulau itu.” Wanita yang telah mengganti namanya menjadi Fatima itu menambahkan, “Dia datang dengan budak Moor, yang merupakan bagian dari budaya Spanyol.”[1]
Jika benar apa yang dikatakannya, maka Islam telah datang ke Kuba dari sejak tahun 1492, tahun di mana ekspedisi yang dipimpin oleh Christopher Columbus, penemu benua Amerika, mendarat di pulau Kuba.[2] Meski demikian, meskipun benar bahwasanya Columbus memiliki keterkaitan dengan orang-orang Spanyol Moor yang Muslim, namun pernyataan Fatima perlu dikaji ulang. Di luar itu masih banyak pendapat-pendapat lain.
Salah satunya datang dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin Muslim dari Amerika Latin pada tahun 2014, Erdogan mengatakan, “Pelaut Muslim mencapai benua Amerika 314 tahun sebelum Columbus, pada tahun 1178.” Untuk memperkuat pendapatnya, Erdogan mengatakan masjid sudah ada di Kuba sebelum Columbus datang, “Dalam memoarnya, Christopher Columbus menyebutkan keberadaan sebuah masjid di atas sebuah bukit di pantai Kuba.”
Alan Yuhas, reporter The Guardian, tidak setuju dengan pernyataan Erdogan, menurutnya, “masjid” dalam memoar Columbus tidak dapat diartikan secara literal, itu lebih merupakan seperti metafora. “Chris (Christopher Columbus) melihat sesuatu yang besar (yang seperti masjid di Spanyol) dan mengingatkannya terhadap (kondisi) geografi yang mengesankan; pergantian frase seperti ini pada (era) renaissance (seringkali) dilekatkan kepada sesuatu yang agung dan eksotis, dan Columbus adalah seseorang yang suka melebih-lebihkan,” ujarnya.
Yuhas menambahkan, menurutnya, sebelum kedatangan Columbus, tidak ada bukti arkeologis kehadiran Islam di Amerika. Meskipun sejarawan abad ke-10 menulis kisah tentang seorang pelaut Muslim yang kembali dari “wilayah tak dikenal” di wilayah barat dengan harta yang sangat banyak, lengkap dengan peta yang menunjukkan garis besar samar-samar sebuah pantai barat yang diselimuti kabut, namun kisah itu tidak dapat diartikan bahwa para pedagang Muslim tersebut tiba di Amerika, karena bisa saja yang dimaksud dengan “wilayah tak dikenal” itu merupakan tempat yang lain.[3]
Yuhas tidak menyebutkan siapa sejarawan abad ke-10 yang dimaksud, namun bila mengacu kepada penjelasan dari Professor Abdullah Hakim Quick, sejarawan dari Universitas Toronto, Kanada, mungkin yang dimaksud adalah al-Ḥasan Ali bin al-Ḥusain ibn Ali al-Masudi (896-956), atau biasa dikenal dengan sebutan al-Masudi saja.
Dalam catatannya al-Masudi mengisahkan tentang seorang pemuda kota Kordoba (sekarang di Spanyol) yang bernama Khashkhash bin Said bin Aswad yang menyeberangi Samudra Atlantik dan bertemu dengan orang-orang yang berada di seberangnya dan baru kembali pada tahun 889 M. Al-Masudi menulis:
“Beberapa orang menganggap bahwa samudra ini (Atlantik) adalah sumber dari semua samudra, dan di dalamnya telah banyak terjadi hal-hal yang aneh. Kami memiliki beberapa laporan tentangnya di dalam buku kami, Akhbar az-Zaman. Para petualang telah memasukinya dengan resiko kehilangan nyawa, beberapa kembali dengan selamat, lainnya hilang dalam perjalanan. Salah seorangnya adalah penduduk Andalusia (sekarang mencakup wilayah Spanyol dan Portugal-pen) yang bernama Khashkhash. Dia adalah pemuda Kordoba yang mengumpulkan sekelompok pemuda lainnya dan pergi berlayar menuju samudra ini. Setelah waktu yang lama, dia kembali dengan harta yang luar biasa. Semua orang Andalusia tahu kisahnya.”[4]
Al-Masudi juga bukan sekedar sejarawan, sebab dia juga melakukan penjelajahan-penjelajahan ke Afrika Selatan, India, China, dan Korea. Dia kemudian menuliskan hasil penelitiannya ke dalam sebuah bukunya yang terkenal, Muruj al-Dhahab wa Maadin al-Jawhar (Hamparan Emas dan Tambang Permata).[5] Di dalamnya dia menggambarkan peta dunia, dan pada salah satu daratan dalam peta tersebut dia menyebutkan satu wilayah yang bernama Ard Majhoola, yang artinya adalah “wilayah tak dikenal”. Menurut al-Masudi, Khashkhash telah mencapai “wilayah tak dikenal” itu. Professor Abdullah berdasarkan komparasinya dengan peta masa kini, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ard Majhoola adalah benua Amerika pada masa kini.[6]
Selain itu berdasarkan temuan terbaru, dikatakan bahwa orang Indian yang dianggap merupakan penduduk asli Amerika, ternyata berasal dari Asia. Terlepas benar atau tidaknya temuan tersebut, juga ditemukan bukti-bukti kehadiran penjelajah lain sebelum dan tidak jauh dari masa Columbus ketika tiba di Amerika, mereka yaitu:
- Abad ke-11: Leif Ericsson dan Viking, orang-orang Viking adalah orang Eropa pertama yang melakukan perjalanan ke Amerika. Mereka menetap di New Foundland di Kanada, juga di Greenland dan Islandia.
- John Cabot (Inggris, 1497) mencapai New Foundland.
- Jacques Cartier (Perancis, 1534) mencapai Kanada Timur (Ka Na Ta – kata Iroquois yang berarti desa besar). Di sana dia bertemu dengan orang-orang Mikmaq.
- Amerigo Vespucci (Italia, 1499) pergi ke daerah tropis untuk Portugal dan Spanyol. Secara teoritis, dia membagi daratan menjadi benua, sehingga Amerika dinamai menurut namanya (Martin Valsimula [orang Jerman] menamai Amerika dari nama Amerigo).[7]
Professor Abdullah menilai, pada masa itu peradaban Muslim jauh lebih maju ketimbang Eropa. Pada saat Eropa masih berpikir bahwa bumi itu datar, Muslim sudah meyakini bahwa bumi itu bulat, dan bahkan sudah membuat petanya. Selain itu, dengan ditemukannya fakta ada penjelajah lain dari Eropa selain Columbus, sesungguhnya Amerika bukanlah benar-benar benua misteri, ia dapat dicapai oleh banyak orang. Maka, bagi para Muslim, untuk dapat mencapai Amerika dan sekitarnya sebelum masa Columbus, itu sangatlah memungkinkan.
Professor Abdullah dalam bukunya, juga menyodorkan segudang bukti-bukti lain tentang kehadiran Muslim di Amerika sebelum masa Columbus, seperti bukti-bukti arkeologis, beberapa kesamaan bahasa lokal dengan bahasa Arab, dan bukti-bukti sejarah lainnya. Sehingga dia berkesimpulan bahwa Muslim telah tiba lebih dahulu ketimbang Columbus. Bahwasanya Columbus ditetapkan sebagai penemu pertama syarat dengan muatan politis, karena pada waktu itu Spanyol sedang mendominasi dunia. Bukan hanya itu, Professor Abdullah juga berkesimpulan, bahwa fondasi penjelajahan bangsa-bangsa Eropa, berasal dari temuan-temuan dunia intelektual Muslim.[8]
Informasi lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Sylvia Hines, kolumnis Aljazeera, orang-orang Moor Muslim dari Andalusia dibawa sebagai budak oleh para penakluk Spanyol ke Kuba, catatan-catatan tentangnya mengatakan bahwa ini terjadi pada awal 1593. Selama berabad-abad berikutnya, baik pedagang Muslim dan Kristen dari Timur Tengah tertarik datang ke Kuba karena daerah ini kaya dengan gula. Banyak dari mereka yang menetap, sebagian besar di Havana atau sekitar Santiago de Cuba, kota terbesar kedua di ujung timur pulau. Kebanyakan adalah para imigran Arab, baik Muslim maupun Kristen. Namun karena situasi dan perkembangan zaman, agama mereka akhirnya menghilang di Kuba.
Orang-orang Muslim Kuba, di masa kini, meyakini kebenaran sejarah tersebut, bahwa Islam sudah datang berabad-abad sebelumnya ke Kuba. Sehingga, sesungguhnya, bagi mereka Islam bukanlah agama yang asing, ia adalah bagian dari sejarah dan kebudayaan Kuba.[9] Wallahualam…. (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Kamilia Lahrichi, “Islam thrives in communist Cuba”, dari laman https://www.usatoday.com/story/news/world/2016/07/01/cuba-islam-religion/86564292/, diakses 9 Juni 2019.
[2] Cuba History, “The Cuba discovery by Christopher Colombus”, dari laman http://www.cubahistory.org/en/pre-columbian/discovery.html, diakses 9 Juni 2019.
[3] Alan Yuhas, “So Muslims beat Columbus to America? They had better get in line”, dari laman https://www.theguardian.com/world/2014/nov/17/muslims-beat-columbus-america-better-get-in-line, diakses 9 Juni 2019.
[4] Abdullah Hakim Quick, Islam in the America Before Columbus, dalam Adel Ismail (collector), Islam and Muslims in the American Continent (Center of Historical, Economical, and Social Studies Gefinor Center: Lebanon, 2001), hlm 25-26.
[5] Project Professional Notes, Deeper Roots: History of Islam in the Americas (Qabeelat Tayybah, 2018), hlm 38.
[6] Abdullah Hakim Quick, Op.Cit., hlm 26-27.
[7] Project Professional Notes, Op.Cit., hlm 37.
[8] Abdullah Hakim Quick, Op.Cit., hlm 53.
[9] Kamilia Lahrichi, Loc.Cit.