Masjid Cheraman Juma: Situs Arkeologi Islam Tertua di India (1)

in Monumental

Last updated on June 20th, 2019 09:25 am

Konon, seorang Raja Kerala, India, datang ke Makkah untuk bertemu dengan Rasulullah Saw. Setelah mengucapkan syahadat, dia kembali ke India bersama seorang Sahabat Nabi bernama Malik bin Dinar. Sang raja wafat di perjalanan, dan Malik terus ke India. Dia kemudian membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal sebagai Masjid Cheraman Juma.

Masjid Cheraman Juma yang terletak di distrik Thrissur, Kodungallur, negara bagian Kerala, India. Sumber gambar: wikipedia.org

Sejumlah fakta sejarah menunjukkan, bahwa ketika masa Rasulullah Saw memulai dakwahnya di Makkah, jalur lalu lintas pedagangan dunia sudah tersambung demikian kompleks. Melalui jalur inilah, berita kedatangan Islam menyebar ke segala penjuru bumi.[1]

Makkah, yang ketika itu menjadi metropolitan besar di jazirah Arab, adalah pusat episentrum peradaban dunia. Inilah pasar global yang mengalir ke dalamnya semua komoditi, modal, dan anasir lainnya dari segala penjuru bumi.[2] Maka ketika Islam datang, gaung agama ini langsung tersiar ke berbagai belahan dunia, dan menjadi isu penting di antara para raja.

Dengan adanya kenyataan ini, maka tak ayal bila kita menderetkan 10 masjid tertua di muka bumi, letak masing-masing masjid tersebut benar-benar mencengangkan. Seperti Masjid Agung Kairouan atau Masjid Uqba bin Nafi yang terletak di Kota Kairouan, Tunisia. Masjid ini dibangun oleh Jenderal Uqba ibn Nafi pada 670 masehi. Dan merupakan salah satu monumen Islam yang tertua di Afrika Utara.[3]

Sedang di ujung timur dunia, ada Masjid Huaisheng yang terletak di Kota Guangzhou, China. Masjid ini dibangun pada 627 masehi oleh salah satu sahabat besar bernama Saad ibn Abi Waqqas. Melihat dari tahunnya, masjid ini dibangun masih dalam periode kehidupan Rasulullah Saw.[4]

Dan satu lagi masjid yang tak kalah tua di banding dua di atas, yaitu Masjid Cheraman Juma yang terletak di distrik Thrissur, Kodungallur, negara bagian Kerala, India. Masjid ini dibangun pada 629 masehi, dan dianggap sebagai masjid pertama di India. Konon, masjid ini didirkan oleh sahabat yang bernama Malik bin Dinar. Keberadaan masjid ini, membukti secara gamblang bahwa Islam sudah masuk dan dikenal di anak benua India sejak masa kehidupan Rasulullah Saw.

Yang berwarna merah adalah letak negara bagian Kerala, India saat ini. Sumber gambar: tripfamily.it

Menurut beberapa legenda setempat, tempat dimana Masjid Cheraman Juma sekarang berdiri, dulunya termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Chera. Rajanya ketika itu dikenal dengan sebutan Cheraman Perumal (“Cheraman Perumal” menjadi gelar yang dipegang oleh raja-raja Chera). Konon, suatu hari dia menyaksikan peristiwa alam yang luar biasa, yaitu bulan terbelah. [5] Peristiwa ini oleh kaum Muslim dikenal dalam Al-Quran Surat Al-Qamar (54:1). [6]  

Sang raja yang kebingung dengan peristiwa luar biasa ini, memanggil para astrolog di Istananya untuk menjelaskan apa yang baru saja dia saksikan. Tapi para astrolog itu kebingungan dan tidak memiliki jawabannya. Hingga satu ketika salah satu rombongan pedagang Arab yang biasa melempar sauh di pelabuhan Malabar – yang juga pasar global masa itu – memohon beraudiensi dengan sang raja untuk mendapatkan izin ke Ceylon, Srilanka. Dalam percakapan tersebut sang raja mendapat banyak informasi mengenai agama Islam.[7]

Singkat kata, sang raja akhirnya tertarik dengan agama baru tersebut dan memutuskan pergi ke Makkah untuk menemui Rasulullah Saw. Untuk sementara, dia menitipkan semua urusan kerajaan tersebut pada putranya. Sang raja datang ke hadapan Rasulullah Saw dengan membawa hadiah. Salah satunya adalah acar jahe untuk Rasulullah dan para sahabatnya. Di hadapan Rasulullah Saw, sang raja pun bersimpuh dan menyatakan syahadat.

Setelah masuk Islam, untuk sementara waktu sang raja tinggal di Makkah. Setelah cukup lama di Makkah, akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, dan menyebarkan Islam di sana. Dalam perjalanan pulang tersebut, sang raja di temani oleh beberapa sahabat, di antaranya Saraf bin Malik, Malik bin Dinar, Malik bin Habib, Ibnu Malik dan beberapa orang lagi.[8]

Namun di tengah perjalanan pulang ke India, sang raja meninggal. Sebelum meninggal dunia, sang raja sempat berwasiat kepada para sahabatnya agar terus melanjutkan perjalanan ke India. Dia kemudian menulis surat yang ditujukan kepada putranya agar memperlakukan orang-orang yang membawa surat tersebut dengan baik dan penuh hormat. Maka berangkatlah para sahabat yang lain tersebut hingga akhirnya sampai ke Kerajaan Chera.

Di Kerajaan Chera, para sahabat Rasulullah Saw disambut dengan tangan terbuka dan penuh kehormatan oleh putra sang raja dan segenap rakyat di kerajaan itu. Sebagai bentuk penghormatan Penguasa Chera waktu itu kepada para sahabat Rasulullah Saw, dia mengizinkan mereka membangun masjid sebagai tempat ibadah di sana. Masjid inilah yang sekarang dikenal sebagai Masjid Cheraman Juma.

Menariknya, seorang cendikiawan dan penyair Kerala benama Kunhikuttan Thampuran (1864-1913) mengatakan, bahwa masjid tersebut ternyata berdiri di atas puing-puing kuil Budha.[9] Apa yang terjadi?

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Terkait instalasi jalur perdagangan purba ini, bisa merujuk pada catatan redaksi ganaislamika di link berikut: https://ganaislamika.com/tentang-masuknya-islam-ke-nusantara-3/,

[2] Terkait posisi Makkah dalam konstalasi perdagangan global masa itu, bisa mengakses serial tulisan “Kaum Quraisy”. Atau bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-3/

[3] Uraian lebih jauh mengenai sejarah dan arsitektur Masjid Uqbah bin Nafi, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/masjid-uqba-bin-nafi-monumen-kejayaan-islam-di-afrika-utara-1/

[4] Uraian lebih jauh mengenai sejarah dan arsitektur Masjid Huaisheng, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/masjid-tertua-di-china/

[5] Lihat, Oldest Indian mosque sets new precedent, https://www.deccanherald.com/content/174990/oldest-indian-mosque-sets-precedent.html, diakses 15 Juni 2019

[6] Memang sejauh ini masih banyak perdebatan di antara para mufasir Al-Quran mengenai makna ayat ini. Sebagian ada yang menyatakan bahwa ketika bulan benar-benar terbelah secara fisik, tapi ada juga yang mengatakan bahwa istilah “terbelah” itu merupakan makna simbolik, bukan secara fisik. Tapi riwayat menyangkut peristiwa ini sangat populer. Sekian banyak sahabat Nabi Saw memberitakannya, antara lain Anas Ibn Malik, Ibn Umar, Jiudzaifah, Jubair Ibn Muthim, Ibn Abbas dan lain-lain.

Sahabat Nabi Saw, Ibn Masud berkata bahwa suku Quraisy di Makkah meminta bukti kepada Nabi Muhammad Saw atas kebenaran risalahnya dengan membelah dua bulan. Maka Allah mengabulkan permintaan itu dan bulan pun terbelah, sebelah terlihat di sebelah kanan Gua Hira’ dan belahan kedua di sebelah kirinya (HR. Bukhari).

Terkait penolakan sejumlah mufasir terkait kemungkinan bulan pernah terbelah secara nyata, M. Quraish Shibab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan, bahwa “menolak riwayat-riwayat itu atas dasar bahwa ia tidak logis, bukanlah satu alasan yang tepat, karena semua ciptaan Allah sungguh mengagumkan. Semuanya adalah ayat, hanya saja karena kita telah terbiasa melihatnya maka kekaguman dan fungsi sebagai ayat sedikit demi sedikit berkurang. Padahal kebiasaan bukan alasan untuk mengurangi kekaguman dan fungsinya sebagai ayat. Seandainya terjadi apa yang tidak biasa kita lihat, maka itupun pasti akan mengagumkan dan dapat menjadi ayat.”

Lebih jauh Quraish Shihab mengatakan, “setiap muslim percaya bahwa tata kerja alam raya berjalan konsisten sesuai dengan hukum alam yang ditetapkan Allah. Tetapi pada saat yang sama setiap muslim harus percaya bahwa tidak tertutup kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang berbeda dengan kebiasaan yang terlihat sehari-hari, karena baik yang terlihat sehari-hari maupun yang tidak, biasa terlihat keduanya — bila terjadi — sangat mengagumkan dan keduanya dicakup oleh kuasa Allah Yang Maha Sempurna. Terbelahnya bulan, bukan sesuatu yang mustahil menurut akal – walau mustahil menurut kebiasaan. Karena itu terbelahnya bulan sebagai mukjizat yang telah pernah terjadi tidaklah harus dipungkiri dengan alasan tidak logis, apalagi bila sekian banyak orang yang tepercaya menginformasikannya. Yang perlu diteliti untuk menerima atau menolaknya adalah riwayat-riwayat itu, apakah shahih, atau tidak.” Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 15, Juz ‘Amma (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2005), hal. 452-453

[7] Lihat, Dr.Haseena V.A, Historical Aspects of the Legend of Cheraman Perumal of Kodungallur in Kerala, Historical Research Letter ISSN 2224-3178 (Paper) ISSN 2225-0964 (Online) Vol.17, 2015, hal. 47

[8] Lihat, Dr.Haseena V.A, Op Cit

[9] Ibid, hal. 50

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*