Abu Thalib dan Salah Persepsi (3)

in Sejarah

Last updated on August 26th, 2018 02:59 pm

Jika ada yang meyakini bahwa Abu Thalib sebagai paman Rasulullah saw mati dalam keadaan kafir, maka yang dikhawatirkan secara tidak langsung orang tersebut telah menuduh Rasulullah saw menentang Al-Qur’an, karena beliau saw telah mencintai orang kafir atau berkasih sayang dengan orang yang telah menentang Allah SWT, hal ini tidak akan pernah terjadi.

—Ο—

 

Bila kita sedikit saja bersedia berpikir dan menggeledah literatur keislaman, khususnya di mahzab Ahlus Sunnah, maka akan dengan sangat mudah dan sangat banyak kita menemukan bukti keislaman Abu Thalib. [1] Dalam Kitab Mustadrak ‘Ala Shohihain, karya Al Hakim Naisaburi yang merupakan salah seorang Ulama Ahlus Sunnah, ditahqiq oleh Adz Dzahabi, pada jilid 4 halaman 299 Hadis No: 6580 tertulis sebagai berikut:

Diriwayatkan dari Abu Ishaq: “Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda kepada Aqil bin Abi Thalib: “Wahai Abu Yazid, sesungguhnya aku mencintaimu karena dua kecintaan: cinta karena hubungan kekeluargaan denganku dan cinta karena aku mengetahui kecintaan pamanku (Abu Thalib) kepadamu.”

Riwayat di atas menjelaskan bahwa salah satu sebab kecintaan Rasulullah saw kepada Aqil bin Abu Thalib dikarenakan kecintaannya Abu Thalib kepada Aqil, hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw bukan hanya mencintai Abu Thalib saja, bahkan mencintai orang-orang yang dicintai oleh Abu Thalib. Karena itu jika kita kembalikan kepada Al-Qur’an, riwayat yang mengatakan bahwa Abu Thalib mati dalam keadaan kafir, maka kita akan dapatkan riwayat tersebut batil.

QS.Al Mujadilah (58) ayat 22, Allah SWT berfirman:

Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya (kafir), sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau keluarganya….

Sikap Rasulullah saw terhadap Aqil menunjukkan bahwa Abu Thalib adalah orang yang beriman.

Karena itu, jika ada yang meyakini bahwa Abu Thalib sebagai paman Rasulullah saw mati dalam keadaan kafir, maka yang dikhawatirkan secara tidak langsung orang tersebut telah menuduh Rasulullah saw menentang Al-Qur’an, karena beliau saw telah mencintai orang kafir atau berkasih sayang dengan orang yang telah menentang Allah SWT, hal ini tidak akan pernah terjadi. Kemudian dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman:

Qs 3:28 “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin”.

Qs 18:51 “…dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong”.

Qs 93:6 “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?

Dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi, tahqiq Al-Albani, jilid 4 halaman 418, MS:

Rasulullah saw bersabda: “Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini. Beliau saw sambil mengisyaratkan dengan jari tengah dan telunjuknya.”

Dalam Kitab Sirah Al Halabiyyah, karya Al Halabi (Ulama Ahlus Sunnah), jilid 1 halaman 383:

Al-Halabi berkata: “Dalam Kitab Usdul Ghabah, Sesungguhnya Abu Thalib melihat Rasulullah saw dan Ali sedang sholat bersama, sedangkan Ali saat itu berada di sisi kanan beliau saw, Lalu Abu Thalib berkata kepada Ja’far ra (kakak Ali bin Abi Thalib): Sholatlah engkau di sebelah putra pamanmu, Maka Ja’far sholat di sebelah kiri Rasulullah saw.”

Riwayat ini menunjukkan bahwa Abu Thalib mengakui akan kebenaran ajaran Rasulullah saw dan sama sekali tidak menentangnya, bahkan Abu Thalib memerintahkan putranya yang lain yaitu Ja’far Bin Abi Thalib untuk ikut sholat bersama Rasulullah saw dan Ali bin Abi Thalib.

Pengakuan Abu Thalib terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah diperjelas dalam Kitab Al-Bidayah Wan Nihayah, karya Ibn Katsir (Ulama Ahlus Sunnah), jilid 2 halaman 441:

Abu Thalib berkata kepada pemuka-pemuka Kafir Quraish:

“Apakah kalian tidak mengetahui bahwa saya mendapati Muhammad adalah seorang Rasul sebagaimana Musa yang tertulis di kitab-kitab sebelumnya (kitab-kitab Samawi).”

Riwayat di atas menjelaskan bahwa Abu Thalib mengakui bahwa keponakannya adalah seorang rasul, karena seperti yang sudah diketahui bahwa tidak ada satupun pemuka Quraish yang mengakui kerasulan Muhammad saw. Bagaimana mungkin seseorang yang mengakui kerasulan tersebut dapat dikatakan kafir.

Dalam Kitab Tadzkirah Al Khawash, karya Sibth Ibn Jauzi halaman 12 tertulis:

Sibth Ibn Al-Jauzi berkata: “Al Waqidi menyampaikan kepada bahwa Ali bin Abi Thalib menyampaikan: Ketika Abu Thalib wafat, aku mengabarkannya kepada Rasulullah saw lalu beliau menangis tersedu-sedu. Lalu beliau saw bersabda: Pergilah dan mandikanlah dia, pakaikan kafan kepadanya lalu kuburkan jenazahnya, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan merahmatinya. Kemudian Abbas bertanya kepada beliau saw: Apakah engkau sangat mengkhawatirkannya? Rasulullah saw menjawab: Demi Allah aku mengkhawatirkannya. Lalu Rasulullah saw menetap di dalam rumah beliau selama berhari-hari seraya meminta ampunan Allah untuk Abu Thalib.”

Berkata Al Waqidi: Berkata Ibn Abbas: Rasulullah saw berdiri dihadapan jenazah Abu Thalib seraya bersabda: “Engkau telah menyambung kasih sayang (kepadaku), semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”

Jika ada yang meyakini bahwa Abu Thalib mati dalam keadaan kafir, maka orang tersebut lagi-lagi telah menuduh Rasulullah melanggar perintah Allah dengan menentang Al-Quran (naudzubillah min dzalik). Karena Rasulullah saw mendoakan orang yang kafir. Sementara ayat mengatakan:

Qs. 9:113 “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)”.

Dalam riwayat di atas tadi sangat jelas bahwa semasa hidup Abu Thalib sampai dengan wafatnya berada dalam keimanan kepada Allah SWT dan Rasulnya SAW, karena dalam riwayat ini dapat kita lihat bahwa Rasulullah saw mendoakan, memohonkan ampunan dan kebaikan bagi Abu Thalib dari Allah SWT, dan Rasulullah saw memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk mengurus dan menguburkan jenazah Abu Thalib sesuai dengan syariat Islam. Sehingga dapat kita ketahui bahwa Abu Thalib paman Rasulullah saw, adalah seorang muknin, meninggal dalam keadaan beriman kepada Allah SWT dan Rasul saw.

Kitab Asnal Muthalib fii Najah Abi Thalib, karya Ahmad bin Zaini Dahlan (Ulama Ahlus Sunnah), halaman 18:

Ahmad Zaini Dahlan berkata: “Perhatikanlah oleh kalian bagaimana mereka menempatkan ayat-ayat Al Qur’an dan menukil hadis-hadis tentang penghinaan kepada Ibunda Rasulullah saw serta ayah dan paman beliau saw (Abu Thalib), hal ini menunjukkan tangan-tangan kotor para pembenci keluarga Rasulullah saw, yang mana mereka dekat dengan pemimpin pada masa dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, mereka memasukkan dan membuat riwayat-riwayat tersebut lalu menyebarkannya sehingga manusia meyakininya.”

Pada halaman 19, Kitab Asnal Muthalib fii Najah Abi Thalib, Ahmad Zaini Dahlan berkata:

“Perhatikanlah bagaimana cara bani Umayyah yang Nashibi (Pembenci Keluarga Rasulullah saw), memutarbalikkan perkara terhadap paman Rasulullah saw dan kedua orangtua beliau saw di api neraka.” (MK)

Bersambung…

Abu Thalib dan Salah Persepsi (4)

Sebelumnya:

Abu Thalib dan Salah Persepsi (2)

Catatan kaki:

[1] Sengaja kami himpun riwayat dari mahzab Ahlus Sunnah, meninggat cukup banyak tuduhan yang mengatakan Abu Thalib bukan Islam berasal dari mahzab Ahlus Sunnah. Padahal, justru mahzab inilah yang memiliki dalil paling banyak yang membela keislaman Abu Thalib.

1 Comment

Leave a Reply to Salah Persepsi Tentang Abu Thalib – 3 – Wewara.id Cancel reply

Your email address will not be published.

*