Mozaik Peradaban Islam

Ammar bin Yasir (1): Amir Kufah yang Telinganya Terpotong

in Tokoh

Last updated on February 13th, 2020 02:18 pm

Sosoknya digambarkan bertubuh tinggi, bahunya bidang, dan bermata biru, seorang yang amat pendiam dan tak suka banyak bicara. Telinganya terpotong. Dialah sahabat Rasululllah yang dijamin masuk Surga.

Foto Ilustrasi, lukisan karya Corporate Art Task Force, Pakistan, Artis: 1. Mahnoor Shah, 2. Maryam Mughal, 3. Mazher Ali. Sumber: Saatchi Art

Pada permulaan tahun ke-4 sejak masa kenabian, Rasulullah SAW mulai melancarkan dakwahnya secara terang-terangan di Makkah. Pada awalnya orang-orang kafir Quraisy mencoba membendung dakwah Rasulullah dengan cara-cara yang relatif “sopan”, dalam artian tidak melampaui batas sampai ke arah fisik.

Mereka melontarkan ejekan, menghina, mengolok-olok, dan menjadikan Muslim sebagai bahan tertawaan. Mereka juga menjelek-jelekkan ajaran Rasulullah, membangkitkan keraguan-keraguan, dan menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran Islam.

Selain itu, mereka menyebarkan dongeng-dongeng terdahulu agar orang-orang yang sudah pernah mendengarkan ayat Alquran melupakan isinya. Dengan dongeng-dongeng ini mereka berusaha membuat sibuk orang-orang agar mereka meninggalkan Alquran.

Dan yang terakhir, mereka berusaha membuat beberapa penawaran, atau kompromi. Orang-orang Quraisy mengajukan penawaran kepada Nabi Muhammad untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di jalan tengah. Di antaranya, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan ath-Thabrani, mereka meminta agar Rasulullah menyembah sesembahan mereka selama setahun, dan untuk setahun berikutnya barulah mereka menyembah Tuhannya Muhammad.

Namun, setelah berbulan-bulan cara-cara di atas dinilai tidak membuahkan hasil, dan dakwah Islam tetap berjalan, maka orang-orang kafir Quraisy berkumpul kembali, dan bahkan membentuk kepanitiaan khusus yang terdiri dari 25 orang pemuka Quraisy. Pemimpin mereka adalah Abu Lahab, paman Rasulullah sendiri.

Setelah bermusyawarah dan adu argumentasi, akhirnya mereka membuat keputusan bulat untuk menghadang Rasulullah dan sahabat-sahabatnya dengan cara baru, yakni dengan mengganggu Rasulullah, menyiksa orang-orang yang masuk Islam, dan menghadang mereka dengan berbagai siasat dan cara. [1]  

Salah satu pemuka Quraisy, Abu Jahal, kemudian melancarkan ancaman dan gertakan kepada Muslim, “Engkau berani meninggalkan agama nenek moyangmu padahal mereka lebih baik daripadamu! Akan kamu uji sampai di mana ketabahanmu, akan kami jatuhkan kehormatanmu, akan kami rusak perniagaanmu ,dan akan kami rusak harta bendamu!”[2]

Kepada Rasulullah sendiri, yang tadinya mereka masih berusaha menghormati karena beliau dilindungi oleh Abu Thalib, paman Rasulullah yang merupakan tokoh Makkah dan keberadaannya sangat diperhitungkan, kini mulai berani. Mulai dari mengumpat, melempari batu, hingga melempari kotoran, itu semua mereka lakukan terhadap Rasulullah.

Pernah suatu waktu, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud, Nabi Muhammad salat di dekat Kabah, sedangkan Abu Jahal dan teman-temannya sedang duduk-duduk. Sebagian di antara mereka ada yang berkata kepada sebagian yang lain, “Siapakah di antara kalian yang berani mengambil kotoran unta yang disembelih di Bani Fulan, dan meletakkannya di punggung Muhammad selagi sedang salat?”

Maka manusia yang paling celaka, Uqbah bin Abu Muith yang melaksanakannya. Dia menunggu dan memandang. Tatkala beliau sedang sujud kepada Allah, maka dia meletakkan kotoran itu di antara pundak beliau. Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak, sampai badan mereka terguncang-guncang mengenai teman di sampingnya.

Saat itu Rasulullah yang sedang bersujud tetap bersujud dan tidak mengangkat kepalanya, hingga Fatimah datang menghampiri beliau, lalu membuang kotoran itu dari punggungnya. Baru setelah itu beliau mengangkat kepala.[3]

Meski demikian, gangguan-gangguan semacam itu tidak begitu berarti bagi Rasulullah karena beliau memiliki kepribadian yang tiada duanya, berwibawa, dan dihormati oleh oleh setiap orang. Di samping itu, bagaimanapun beliau masih mendapat perlindungan dari Abu Thalib, orang yang paling dihormati dan disegani di Makkah.[4]

Tetapi lain halnya dengan orang-orang beriman yang berasal dari kalangan penduduk Makkah yang lemah dan miskin, atau dari golongan budak belian, orang-orang Quraisy bisa melakukan hal yang jauh melampaui batas terhadap mereka.[5]

Setiap kabilah menyiksa siapapun yang condong kepada Islam dengan berbagai macam siksaan. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak memiliki kabilah, maka mereka akan diserahkan kepada para pemuka kaum, untuk mendapatkan berbagai macam tekanan.[6]

Dengan latar belakang sejarah seperti di atas, inilah kisah tentang Ammar bin Yasir yang akan disampaikan, salah satu sahabat Rasulullah yang sudah dijamin masuk surga. Ammar dan keluarganya adalah orang-orang yang masuk Islam pada masa-masa awal Islam, dan sayangnya, mereka berasal dari golongan yang disebut belakangan, yakni golongan lemah dan budak belian.

Beberapa ahli riwayat menggambarkan perawakan Ammar bin Yasir, “Dia adalah seorang yang bertubuh tinggi dengan bahunya yang bidang dan matanya yang biru, seorang yang amat pendiam dan tak suka banyak bicara.”

Dalam riwayat lain, di masa yang akan datang, ketika Ammar sudah menjadi seorang Amir di Kufah, seseorang meriakinya, “Hai, yang telinganya terpotong!”[7]

Kisah bagaimana telinganya dapat terpotong, akan dikisahkan nanti dalam kelanjutan seri-seri artikel ini. (PH)

Bersambung ke:

Catatan Kaki:


[1] Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 114-118.

[2] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 246.

[3] Abdullah bin Masud, diriwayatkan kembali oleh Bukhari, dikutip dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Op.Cit., hlm 120.

[4] Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ibid., hlm 123.

[5] Khalid Muhammad Khalid, Loc.Cit.

[6] Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Loc.Cit.

[7] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 254-255.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*