Mozaik Peradaban Islam

Asal-Usul Dinasti Mamluk (5): Pertempuran Ain Jalut

in Monumental

Last updated on July 15th, 2018 10:50 am

“Mamluk memancing prajurit Mongol dengan pura-pura melarikan diri. Pasukan Mongol terperangkap oleh taktik yang biasanya mereka lakukan sendiri. Pertama kalinya dalam sejarah, Mongol kalah telak.”

–O–

Pertempuran Ain Jalut terjadi pada tanggal 3 September 1260, di Galilea Tenggara, di era modern lokasi ini berada di Palestina yang sekarang telah diduduki oleh Israel. Pertarungan ini merupakan salah satu titik balik dalam sejarah Timur Tengah. Ain Jalut berarti “Musim Semi Goliath/Jalut.” Dalam perhitungan sederhana, kedua pasukan berjumlah seimbang, keduanya menerjunkan sebanyak antara 10.000 sampai 20.000 pasukan, termasuk kavaleri di dalamnya.[1]

Namun Hulagu tidak hadir, sebelumnya seorang utusan dari jantung kota Mongol datang ke Hulagu, memberi kabar bahwa Khan Agung, Mongke Khan, telah meninggal di Karakoram, dan sesuai dengan tradisi Mongol, semua pangeran, termasuk Hulagu, harus segera pulang untuk memilih khan baru. Hulagu membawa pasukan utamanya kembali ke Maragheh, dan karena yakin dapat menang melawan Mamluk, dia hanya menyisakan sekitar 20.000 pasukannya untuk menyerang Mesir, dengan dipimpin oleh Kitbuqa, salah satu komandan militernya.

Ketika berita tentang pulangnya Hulagu ke Karakoram sampai ke telinga Qutuz, dia segera menyadari bahwa situasi ini telah berubah menjadi keuntungannya. Dia memerintahkan untuk menghentikan persiapan pertahanan di Kairo dan sebagai gantinya memerintahkan pasukannya segera bersiap untuk maju terlebih dahulu untuk menyerang pasukan Mongol.

Pergerakan menentukan Qutuz yang lainnya adalah dia mengirimkan utusan ke para pemimpin Tentara Salib di Acre untuk diizinkan melintas dengan aman dan mengajukan permintaan untuk dapat membeli persediaan logistik dari mereka.

Permintaan Qutuz menjadi dilema bagi pimpinan Tentara Salib. Apabila mereka bekerja sama dengan Qutuz, maka itu akan menjadi sebuah tanda bahwa mereka membuka permusuhan dengan orang-orang Mongol, membuka peluang bahwa mereka juga akan diserang kemudian hari oleh para pasukan Mongol yang bengis. Namun di sisi lain, Qutuz adalah satu-satunya harapan mereka supaya wilayah mereka aman dari serangan Mongol. Setelah perdebatan panjang, pada akhirnya mereka menyetujui permintaan Qutuz.[2]

 

Jalannya Pertempuran

Galilea Tenggara bagi Mamluk terhitung sebagai kampung halaman, yang mana itu berarti mereka lebih mengenal medan ketimbang orang-orang Mongol. Bertempur di sana artinya dapat juga memperkokoh barisan pertahanan mereka. Mamluk menyembunyikan sebagian besar pasukannya di bukit-bukit berhutan dan lembah di sekitar Ain Jalut.

Pada hari pertama, dengan dipimpin oleh Baibars, kebanyakan pertempuran terdiri dari unit-unit kecil kavaleri Mamluk yang menyerang pasukan Mongol dengan metode menyerang dan lari. Tujuannya adalah untuk menarik pasukan utama tentara Mongol ke tempat yang mereka inginkan, yaitu tempat di mana pasukan besar Mamluk bersembunyi. Setelah beberapa jam melancarkan taktik menyerang dan lari yang menjengkelkan Mongol, rupanya mereka berhasil, pasukan Mongol menyerang dengan kekuatan penuh dan langsung menuju ke perangkap yang telah dipersiapkan Mamluk.[3]

Ilustrasi Pertempuran Ain Jalut. Photo: Ghurra Productions/YouTube

Ketika pasukan Mongol tiba, Baibars yang tadinya lari, tiba-tiba memerintahkan pasukannya untuk berbalik dan menghadapi musuh. Barulah kemudian orang-orang Mongol menyadari bahwa mereka telah ditipu oleh salah satu taktik favorit mereka sendiri: pura-pura melarikan diri. Ketika pasukan Baibars berbalik menyerang Mongol, Qutuz memerintahkan pasukan besar Mamluk yang bersembunyi untuk keluar dan menyapu dari kaki bukit untuk menyerang bagian samping pasukan Mongol.[4]

Di tengah pertempuran yang sengit, beberapa unit pasukan Mongol yang terdesak melarikan diri, menyebabkan unit pasukan lainnya menjadi panik dan ikut lari. Terlepas dari sejumlah serangan balik yang dilakukan oleh orang-orang Mongol, namun secara keseluruhan, pada akhir pertempuran yang keluar menjadi pemenangnya adalah Mamluk. Pasukan Mongol yang tidak terbunuh selama pertempuran dikepung saat mereka mencoba melarikan diri.[5]

Kitbuqa, komandan pasukan Mongol, terus bertempur dengan segala daya dan upayanya. Beberapa orang pasukan memintanya untuk melarikan diri juga, tetapi dia menolak untuk mendengarkan. Pada akhirnya dia roboh juga setelah menahan serangan yang bertubi-tubi, dan dia ditangkap. Sebelum dieksekusi, Kitbuqa berkata, “Katakan kepada Padishah Hulagu Khan, bahwa dia seharusnya tidak bersedih karena kehilangan prajurit Mongol. Biarkan dia membayangkan bahwa istri para prajuritnya belum hamil selama setahun dan kuda-kuda ternak mereka tidak hilang. Semoga kejayaan ada pada Padishah. Selama keluhurannya terjaga, setiap kehilangan akan ada gantinya. Hidup dan matinya para pelayan seperti kita tidak berarti.”

Qutuz membalas, “Orang yang tercela,  engkau telah menumpahkan begitu banyak darah secara salah, mengakhiri hidup para pahlawan dan orang-orang terhormat dengan janji palsu, dan menggulingkan kerajaan nenek moyang dengan janji-janji palsu. Sekarang engkau akhirnya jatuh ke dalam perangkap sendiri.”

Kitbuqa balik mengancam, “…. ketika berita tentang kematianku mencapai Hulagu Khan, samudra amarahnya akan mendidih, dan dari Azerbaijan hingga ke gerbang Mesir akan dilanda gempa oleh kuda-kuda Mongol. Mereka akan mengambil pasir Mesir dari sana di dalam kantung hidung kuda mereka. Hulagu Khan memiliki tiga ratus ribu penunggang kuda terbaik seperti Kitbuqa. Denganku, kau hanya mengalahkan salah satu dari mereka.” Setelahnya Kitbuqa dipenggal, dan kepalanya dipajang.[6]

Dengan kematian Kitbuqa, pasukan Mongol terpaksa melarikan diri, mereka mundur ke Suriah dan kemudian menuju Baghdad. Pertempuran Ain Jalut adalah pertama kalinya pasukan Mongol mengalami kekalahan yang begitu besar. Pertempuran ini adalah pertarungan yang tidak pernah dapat mereka balas, dan — terlepas dari beberapa keuntungan jangka pendek di tempat lain — menandai sejauh mana batas teritorial mereka di Timur Tengah, yang sisanya berarti sekarang berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk. (PH)

Bersambung ke:

Asal-Usul Dinasti Mamluk (6): Terbunuhnya Qutuz dan Kelangsungan Dinasti Mamluk

Sebelumnya:

Asal-Usul Dinasti Mamluk (4): Sultan Qutuz dan Utusan Mongol

Catatan Kaki:

[1] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 140.

[2] David W. Tschanz, “History’s Hinge ‘Ain Jalut”, dari laman http://archive.aramcoworld.com/issue/200704/history.s.hinge.ain.jalut.htm, diakses 14 Juli 2018.

[3] Eamon Gearon, Loc. Cit.

[4] David W. Tschanz, Ibid.

[5] Eamon Gearon, Loc. Cit.

[6] Robin MacArthur, Mahomet Mostapha, dan Naim al Khoury (ed), “History of Jihad against the Mongols (1050-1258)”, dari laman http://www.historyofjihad.org/mongolia.html, diakses 14 Juli 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*