Sekitar 30 tahun lalu Temujin kecil disiksa dan diperbudak oleh klan ini. Kini dia berhasil mengalahkan mereka. Kepada keluarga miskin yang dulu menolongnya melarikan diri, Temujin masih ingat dan dia memberikan penghargaan khusus kepada mereka.
Setelah mengalahkan klan Jurkin, Temujin memindahkan para pengikutnya ke hilir sungai Kherlen. Temujin mendirikan perkemahan barunya di dekat pertemuan Sungai Tsenker yang lebih kecil dengan sungai Kherlen yang besar. Pada waktunya nanti, tempat ini akan menjadi ibu kota pemerintahan Temujin yang dikenal dengan sebutan Avarga, namun saat ini, tempat ini hanyalah sebuah wilayah perkemahan yang terpencil.
Tanah ini, karena berada di antara pertemuan dua sungai, maka oleh orang Mongol disebut aral, yang artinya adalah “pulau”. Karena tempat ini merupakan padang rumput terbuka yang luas, mereka menamainya dengan Khodoe Aral, yang dalam bahasa Mongolia modern artinya adalah “Pulau Pendiri”, namun dalam bahasa Mongolia klasik artinya adalah “Pulau Tandus”. Nama itu merupakan pendeskripsian yang tepat bagi tempat terpencil ini karena ia berada di tengah-tengah padang rumput yang luas, terbuka, dan tanpa pohon sama sekali.
Khodoe Aral sebagai Avarga merupakan wilayah pemukiman yang ideal bagi masyarakat padang rumput penggembala dengan jumlah yang besar. Para penggembala biasanya mendirikan tenda mereka dengan menghadap ke arah selatan untuk mendapatkan cahaya matahari selatan yang hangat agar dapat masuk dari arah pintu. Sementara itu, bagian belakang tenda yang menghadap ke arah utara dimaksudkan untuk mencegah masuknya angin utara yang dingin. Mereka juga ingin tenda mereka menghadap ke arah air, tetapi tidak terlalu dekat. Tiga puluh menit berjalan kaki dari sungai tampaknya merupakan jarak yang ideal untuk menghindari limbah kotoran manusia yang bertumpuk. Jarak itu juga dapat memberikan perlindungan dari serangga musim panas dan banjir bandang yang terkadang tiba-tiba muncul dan menghantam seluruh dataran di sepanjang pinggir sungai.
Selain keunggulan-keunggulan tersebut, Avarga juga masih cukup dekat dengan tempat kelahiran Temujin dan gunung suci Burkhan Khaldun, yang jaraknya naik sekitar 200 km ke arah hulu Sungai Kherlen. Avarga memiliki semua keunggulan tersebut, dan dari sejak tahun 1197 hingga akhir hidupnya, tempat ini berfungsi menjadi basis operasional pergerakkan Temujin.
Menyerang klan Tayichiud
Dalam waktu empat tahun pengikut Temujin semakin bertambah banyak dan kesejahteraan mereka juga terus meningkat. Meski demikian Jamuka masih tetap tidak mau mengakui kepemimpinan Temujin, dan dia juga semakin dijadikan tokoh oleh klan-klan arsitokrat bangsawan Mongol yang merasa terancam dengan segala perubahan sistem tradisional yang dilakukan oleh Temujin. Pada tahun 1201, atau Tahun Ayam, Jamuka mengadakan khuriltai tandingan untuk menjadikan dirinya sebagai penguasa bagi seluruh orang Mongol.
Jika pada khuriltai versi Temujin dia mengangkat dirinya hanya sebatas sebagai khan (kepala suku), maka tidak dengan Jamuka, dia mengangkat dirinya dengan gelar dari para leluhur, yakni Gur-ka atau Gurkhan, yang mana artinya adalah “Pemimpin dari seluruh khan”, atau “Khan dari para khan”. Dalam acara tersebut para pengikut Jamuka bersumpah setia kepadanya, dan untuk menyakralkan sumpah, mereka memotong satu kuda jantan dan satu kuda betina sebagai korban. Dengan gelar barunya tersebut, Jamuka bukan hanya menentang Temujin, tetapi dia juga dengan berani telah menentang Ong Khan.
Jamuka memilih gelar tersebut bukan hanya karena itu merupakan gelar yang telah diberikan oleh para leluhur, namun dia mempunyai motif politik lain yang efeknya lebih besar. Perlu diketahui, khan terakhir yang menyandang gelar Gur-Khan adalah paman Ong Khan, yang sebelumnya telah memerintah suku besar Kereyid hingga mesti berakhir pada saat Ong Khan memberontak dan membunuhnya. Tidak hanya sampai di sana, Ong Khan juga membunuh semua adik-adiknya. Pada masa pemberontakan itulah ayah Temujin, Yesugei, menjadi sekutu Ong Khan. Dengan memilih gelar ini, maka Jamuka secara terbuka bukan hanya menantang Temujin, tetapi juga Ong Khan yang saat ini kekuatannya masih jauh lebih besar dibanding Temujin, dan Temujin juga masih menyatakan kesetiaannya terhadap Ong Khan.
Jika Jamuka bisa memenangkan perang ini, maka dia akan menjadi penguasa tertinggi di wilayah tengah padang rumput Mongolia. Temujin didukung oleh klan-klan aristokrat bangsawan Mongol seperti Tayichiud, yang dulunya merupakan klan yang menjadi tempat keluarga Yesugei mengabdi. Selain itu, klan Tayichiud juga pernah membuang, menyiksa, dan memperbudak Temujin sewaktu masih kecil. Dengan memuncaknya perseteruan dua faksi suku Mongol yang berlawanan ini, yaitu antara kelas bangsawan dan rakyat jelata, maka Temujin yang mewakili rakyat jelata dan Jamuka yang mewakili kelas bangsawan akan terlibat dalam sebuah pertarungan maut untuk menentukan siapa yang paling pantas untuk menjadi pemimpin untuk seluruh orang suku Mongol.
Dalam peperangan ini, Ong Khan yang merasa dilecehkan oleh Jamuka, mantan pengikutnya, memutuskan untuk mendukung Temujin yang dianggap masih setia kepadanya. Ong Khan kemudian mulai mengorganisir para prajuritnya dan secara pribadi ikut turun langsung dalam perang melawan Jamuka. Singkat cerita, karena kalah jumlah, pasukan Jamuka sudah takut terlebih dahulu dan melarikan diri, sehingga Jamuka terpaksa memilih untuk mundur. Ong Khan dan pasukannya mengejar Jamuka dan dia memerintahkan Temujin untuk mengejar klan Tayichiud yang melarikan diri ke tanah mereka di sisi sungai Onon.
Temujin yang tumbuh dan dibesarkan di sisi sungai Onon mengenal baik wilayah ini. Namun tidak seperti yang diduga, meskipun pada akhirnya menang, Tayichiud cukup sulit untuk dikalahkan, Temujin bahkan sempat terluka di bagian lehernya karena terkena sabetan panah. Sebagaimana yang dia lakukan terhadap klan Jurkin, Temujin kemudian membunuh hampir seluruh pemimpin mereka, dan menjadikan sisanya sebagai pengikutnya. Pembaca mungkin masih ingat terhadap keluarga miskin pelayan klan Tayichiud yang dulu pernah membantu Temujin melarikan diri ketika leher dan tangannya dikunci oleh balok yang sangat besar sekitar 30 tahun sebelumnya, terhadap keluarga ini Temujin memberikan penghargaan khusus.
Sementara Temujin berhasil mengalahkan Tayichiud, namun Jamuka berhasil lolos dari kejaran pasukan Ong Khan. Meskipun Jamuka kehilangan Tayichiud, dia masih memiliki banyak klan lain yang loyal kepadanya, dan ketika dia melarikan diri ke bagian yang lebih jauh dari padang rumput, dia terus mencari sekutu baru yang mau bergabung untuk mendukungnya. Perseteruan puncak antara Jamuka dan Temujin masih belum terjadi, tetapi cepat atau lambat kelak ini akan terjadi.[1] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 2.