Mozaik Peradaban Islam

Berdirinya Dinasti Ustmaniyah (1): Invasi Bangsa Mongol

in Sejarah

Last updated on September 5th, 2018 03:24 pm

“Tahun 1221, sekelompok klan Orghuz yang tinggal di dekat Merv mendengar tentang kekejaman bangsa Mongol.  Mereka kemudian memutuskan untuk beremigrasi ke Anatolia. Para pengungsi inilah leluhur pendiri Kekaisaran Ottoman.”

–O–

Pada tahun 1258, di sebuah kota kecil di Anatolia utara, seorang anak laki-laki lahir. Bayi itu merupakan anak seorang pangeran dari keluarga kerajaan suku kecil di Turki. Anak yang diberi nama Osman (Ustman) itu kelak akan mewarisi jabatan, posisi, dan tanggung jawab ayahnya sebagai kepala suku pada usia 23 tahun.[1]

Sebelum berusia 30 tahun, suatu hari Osman bermimpi, bahwa dia tidak hanya akan mengubah nasib keluarganya saja, tetapi juga sejarah Tengah Timur. Mimpinya tiada lain adalah tentang mendirikan Kekaisaran Ottoman (Ustmaniyah). Berdirinya dinasti ini menjadi titik balik yang akan terus bergema selama berabad-abad mendatang. Ottoman akan menguasai dunia selama lebih dari 600 tahun.[2]

 

Latar Belakang Politik

Dalam sejarah politik dan kerajaan di Timur Tengah, asal-usul Kekaisaran Ottoman adalah salah satu bidang penelitian yang paling banyak dipelajari, namun paling sedikit dipahami. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini sebenarnya tidak pernah ditemukan satupun dokumen autentik yang ditulis pada masa Osman. Pada abad ke-14, atau 100 tahun setelah masa Osman, memang ditemukan sedikit dokumen tentang Osman. Namun dokumen-dokumen tersebut ketepatan kisahnya diragukan, karena kebanyakan isinya adalah legenda, hagiografi, dan kronik analistik.[3]

Meskipun demikian, ada beberapa hal yang secara umum diakui oleh para sejarawan, bahwa berdirinya kekaisaran Ottoman disebabkan oleh beberapa situasi eksternal dan internal yang sedang berlangsung pada waktu itu. Alasan eksternal di antaranya adalah karena adanya penurunan kekuatan Kekaisaran Bizantium di barat dan kebangkitan bangsa Mongol di timur.[4]

Pada bulan Februari tahun 1221, Tolui, putra Genghis Khan, duduk di sebuah kursi emas di dataran tandus di Afghanistan dan menonton eksekusi massal penduduk Merv. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak digiring bersama dan diserahkan kepada para prajurit untuk dibunuh. Mereka dipisahkan per kelompok, tiap kelompok terdiri antara 200 sampai 300 orang. Tak lama kemudian, menurut cerita rakyat, sekelompok klan Orghuz yang tinggal di dekatnya mendengar tentang kekejaman ini dan memutuskan untuk beremigrasi ke Anatolia, di mana penguasa Seljuk memberi mereka tanah untuk tinggal. Para pengungsi inilah leluhur pendiri Kekaisaran Ottoman.[5]

Ilustrasi bangsa Mongol. Photo: ecovoyagemongolie

Kebangkitan kekaisaran Mongol dan penyebarannya yang begitu luas dan cepat, merupakan sebuah bencana kemanusiaan dalam skala besar yang tidak pernah terjadi pada dinasti-dinasti baik sebelum maupun sesudahnya. Selain mengakibatkan jutaan orang terbunuh, mereka juga membuat seluruh kelompok etnis mengungsi. Mereka terpaksa meninggalkan tanah leluhur, mencari keselamatan dan lahan baru. Di tempat baru, tentu saja mereka berasimilasi dengan penduduk asli. Dalam hal ini, itulah yang terjadi di Anatolia.[6]

Juga dikenal sebagai Asia Kecil, Anatolia adalah sebuah semenanjung dengan daratan luas yang pada hari ini merupakan sebagian wilayah negara Turki, dan termasuk beberapa wilayah lain di sekitarnya. Pada abad sebelumnya, yakni sepanjang abad ke-13, kekuasaan suku-suku Turki yang ada di Anatolia dihancurkan, mereka yang selamat menjadi sangat lemah, dan sementara yang lainnya mengungsi.[7]

 

Kesultanan Seljuk

Berdasarkan legenda, Ertugul, ayah Osman, membawa 400 orang berkuda masuk ke Anatolia. Di sana dia menyatakan kesetiaannya terhadap Kesultanan Rum Seljuk (Istilah “Rum” mengacu kepada Romawi, atau wilayah yang pernah dikuasai oleh orang Romawi. Wilayah Kesultanan Rum Seljuk dulunya adalah bekas wilayah kekuasaan Romawi Timur, atau Bizantium). Ertugul bersama pasukannya menjadi pasukan tambahan Seljuk untuk melawan Bizantium di barat dan Mongol di timur yang dikhawatirkan akan masuk melalui perbatasan Irak. Pada tahun 1258, bersamaan dengan lahirnya Osman, orang-orang Mongol membinasakan Baghdad, ibu kota kekhalifahan Abbasiyyah.[8]

Orang-orang Seljuk Turki pada mulanya berasal dari daerah sekitar Laut Aral di Asia Tengah. Seperti banyak suku Turki lainnya, suku Seljuk adalah suku nomaden. Suatu waktu mereka bergerak ke Anatolia, kemudian mendirikan kekaisaran di sana pada pertengahan abad ke-11. Namun pada tahun 1240-an, Kesultanan Seljuk berperang dengan Mongol, dengan serangkaian kekalahan dalam pertempuran-pertempurannya. Akibatnya, beberapa pengikut dan sekutu mereka di Anatolia mengambil keuntungan dari gangguan yang datang dari Mongol dengan melepaskan diri dari kekuasaan Seljuk.[9]

Pada tahun 1294, ketika pemimpin Mongol Kubilai Khan meninggal, kekuasaan bangsa Mongol terpecah menjadi empat wilayah. Para keturunan Genghis Khan memerintah di wilayahnya masing-masing. Dengan terpecahnya kekuatan Mongol, puluhan kerajaan kecil, baik yang independen maupun semi-independen, berdiri di Anatolia. Kerajaan-kerajaan kecil ini disebut Beylik, diambil dari kata dasar bahasa Turki, “Bey”, yang berarti “pangeran”.[10]

Untuk kasus keluarga Ertugul, konon, sebagai balasan atas pengabdiannya, Sultan Seljuk telah memberikan dua distrik kecil, Sogut dan Domanic, di provinsi Bithynia yang berbatasan dengan Bizantium. Ketika Ertugul meninggal pada tahun 1280, wilayah kekuasaan dan kepemimpinannya diwariskan kepada Osman.[11] (PH)

Bersambung ke:

Berdirinya Dinasti Ustmaniyah (2): Mimpi Ustman

Catatan Kaki:

[1] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 151.

[2] Ibid.

[3] Cemal Kafadar, Between Two Worlds: The Construction of the Ottoman State (University of California Press: 1995) hlm xii.

[4] Eamon Gearon, Loc.cit.

[5] Stephen Turnbull, The Ottoman Empire 1326-1699 (Osprey Publishing: 2003), hlm 7.

[6] Eamon Gearon, Loc.cit.

[7] Ibid., hlm 151-152.

[8] Stanford J. Shaw, History of the Ottoman Empire and Modern Turkey: Volume 1, Empire of the Gazis: The Rise and Decline of the Ottoman Empire 1280-1808 (Cambridge University Press: 1976), hlm 13.

[9] Eamon Gearon, Ibid., hlm 152.

[10] Ibid.

[11] Stanford J. Shaw, Loc. Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*