Mozaik Peradaban Islam

Berdirinya Dinasti Ustmaniyah (4): Masuk ke Eropa

in Sejarah

Last updated on June 11th, 2020 06:29 am

Pada tahun 1352, Kesultanan Ustmaniyah menduduki Gallipoli. Penaklukan Balkan akan membuka jalan bagi Pemerintahan Muslim Ottoman selama berabad-abad kemudian di Eropa Timur.

Ketika Osman meninggal pada tahun 1324 di usianya yang ke-66, putranya, Orhan menggantikannya. Prestasi besar Orhan yang pertama adalah menyelesaikan pengepungan dan penaklukan kota Bursa, di Anatolia barat laut. Orhan menandai pendudukan Bursa dengan menjadikannya sebagai ibukota resmi pertama Kesultanan Ottoman. Selanjutnya, setahap demi setahap Ottoman menaklukan kota-kota Kekaisaran Bizantium lainnya di Anatolia, termasuk Nicaea, kota terbesar kedua setelah Konstantinopel. Sampai pada tahap ini, Kekaisaran Bizantium sudah tidak bergairah untuk merebut kembali wilayah-wilayah mereka yang berada di Anatolia.[1]

Masuk tahun 1342,  Ottoman diuntungkan oleh konflik internal yang terjadi di Kekaisaran Bizantium. Waktu itu perang saudara pecah di antara pendukung Kaisar John V Palaeologus (1341-71) yang masih berusia 9 tahun dengan regent John Cantacuzenus (yang di kemudian hari dikenal sebagai Kaisar John VI).[2] Regent, atau yang secara sederhana terjemahannya adalah “wali”, merupakan posisi seorang administrator kerajaan untuk menggantikan peran seorang raja ketika yang bersangkutan dianggap berada dalam keadaan tidak mampu untuk memimpin.[3] Dalam kasus ini, besar kemungkinannya karena usia John V Palaeologus masih terlalu kecil untuk dapat memimpin.

John Cantacuzenus kemudian membuka komunikasi dengan Orhan, memberikan tawaran untuk membangun aliansi yang kuat. Pada tahapan yang lebih jauh, dia bahkan menikahkan putrinya kepada Orhan pada tahun 1346. Hasilnya, sebanyak 16.000  prajurit Ottoman turut berperang dalam perang saudara di Bizantium untuk membantu pemberontakan John Cantacuzenus. Tidak lama setelah kemenangannya John Cantacuzenus naik tahta menjadi Kaisar John VI. Dia memegang tahta selama delapan tahun, didukung oleh sekutu Ottomannya yang setia, yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk menahan serangan Serbia. Pada tahun berikutnya, 20.000 prajurit Ottoman secara aktif terlibat dalam peperangan untuk Bizantium, yang mana itu membuat mereka benar-benar mengetahui tentang rute dan situasi di sana. Suatu saat nanti, orang-orang Ottoman ini akan kembali, namun untuk kepentingan mereka sendiri.[4]

Pada tahun 1352, perebutan tahta terjadi kembali ketika John V Palaeologus berusaha untuk memenangkan kembali apa yang telah hilang darinya. Orhan kembali diminta untuk membantu John Cantacuzenus. Kali ini pasukan Ottoman dipimpin oleh Suleiman, putra Orhan. Operasi militer yang mereka lakukan sangat jauh hingga mencapai Adrianopie (Edirne) di Thrace. Dalam perjalanan ke sana, Suleiman menduduki Tzympe (Chimenlik) di tanah genting Gallipoli (Gelibolu). Di sana Suleiman kemudian mendirikan stasiun militer Ottoman. Hal ini sangat mengkhawatirkan sekutunya, John VI Cantacuzenus, karena stasiun militer Tzympe tampak permanen, ketimbang sekedar pos militer sementara.[5]

Negosiasi kemudian dimulai dalam usaha untuk mengembalikan Tzympe ke Bizantium. Setelah pembayaran sejumlah besar uang, ketika sebuah kesepakatan tampaknya telah tercapai, bencana alam terjadi. Pada tahun 1354, sebuah gempa bumi besar merobohkan dinding beberapa kota di dekatnya. Pasukan Ottoman bergegas masuk untuk merebut tempat-tempat itu, sementara penduduk berlarian ke tempat aman karena ketakutan.[6]

Gallipoli (Gelibolu) dengan demikian menjadi pijakan pertama Kesultanan Ottoman di Eropa, dan segera pendudukan mereka menyebar ke tanah sekitarnya. Masjid, sekolah, dan lembaga hukum Muslim mulai bermunculan. Orhan juga mencari sekutu yang bisa memperkuat posisinya, sekutunya yang paling signifikan adalah orang-orang Genoa. Kembali ke Konstantinopel, John VI Cantacuzenus disalahkan karena membiarkan situasi berkembang menjadi keuntungan Ottoman, dan dia dipaksa untuk melepaskan tahtanya.[7]

Dari Gallipoli, Orhan dan ribuan prajurit ghazinya menerobos terus ke arah barat menuju Balkan dan menguasainya. Dengan situasi seperti ini, ibukota Bizantium menjadi terkepung oleh wilayah-wilayah bekas milik mereka sendiri yang kini dikuasai oleh Ottoman. Wilayah-wilayah tersebut, di era modern menjadi wilayah Turki di bagian benua Eropa. Penaklukan Balkan oleh Ottoman, akan membuka jalan bagi Pemerintahan Muslim Ottoman selama berabad-abad kemudian di Eropa Timur. Sementara itu, para sejawarawan, ketimbang melihat abad-abad ini sebagai periode ketegangan dan konflik yang terus menerus, banyak di antara mereka malah menyebutnya sebagai periode Perdamaian Ottoman — Pax Ottomana.[8]

Di bawah kepemimpinan Orhan, kesatuan tentara profesional, baik itu kavaleri maupun infanteri didirikan. Orhan juga memperkenalkan institusi baru yang disebut  Janissari. Kata janissari berasal dari bahasa Turki yang berarti “prajurit baru.” Unit-unit Janissari terdiri dari pemuda-pemuda Kristen yang diambil sebagai budak dari negeri-negeri yang dikuasai Ottoman. Mereka masuk Islam dan dilatih secara militer. Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya Ottoman, banyak di antara mereka yang dapat naik ke jajaran tertinggi pemerintahan Ottoman.[9]

Orhan tampaknya adalah seorang administrator dengan bakat alamiah. Dia juga mendapat manfaat dari kekacauan yang mempengaruhi bukan hanya Anatolia Timur, tetapi juga bagian lain dari dunia Muslim. Ini bukan hanya kekacauan politik, pada tahun 1347 terjadi bencana pandemi Kematian Hitam yang mencapai Timur Tengah dan Eropa pada waktu yang hampir bersamaan. Administrator, pedagang, sarjana, dan pengrajin semua mengungsi ke wilayah kekuasaannya, dan dia dapat memanfaatkan keterampilan mereka dengan baik dengan cara memperkerjakan mereka.[10]

Pemerintahan Ottoman

Setelah Orhan meninggal pada tahun 1359, Murad naik tahta menggantikan ayahnya. Suleiman, anak Orhan lainnya yang telah berjasa membawa masuk Ottoman ke Eropa, meninggal dua tahun sebelumnya karena kecelakaan, dia terjatuh dari kuda.[11] Selama masa pemerintahannya, Murad berhasil membuat Ottoman dapat memegang kendali yang lebih kuat di Balkan. Murad membuat para pangeran dari Serbia dan Bulgaria Utara tunduk kepadanya, dan juga memaksa Kaisar Bizantium John V Palaiologos untuk membayar upeti kepadanya. Murad kemudian membagi Kekaisaran Ottoman menjadi dua provinsi: Anatolia dan Balkan. Hal ini membuat pekerjaan memerintah menjadi lebih mudah.[12]

Sekitar tahun 1360-an, pasukan yang setia kepada Murad mengambil alih kota Bizantium lainnya, Adrianople.  Namanya kemudian diubah menjadi Edirne dan ia dijadikan pusat administrasi dan politik baru Kekaisaran Ottoman. Lokasinya, hanya sekitar 240 km di sebelah barat Konstantinopel, didirikan dengan tegas dan penuh percaya diri di tanah Eropa – mengirim sinyal kepada dunia bahwa Kekaisaran Ottoman tidak hanya akan mengucilkan diri di Anatolia.[13]

Lukisan Sultan Mehmed II bersama pasukannya ketika memasuki Konstantinopel. Lukisan karya Fausto Zonaro (1854–1929).

Salah satu penerus Murad, Sultan Mehmed II — atau biasa disebut Mehmed sang penakluk — mengalahkan Konstantinopel pada tahun 1453, dan ini menjadi akhir dari Kekaisaran Bizantium yang telah berkuasa selama 1.123 tahun. Mehmed II kemudian memindahkan ibukota Ottoman ke Konstantinopel, bekas ibu kota Bizantium, di mana dia mengkonsolidasikan kekuasaan. Pendiri Kesultanan Ottoman, Osman, pada tahun 1299, telah menandai dimulainya 600 tahun lebih pemerintahan di Timur Tengah Raya oleh seorang nomaden non-Arab. Di kemudian hari, ekspansi kekuasaan Kesultanan Ottoman jauh melampaui yang tadinya hanya sekedar wilayah kecil di Anatolia, mencapai Eropa Timur, melintasi Timur Tengah yang lebih luas, dan Afrika Utara – menjadikan Ottoman sebagai dinasti adikuasa lintas benua.[14] (PH)

Seri Berdirinya Dinasti Ustmaniyah selesai.

Sebelumnya:

Catatan Kaki:

[1] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 156.

[2] Stephen Turnbull, The Ottoman Empire 1326-1699 (Osprey Publishing: 2003), hlm 13.

[3] “Definitions of regent”, dari laman https://translate.google.com/#en/id/regent, diakses 7 September 2018.

[4] Stephen Turnbull, Loc.Cit.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Eamon Gearon, Ibid., hlm 156-157.

[9] Ibid., hlm 157.

[10] Ibid.

[11] Stephen Turnbull, Ibid., hlm 13-14.

[12] Eamon Gearon, Loc.Cit.

[13] Ibid., hlm 158.

[14] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*