Dinasti Abbasiyah (60): Abdullah Al-Makmun (9)

in Sejarah

Last updated on June 25th, 2019 11:21 am

Di bawah pemerintahan Al-Makmun, Baghdad berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan metropolitan terbesar di dunia, mengalahkan Bizantium dan China. Baghdad menjadi pasar global, yang menampung berbagai komoditi penting dari berbagai penjuru bumi. Tidak mengherankan bila kini ditemukan banyak koin Arab bertebaran di sejumlah bagian wilayah di dunia, bahkan hingga ke Jerman, Rusia, Swedia, dan Finlandia.

Gambar ilustrasi. Sumber: Pinterest

Setelah melakukan rekonsiliasi politik, keamanan pun kembali pulih di Baghdad. Perekonomian mulai menggeliat lagi. Para pedagang dan pelancong mulai berdatangan kembali ke Baghdad. Pertanian dan perkebunan di sekitar Sugai Tigris mulai digarap. Pembangunan pun menjadi tuntutan yang tak bisa dihindarkan. Infrastruktur dikembangkan, dan Baghdad mulai menapaki era pabrikasi, mulai dari manufaktur, hingga yang terpenting di antaranya adalah kertas.[1]

Eamon Gaeron, mengatakan bahwa munculnya industri kertas di Baghdad adalah penopang utama lahirnya abad keeamasan Islam. Dengan inilah para pelajar dan ilmuwan mulai menulis naskah-naskah ilmiah yang kemudian dikumpulkan di dalam perpustakaan yang dikenal dengan nama Bayt Al-Hikmah (Rumah Kebijaksaaan).[2] Al-Makmun, yang sejak dini sudah menyukai ilmu pengetahuan dan filsafat, berhasil mewarnai istananya di Merv dengan nuansa intelektual. Tradisi intelektual tersebut kemudian menjadi warna khas Baghdad.

Bayt Al-Hikmah[3] pada mulanya dibangun oleh Harun Al-Rasyid sebagai perpustakaan pribadi. Tapi di era Al-Makmun, fungsinya diperluas. Selain sebagai perpustakaan, Bayt Al-Hikmah menjadi pusat penelitian, observasi dan inovasi. Selain itu, Al-Makmun juga membuat sebuah observatorium, Marsad Falaki. Kepala astronomnya adalah Sind ibn Ali, yang memperkenalkan titik desimal, dan juga Yaqub ibn Tariq, yang menghitung diameter Bumi.[4]

Lukisan ilustrasi tentang suasana kegiatan di dalam Bayt Al-Hikmah. Sumber gambar: 1001intentions.com

Tidak hanya kaum Muslim yang datang dan belajar di Baghdad, tapi juga orang-orang non-Muslim dari berbagai bangsa di dunia. Salah satu yang menarik di Bayt Al-Hikmah, adalah tradisi intelektual ini didukung penuh oleh negara. Al-Makmun menetapkan pajak yang tinggi di masyarakat. Hasilnya dia distribusikan untuk mendukung penuh tradisi intelektual di Baghdad. Dia memberikan beasiswa kepada para pelajar yang ingin menuntut ilmu ke mana pun. Dia pun menggelontorkan uang cukup besar untuk mendanai sejumlah ekspedisi yang khusus untuk mengejar dokumen ataupun kitab penting ilmu pengetahuan.[5]

Lukisan ilustrasi tentang suasana kegiatan di dalam Bayt Al-Hikmah. Sumber gambar: mvslim.com

Semua ide, proposal penelitian dan rencana pengembangan terhadap ilmu pengetahuan difasilitasi oleh negara. Setiap ilmuwan yang datang dan menkontribusikan ilmunya di Baghdad, akan mendapat bayaran yang menarik. Konon, negara akan membayar setiap buku yang diterbitkan ataupun diterjemahkan dengan emas seberat buku tersebut.[6]

Pada masa ini, ilmuwan didudukkan pada posisi yang mulia. Mereka bekerja di kawasan elit kota, dan diberikan kemudahan fasilitas. Menurut Eammon Gaeron, setidaknya ada tiga bidang utama yang paling disupport pengembangannya oleh Al-Makmun; yaitu penerjemahan literatur, penelitian sains, dan ilmu keagamaan.[7]

Maka sangat wajar bila kemudian kota ini menjadi destinasi utama para ilmuwan dan ulama. Di Baghdad, para ilmuwan tersebut menerjemahkan, mensyarah, melakukan penelitian, dan menulis riset ilmiah. Menurut Philip K. Hitti, hanya satu abad setelah dibangun Bayt Al Hikmah, Perpustakaan Baghdad sudah menjadi pusat koleksi literatur paling lengkap dunia.[8]

Lebih dari sekedar pusat perkembangan ilmu pengetahuan masa itu, Kota Baghdad juga menjadi metropolitan terbesar di muka bumi. Visi pembangunan Kota Baghdad yang dulu di bayangkan Al-Manshur, menjadi nyata ketika era Al-Makmun.[9]

Philip K. Hitti menggambarkan salah satu kelebihan Baghdad adalah aksesabilitasnya. Kota ini mudah diakses baik melalui jalur perairan maupun darat. Di gambarkan oleh Hitti, ratusan kapal dari China merapat di perairan sekitar Baghadad, mulai dari jenis kapal perang, hingga kapal dagang. Mereka membawa berbagai jenis komoditi, seperti kain dan porslen.[10]

Sedangkan dari India dan Kepulauan Malaya (Nusantara), ada rempah-rempah dan mineral. Dari Turki dan Asia Tengah ada batu-batu mulia dan juga para budak. Tak mau ketinggalan, dari wilayah Skandinavia dan Rusia juga berdatangan komoditi seperti lilin dan bulu. Adapun dari Afrika, ada gading, serbuk emas, dan budak hitam. Dengan adanya konstalasi perdagangan semasif dan sebesar ini, tidak mengherankan bila kini ditemukan banyak koin arab bertebaran di sejumlah bagian wilayah di dunia, bahkan hingga ke Jerman, Rusia, Swedia, dan Finlandia.[11] (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Setelah pertempuran Talas yang terjadi pada tahun 751 M, dunia Islam mulai mengenal kertas. Di Baghdad sendiri, pabrik pembuatan kertas pertama kali dibangun atas dasar permintaan dari Bayt Al Hikmah. Tingginya kebutuhan sarana tulis menulis pada masa ini, menjadikan kertas sebagai kodefikasi kemajuan bangsa Arab. Uraian lebih jauh tentang Pertempuran Talas, bisa merujuk pada artikel di ganaislamika.com melalui link berikut: https://ganaislamika.com/pertempuran-talas-751-m-1-pertempuran-dinasti-abbasiyah-melawan-dinasti-tang-titik-balik-peradaban-islam/

[2] Lihat, Eamonn Gearon, Turning Points in Middle Eastern History; Course Guidebook, United States of America, The Teaching Company, 2016, Hal. 70

[3] Uraian lebih jauh mengenai Bayt Al-Hikmah, bisa mengakses salah satu artikel di ganaislamika.com melalui link berikut: https://ganaislamika.com/bayt-al-hikmah-lembaga-riset-pertama-islam/

[4] Lihat, New Pan-Arab Satellite 813 Named Arter The Arab World Golden Era, https://www.thenational.ae/uae/science/new-pan-arab-satellite-813-named-after-the-arab-world-s-golden-era-1.840802, diakses 29 Mei 2019

[5] Lihat, Eamonn Gearon, Op Cit, hal. 71

[6] Lihat, New Pan-Arab Satellite 813 Named Arter The Arab World Golden Era, Op Cit

[7] Lihat, Eamonn Gearon, Op Cit, hal. 70

[8] Lihat, Philips K. Hitti, “History of The Arabs; From The Earliest Time To The Present”, (London: Macmillan, 1970), hal. 292

[9] Uraian lebih jauh mengenai proses pembanguan Kota Baghdad, dapat mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/dinasti-abbasiyah-21-abdullah-abu-jafar-al-manshur-6/, Lihat juga,  https://ganaislamika.com/kota-bundar-baghdad-megapolitan-pertama-islam/

[10] Lihat, Philips K. Hitti, Op Cit, hal. 305

[11] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*