Mozaik Peradaban Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib (13): Wahsyi bin Harb

in Tokoh

Last updated on January 8th, 2021 12:50 pm

Wahsyi, seorang budak Habsyi, memiliki kemahiran istimewa dalam memainkan lembing. Hindun binti Utbah menjanjikan harta dan kemerdekaan untuknya, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, maka semua ini akan menjadi milikmu!”

Foto ilustrasi: Lukisan karya Dan Civa (1987). Sumber: Art Majeur

Alur cerita akan kita tarik mundur terlebih dahulu kepada peristiwa-peristiwa sebelum pecahnya Perang Uhud. Ketika kaum Quraisy masih melakukan persiapan perang di Makkah, mereka melakukan diskusi mengenai target utama yang akan mereka sasar.

Hasil dari pembicaraan tersebut adalah menempatkan Hamzah bin Abdul Muthalib sebagai sasaran utama yang kedua setelah Rasulullah saw. Kemudian untuk misi khusus ini, mereka memilih Wahsyi bin Harb, seorang budak Habsyi yang memiliki kemahiran istimewa dalam memainkan lembing.

Mereka memerintahkan kepadanya, pada saat perang nanti, hanya untuk memusatkan perhatian kepada satu orang saja, yaitu Hamzah. Mereka memintanya agar memperlakukan Hamzah seperti hewan buruan, yaitu didekati secara diam-diam dan kemudian pada saat yang tepat dilempar lembing, cukup sekali saja namun mematikan.

Mereka juga memberi peringatan kepadanya, bahwa apa pun yang terjadi pada saat perang nanti dan bagaimanapun hasil akhirnya, agar dia tidak pernah untuk membatalkan tugasnya itu. Oleh karenanya dia diberi keleluasaan untuk tidak ikut sama sekali dalam pertempuran besar, cukup fokus kepada Hamzah saja.

Jika berhasil, dia dijanjikan akan memperoleh imbalan yang sangat tinggi, yaitu kebebasan yang selama ini sangat dia idam-idamkan.[1]

Wahsyi adalah budak milik Jubair bin Mutham. Sewaktu Perang Badar, paman Jubair, yaitu Thuaimah bin Adi, tewas terbunuh. Jubair ingin membalas dendam, maka dia berkata kepada Wahsyi, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai pembalasan atas terbunuhnya pamanku, maka engkau menjadi merdeka.”[2]

Wahsyi kemudian mereka bawa untuk dipertemukan dengan Hindun binti Utbah, istri dari Abu Sufyan, untuk digembleng, dididik, dan dihasut mentalnya. Hindun sendiri memiliki dendam kesumat terhadap Hamzah, sebab, sebagaimana disampaikan orang-orang kepadanya, bahwa ayah (Utbah bin Rabi’ah), paman (Syaibah bin Rabi’ah), saudara (al-Walid bin Utbah), dan putranya (tidak dijelaskan putranya yang mana) telah dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar.

Oleh karena itu, maka tidak mengherankan jika Hindun sangat membenci Hamzah, dan di antara orang-orang Quraisy lainnya, tidak peduli dia lelaki atau perempuan, Hindun adalah yang paling giat dan keras untuk menghasut orang-orang agar mau berperang. Tujuannya semata adalah agar dapat membunuh Hamzah, berapapun harga yang mesti dia bayar.[3]

Pada awalnya, Hindun meminta Wahsyi untuk membunuh salah satu dari tiga orang, yaitu Rasulullah, Hamzah, atau Ali bin Abi Thalib. Namun Wahsyi menjawabnya, “Aku sama sekali tak dapat mendekati Muhammad, karena para sahabatnya lebih dekat kepadanya ketimbang siapa pun lainnya, sementara Ali amat awas di medan pertempuran.

“Namun, Hamzah terlalu galak sehingga, sementara bertempur, dia tak memperhatikan ke sisi lain, dan mungkin aku dapat menjatuhkannya dengan suatu muslihat atau menyergapnya ketika lengah.”

Wahsyi yang merupakan mantan prajurit di negeri asalnya sudah mampu membuat analisis tentang kondisi lawan-lawannya nanti. Maka tercapailah suatu kesepakatan, bahwa yang akan dibunuhnya adalah Hamzah. Hindun sendiri menjanjikan kemerdekaan kepadanya jika misi ini dapat tercapai.[4]

Berhari-hari lamanya Hindun kemudian tidak melakukan pekerjaan lain, kecuali menggembleng dan menghasut Wahsyi serta menumpahkan sumpah serapah dan kebenciannya kepada Hamzah, dan juga merencanakan peranan yang akan dimainkan oleh Wahsyi.

Selain menjanjikan kemerdekaan, dia juga menjanjikan akan memberinya kekayaan dan perhiasan yang paling berharga milik wanita seperti dirinya. Sementara dia berbicara, jari-jarinya yang penuh kebencian memegang anting-anting permata yang bernilai tinggi dan kalung emas yang terlilit pada lehernya.

Lalu dengan kedua matanya yang memancarkan semangat, dia berkata kepada Wahsyi, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, maka semua ini akan menjadi milikmu!”

Bagaimanapun Wahsyi juga menjadi tergiur karenanya, dan angan-angannya pun terbang melayang dipenuhi kerinduan ingin cepat bertemu dengan peperangan yang akan datang itu. Dia membayang-bayangkan bagaimana lembingnya dapat menembus tubuh Hamzah sehingga dia pun tidak menjadi budak lagi.

Begitu pula dia ingin segera memiliki perhiasan-perhiasan yang selama ini menghiasi  leher dan jemari istri pemimpin dan putri tokoh Quraisy tersebut.

Hari demi hari terus berjalan, dan waktu peperangan semakin dekat, Washyi pun mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke medan perang.[5] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 202.

[2] Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 340.

[3] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 202-203.

[4] Ja’far SubhaniAr-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW, (Jakarta: Lentera, 2000), hlm 382.

[5] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 203.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*