Mozaik Peradaban Islam

Ibrahim bin Adham (6): Pemuda yang Dirasuki Setan

in Tasawuf

Last updated on February 14th, 2021 02:49 pm

Suatu waktu Ibrahim melihat pemuda yang sangat bersemangat hidupnya, tidak pernah tidur baik siang maupun malam. Ibrahim melakukan penyelidikan.

Foto ilustrasi: Ali Express

Alasan Mengapa Tidak Menikah

Suatu hari Ibrahim bin Adham ditanya, “Apa yang terjadi kepadamu, sehingga engkau pergi meninggalkan kerajaanmu?”

“Suatu hari aku sedang duduk di singgasanaku,” kenangnya. “Sebuah cermin dipasang di depanku. Aku melihat ke cermin itu dan melihat bahwa tempat tinggalku adalah makam dan di dalamnya tidak ada teman yang kukenal.

“Aku melihat perjalanan panjang di depanku, dan aku tidak memiliki bekal. Aku melihat hakim yang adil, dan aku tidak memiliki pembelaan. Aku menjadi muak dengan kerajaanku.”

“Mengapa engkau pergi dari Khorasan (lokasi kerajaannya dulu)?” mereka bertanya.

“Aku mendengar banyak pembicaraan di sana tentang teman sejati,” jawabnya.

“Mengapa engkau tidak mencari istri?” dia ditanya.

“Apakah ada wanita yang memilih suami untuknya agar dia tetap kelaparan dan telanjang (kekurangan pakaian)?” dia membalas.

“Tidak,” jawab mereka.

“Karena itulah aku tidak menikah,” jelasnya. “Wanita mana pun yang aku nikahi akan tetap kelaparan dan telanjang. Jika pun aku dapat (menikah), aku akan menceraikan diriku sendiri. Bagaimana aku dapat mengikat yang lainnya ke pelanaku?”

Kemudian Ibrahim mengalihkan perhatiannya ke seorang pengemis yang hadir, dia bertanya kepadanya, “Apakah engkau punya istri?”

“Tidak,” jawab pengemis itu.

“Apakah engkau punya anak?”

“’Tidak.”

“Luar biasa, luar biasa,” seru Ibrahim.

“Mengapa engkau mengatakan demikian?” tanya pengemis itu.

“Pengemis yang menikah (bagaikan) naik perahu. Saat anak-anak hadir, ia (perahu itu) tenggelam. “

Membeli Kemiskinan

Suatu hari Ibrahim melihat seorang pengemis meratapi nasibnya.

“Aku kira engkau membeli kemiskinan secara cuma-cuma,” katanya.

“Mengapa, apakah kemiskinan itu dijual?” pengemis itu bertanya dengan heran.

“Tentu,” jawab Ibrahim. “Aku membelinya dengan kerajaan di Balkh. Aku mendapatkan penawaran. “

Penghulu Pengemis

Suatu waktu seseorang membawakan Ibrahim seribu dinar.

“Ambillah,” katanya.

“Aku tidak menerima apapun dari pengemis,” jawab Ibrahim.

“Tapi aku kaya,” balas orang itu.

“Apakah engkau menginginkan lebih dari yang sudah engkau miliki?” Ibrahim bertanya

“Tentu saja,” seru orang itu.

“Kalau begitu ambillah kembali,” kata Ibrahim. “Engkau adalah penghulunya para pengemis. Sungguh, ini bukan kemelaratan. Ini adalah kesederhanaan biasa.”

Pemuda yang Dirasuki Setan

Ibrahim diberi tahu, bahwa ada seorang pemuda bersemangat yang memiliki pengalaman luar biasa dan mendisiplinkan dirinya dengan keras.

“Bawalah aku kepadanya agar aku bisa melihatnya,” katanya.

Mereka membawanya ke pemuda tersebut.

“Jadilah tamuku selama tiga hari,” pemuda itu mengundangnya.

Ibrahim tinggal di sana dan mengamati keadaan pemuda itu dengan penuh perhatian. Keadaan pemuda itu bahkan melampaui apa yang dikatakan teman-temannya. Sepanjang malam dia tidak tidur dan berbaring, tidak istirahat atau pun tidur meski hanya sebentar. Ibrahim merasakan kecemburuan tertentu.

“Aku begitu kedinginan, dan dia tidak tidur dan istirahat sepanjang malam. Ayo kita selidiki kasusnya,” ujarnya dalam hati.

“Mari kita temukan apakah ada suatu hal dari setan yang telah menguasai keadaannya, atau apakah itu sepenuhnya murni dan dalam segala hal berjalan sebagaimana mestinya. Aku harus memeriksa dasar masalahnya. Dasar dan akar masalahnya adalah apa yang dimakan manusia.”

Maka dia menyelidiki apa yang dimakan pemuda itu, dan menemukan bahwa itu berasal dari sesuatu yang haram.

“Allahuakbar. Itu adalah setan,” seru Ibrahim.

“Aku telah menjadi tamumu selama tiga hari,” katanya kepada pemuda itu. “Sekarang engkau datanglah dan menjadi tamuku selama empat puluh hari.”

Pemuda itu menerima undangannya. Makanan yang Ibrahim makan selama ini diperoleh dengan kerja tangannya sendiri. Dia membawa pemuda itu ke rumahnya dan memberinya makanannya sendiri. Dengan segera kegairahannya lenyap. Semua semangat dan hasratnya lenyap.

Kegelisahan, sulit tidur, dan ratapannya telah hilang.

“Apa yang telah engkau lakukan kepadaku?” dia menyeru.

“Ya,” jawab Ibrahim. “Makananmu haram. Setan selalu datang dan pergi merasuk ke dalam dirimu. Segera setelah engkau menelan makanan yang halal, perwujudan yang dia buat dalam dirimu terungkap apa adanya, ini adalah pekerjaan Iblis.”[1] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Farid al-Din Attar, Muslim Saints and Mystics (Tadhkirat al-Auliya’), diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh  A. J. Arberry, (Omphaloskepsis: Iowa, 2000), hlm 77-80.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*