Mozaik Peradaban Islam

Islam di Lombok (2): Masuknya Islam

in Islam Nusantara

Last updated on June 3rd, 2018 07:42 am

“Agama Islam masuk di pulau Lombok kira-kira abad ke-16 M, diperkenalkan oleh Sunan Prapen (Sayyid Maulana Muhammad Fadlullah), putra Sunan Giri (salah satu Wali Songo). Maka setelah kedatangannya, masyarakat Lombok yang tadinya beragama Hindu-Jawa, beralih ke agama Islam.”

–O–

Photo Feature: Via Adhy_nata

Deskripsi tentang sejarah masuknya Islam ke Lombok dapat menjelaskan kenapa Islam di Lombok dapat terbagi menjadi dua jenis praktik keagamaan—Islam Waktu Lima (W5) dan Islam Wetu Telu (W3). Namun sebelum masuk ke sana, kita akan membahas dulu masyarakat Lombok pra-Islam. Sebab, hal ini juga penting, karena gambaran masyarakat Lombok pra-Islam lah yang akan mewarnai corak Islam Wetu Telu di masa kini.

 

Lombok Pra-Islam

Para ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum Islam datang, Boda adalah agama asli etnis Sasak. Sebagian besar orang Sasak Boda ini secara resmi dicatat pemerintah sebagai pemeluk agama Buddha, salah satu dari lima agama yang diakui pemerintah Indonesia. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah keturunan kerajaan Majapahit yang melarikan diri ketika terjadi penyerangan Muslim. Terkadang orang Sasak Boda menyebut agama mereka dengan sebutan agama Majapahit.[1]

Tampaknya orang Sasak Boda tidak berlebihan mengklaim diri mereka sebagai penganut agama Majapahit. Dalam kitab hukum Majapahit yang terkenal “Lontar Negara Kertahagama” karya Empu Prapanca, di dalamnya secara eksplisit menyebutkan bahwa Lombok ditaklukan oleh tentara Majapahit. Pada tahun 1334 M, kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Lombok semisal Kerajaan Pematan, Kerajaan Lombok, Kerajaan Perigi, kerajaan Selampang, dan kerajaan Pejanggik, berhasil ditaklukan oleh kerajaan Majapahit Jawa Timur yang dipimpin langsung Patih Gajah Mada.[2]

Menurut peninggalan sejarah yang dijumpai pada lempengan tembaga, disebutkan bahwa kedatangan Patih Gajah Mada didampingi oleh Datu Lumendung Sari. Pasukan Gajah Mada ini diberitakan mendarat pertama kali di desa Akar-Akar, wilayah Lombok Barat bagian utara.[3] Tambahan lagi, keningratan Sasak hingga saat ini biasanya merujuk leluhur mereka kepada Majapahit. Begitu juga, berbagai gelar dan dewa-dewa Boda, dengan jelas menunjukkan bahwa itu adalah warisan Hindu-Jawa.[4]

Peninggalan pengaruh Hindu-Jawa masih dapat dibuktikan secara monumental di Sembalun, Sebuah Desa yang terletak di sebelah utara pulau Lombok. Goris dalam Aantekeningen Over Cost Lombok mengindikasikan, bahwa di Bayan dan Sembalun terdapat dua kampung tua yang diyakini bahwa penduduknya merupakan keturunan Majapahit. Lebih jauh Goris menyatakan:

“Sebelum agama Islam datang, Lombok dalam waktu yang cukup lama pernah mengalami pengaruh agama Hindu Budha yang datang dari Jawa. Dalam Kitab Negarakertagama dijelaskan bahwa Lombok sudah ditemukan pada abad ke 14 M dan takluk di bawah kerajaan Majapahit. Menurut legenda, ada dua kampung tua yaitu Bayan dan Sembalun sebagai bukti sejarah yang terdapat di pulau ini dan ditemukan oleh seorang pangeran Majapahit.”[5]

Selain itu Goris juga mengatakan, meskipun sekarang sebagian besar penduduk Sembalun beragama Islam, namun ciri-ciri kebudayaan mereka seperti musik, tarian, bahasa, dan pakaiannya memperlihatkan kemiripan yang nyata. Selain itu, di Sembalun juga terdapat makam yang diyakini masyarakat setempat sebagai makam keturunan terakhir Majapahit.[6]

 

Masuknya Islam

Agama Islam masuk di pulau Lombok kira-kira abad ke-16 M, dan penyebarnya yang terkenal adalah Sunan Prapen, salah seorang putra Sunan Giri, salah satu dari sembilan wali (Wali Songo). Ketika itu Sunan Prapen memimpin sebuah ekspedisi penyebaran Islam dari pulau Jawa. Berdasarkan mitologi lokal yang dicatat dalam berbagai babad atau sejarah-sejarah yang ditulis di pohon palma, disebutkan bahwa Sunan Giri bertanggung jawab atas diperkenalkannya Islam ke Lombok pada tahun 1545 M. Berkembangnya Islam di pulau Lombok merupakan babakan sejarah baru dalam mengubah keyakinan keagamaan etnis Sasak menjadi pemeluk agama Islam.[7]

Setelah menaklukkan kerajaan Hindu Majapahit, penguasa Islam Jawa, Susuhunan Ratu Giri mengirimkan utusan-utusannya ke berbagai daerah di wilayah Nusantara. Utusan yang dikirim ke Lombok dan Sumbawa adalah Pangeran Prapen dan sering disebut sunan Prapen.[8] Sunan Prapen tiba di Labuan Carik (pantai Anyar) dan sekarang menjadi kota Kecamatan Bayan.[9] Menurut Sumber lain, Islam masuk ke Lombok melalui sebelah utara (Bayan) atas instruksi Sunan Pengging dari Jawa Tengah kira-kira permulaan abad ke-16 M.[10] Setelah Lombok diislamkan, desa-desa lain menyusul satu demi satu diislamkan.[11]

Terlepas dari berbagai versi sejarah tentang masuknya Islam ke Lombok, yang jelas Islam memang datang dari Jawa dan tiba pertama kalinya di Lombok utara pada abad ke-16 M, diperkenalkan oleh Sunan Prapen. Versi inilah yang cenderung menjadi kesepakatan para ahli sejarah.[12] (PH)

Bersambung ke:

Islam di Lombok (3): Strategi Penyebaran Islam (1)

Sebelumnya:

Islam di Lombok (1): Pulau Seribu Masjid

Catatan Kaki:

[1] John Ryan Bartholomew, Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak, ter. Imron Rosyidi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), hlm 93-94, dalam Asnawi, Respons Kultural Masyarakat Sasak Terhadap Islam (Jurnal Ulumuna, Volume IX Edisi 15 Nomor 1 Januari-Juni 2005), hlm 2-3.

[2] Muhammad Syamsu AS., Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya (Jakarta: Lentera Basritama, 1999), hlm 114, dalam Asnawi, Ibid., hlm 3.

[3] Ibid.

[4] John Ryan Bartholomew, Ibid., hlm 94, dalam Asnawi, Ibid.

[5] Goris R., Aantekeningen Over Cost Lombok (t.t.p.: t.p., 1963), hlm 245, dalam Asnawi, Ibid., hlm 3-4.

[6] Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Wetu Lima, (Yogyakarta: LkiS, 2000), hlm 286.

[7] John Ryan Bartholomew, Loc.Cit., dalam Asnawi, Ibid., hlm 4.

[8] Geoffrey E. Marrison, Sasak and Javanese (Leiden: KITLV Press, 1999), hlm 4, dalam Asnawi, Loc.Cit.

[9] Erni Budiwanti, Ibid., hlm 287.

[10] Tim Penyusun Monografi, Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat Jilid I (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977), hlm 15, dalam Asnawi, Ibid., hlm 4-5.

[11] Asnawi, Ibid., hlm 5.

[12] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*