Mozaik Peradaban Islam

Kesultanan Ustmaniyah Menaklukan Konstantinopel (3): Bantuan dari Eropa

in Monumental

Last updated on September 19th, 2018 02:26 pm

“Konstantinus XI meminta bantuan terhadap Gereja Roma. Paus Nicholas V berjanji akan memberikan bantuan dengan syarat Konstantinopel nantinya harus berada di bawah otoritasnya. Namun ketika perang pecah, bantuan tidak kunjung tiba.”

–O–

Di balik benteng pertahanan Konstantinopel yang kokoh, Kaisar Bizantium Konstantinus XI memiliki firasat bahwa pertempuran kali ini akan berbeda —Konstantinopel sedang berada dalam masalah yang serius. Dia mengirim utusan ke Roma, dan juga ke pimpinan-pimpinan kerajaan, negara-negara, dan negara-kota yang penting di Eropa untuk meminta bantuan. Selama berabad-abad, Gereja Roma dan Konstantinopel tengah berseteru, maka ketika Konstantinus XI meminta bantuan, dia hanya mendapat bantuan menyedihkan yang sedikit sekali. Paus Katolik Roma, Nicholas V, bersikeras, bahwa dua gereja – Roma dan Konstantinopel – mesti berada di bawah otoritasnya, dan itu tidak dapat ditawar-tawar.[1]

Paus Nicholas V. Lukisan karya Peter Paul Rubens (1577–1640). Photo: Museum Plantin-Moretus / Prentenkabinet

Konstantinus sadar bahwa dia tidak memiliki pilihan lain, maka dia menyetujui permintaan Nicholas. Sementara itu, otoritas Gereja Ortodoks Konstantinopel — bersama dengan para pendeta dan masyarakat awam — menolak untuk menerima keputusan tersebut.[2] Meskipun sedang berhadapan dengan situasi hidup dan mati, mereka menolak berkompromi apabila terkait dengan keimanan mereka. Hasilnya, kerusuhan pecah di jalanan-jalanan di Konstantinopel. Tokoh pergerakan ini adalah Pendeta George Scholarius, atau lebih dikenal dengan sebutan Gennadios, yang mana menurutnya dia lebih takut kepada pembalasan ilahi ketimbang penaklukan Ustmaniyah (Ottoman). Perselisihan internal semacam ini menjadi bencana di tengah ancaman dari luar yang sedang mengintai.[3]

Pasukan asing terbesar yang datang memberi bantuan kepada Konstantinus adalah 700 tentara kuat dari Genoa. Giovanni Giustiniani Longo, seorang prajurit ulung dan dihormati, adalah pemimpin mereka. Konstantinus mengangkatnya untuk memimpin pasukannya di sepanjang bentangan dinding kota. Adapun negara-negara kota lainnya yang bergabung, banyak di antara mereka — termasuk Venesia dan Pisa — yang tengah membangun hubungan perdagangan yang berkembang pesat dengan Kesultanan Ottoman. Venesia sendiri hanya menyewakan beberapa angkatan lautnya kepada Konstantinus. Karena adanya kepentingan komersial dengan Ottoman inilah, maka banyak di antara mereka – termasuk Genoa — hanya memberikan bantuan sekedarnya.[4]

 

Serangan Darat dan Laut

Sultan Mehmed II menyadari, bahwa untuk menjatuhkan Konstantinopel dia harus mengepung kota baik dari sisi laut maupun darat. Dengan demikian, dia mengumpulkan armada laut sebanyak sekitar 140 kapal untuk pengepungan dari sisi laut. Sementara itu, sebagai responnya Konstantinus memerintahkan pemasangan rantai yang berat untuk dibentangkan di pintu masuk pelabuhan supaya mereka tidak dapat masuk.[5]

Pada minggu ketiga dari tujuh minggu penyerangan, tampaknya angkatan laut Ottoman pergerakannya terkunci oleh rantai tersebut, Mehmed dengan taktis memerintahkan agar armada lautnya diangkat saja ke darat, entah bagaimana caranya. Rupanya pasukan Ottoman dengan cerdik dan secara cepat segera membuat jalan yang terbuat dari kayu gelondong yang diminyaki. Kapal-kapal tersebut ditarik dan didorong menuju ke daratan di samping rantai. Setelah melewati rantai, kapal-kapal itu dikembalikan ke air. Mehmed kini dapat menyerang Konstantinopel baik dari air maupun darat.[6]

Rantai yang digunakan untuk menutup jalan masuk menuju Golden Horn pada tahun 1453. Sekarang koleksi milik İstanbul Archaeology Museums. Photo: Cobija/Wikimedia

Manuver cerdik Sultan Mehmed menyebrangi rantai adalah ancaman serius bagi Bizantium, yang sekarang harus mengalokasikan pasukan dan sumber dayanya untuk mempertahankan dinding benteng di sepanjang Golden Horn. Serangan dan pemboman Ottoman terus berlanjut. Sementara itu suplai makanan dan amunisi di dalam kota yang terkepung mulai menipis. Ketika Bizantium menyadari bahwa baik pasukan bantuan maupun Armada Laut Venesia yang dijanjikan tidak kunjung tiba, maka mereka mulai gelisah.[7]

Lukisan karya Fausto Zonaro (1854–1929) yang menggambarkan Sultan Mehmed II bersama pasukannya mendekat Konstantinopel sambil membawa meriam raksasa.

Sementara itu, dari sisi darat, meskipun Ottoman telah melancarkan serangan demi serangan, tembok benteng tetap berdiri dengan kokoh, sesuai dengan reputasinya selama berabad-abad. Dalam setiap gelombang serangan, ratusan prajurit Ottoman tewas, atau terluka. Namun, seiring berlalunya minggu, meriam raksasa Urban mulai menghasilkan kerusakan yang semakin besar, baik secara fisik maupun psikologis. Suara meriam itu menggema dan menakutkan. Selain itu, bala bantuan yang dijanjikan bagi Konstantinopel, masih belum juga tiba.[8]

Setelah selama tujuh minggu pasukan Ottoman masih juga belum bisa menembus kota, Mehmed mengumpulkan seluruh anggota dewannya untuk mencari jalan keluar. Di antara mereka terbagi dua pendapat, apakah akan menghentikan serangan atau meluncurkan sekali lagi serangan akhir. Argumentasi dari mereka yang mendukung opsi serangan terakhir tampaknya lebih kuat, maka hasil rapat memutuskan bahwa serangan akhir akan dilakukan tiga hari lagi dengan beberapa persiapan.[9]

Bersambung ke:

Kesultanan Ustmaniyah Menaklukan Konstantinopel (4): Jatuhnya Konstantinopel

Sebelumnya:

Kesultanan Ustmaniyah Menaklukan Konstantinopel (2): Meriam Raksasa

Catatan Kaki:

[1] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 179.

[2] Ibid.

[3] Caroline Finkel, Osman’s Dream: The Story of the Ottoman Empire 1300-1923 (Basic Books: 2006), hlm 40.

[4] Eamon Gearon, Ibid., hlm 179-180, dan Caroline Finkel, Ibid., hlm 39-40.

[5] Eamon Gearon, Ibid., hlm 180.

[6] Ibid.

[7] Gábor Ágoston dan Bruce Masters, Encyclopedia of the Ottoman Empire (Facts On File, Inc. : 2009), hlm 143.

[8] Eamon Gearon, Loc.Cit.

[9] Ibid., hlm 181.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*