Mozaik Peradaban Islam

Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq (19): Isra dan Miraj (1)

in Tokoh

Last updated on May 22nd, 2020 02:59 pm

Anas bin Malik berkata, “Mereka (malaikat) datang dari arah Kiblat dan ada tiga dari mereka. Mereka mendatanginya ketika beliau (Nabi) sedang tertidur, membuatnya terlentang di atas punggungnya, dan membuka dadanya.”

Foto ilustrasi: ge.com/getty

Berkenaan dengan peristiwa Isra dan Miraj, para ulama terdahulu berbeda pendapat mengenai kapan waktu kejadiannya. Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury telah merangkum pendapat para ulama tersebut sebagai berikut ini:

  1. Al-Tabari berpendapat bahwa Isra terjadi pada tahun yang sama setelah Rasulullah diangkat menjadi Nabi.
  2. An-Nawawi dan al-Qurthubi berpendapat bahwa Isra terjadi lima tahun setelah Rasulullah diutus sebagai Rasul.
  3. Al-Allamah al-Mansyurfuri berpendapat bahwa Isra terjadi pada malam tanggal 27 Rajab pada sepuluh tahun setelah kenabian.
  4. Ada yang berpendapat Isra terjadi enam bulan sebelum peristiwa hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
  5. Ada yang berpendapat Isra terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
  6. Ada juga yang berpendapat Isra terjadi setahun sebelum hijrah, yaitu pada bulan Rabiul Awal tahun ketiga belas setelah kenabian.[1]

Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury sendiri menolak tiga pendapat pertama, karena menurutnya – Isra dan Miraj berkaitan dengan turunnya perintah salat lima waktu – Khadijah wafat pada bulan Ramadan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara pada saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu.

Adapun argumentasi dari al-Tabari, di antaranya adalah berdasarkan riwayat-riwayat berikut ini. Diriwayatkan dari Zakariyya bin Yahya al-Darir dari Abdul Hamid bin Bahr dari Sharik bin Abdallah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir:

“Nabi diangkat sebagai nabi pada hari Senin, dan Ali melakukan salat pada hari Selasa.”[2]

Diriwayatkan oleh Ismail bin Iyas bin Afif dari ayahnya dari kakeknya (yaitu Afif al-Kindi):

Aku adalah seorang pedagang (pada masa Jahiliyah), dan aku datang pada musim haji dan tinggal bersama al-Abbas. Sementara kami bersamanya, seorang pria keluar untuk salat dan berdiri menghadap Kabah. Kemudian seorang wanita keluar dan berdiri salat bersamanya, diikuti oleh seorang pemuda yang berdiri salat bersama dia.

Aku berkata, “Abbas, agama apa ini? Aku tidak tahu agama apa ini.”

Dia menjawab, “Dia adalah Muhammad bin Abdullah, yang mengaku bahwa Allah telah mengirimnya sebagai utusan-Nya dengan ini (agama), dan bahwa harta Kisra dan Kaisar akan diberikan kepadanya dengan penaklukan. Wanita itu adalah istrinya, Khadijah binti Khuwailid, yang telah beriman kepadanya, dan pemuda itu adalah sepupunya, Ali bin Abi Thalib, yang telah beriman kepadanya.”

Afif berkata, “Jika saja aku beriman kepadanya hari itu, maka aku akan menjadi orang yang ketiga.”[3]

Jika riwayat-riwayat di atas benar, maka Nabi sudah melaksanakan salat dan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk salat juga dari sejak Khadijah masih hidup.

Adapun ulama kontemporer Martin Lings (setelah masuk Islam dia mengganti namanya menjadi Abu Bakar Siraj al-Din) dalam bukunya, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, menyatakan bahwa perintah salat bahkan datang tidak lama setelah turunnya wahyu pertama. Berikut ini kutipannya:

Suatu hari Jibril datang kepadanya di dataran tinggi kota Makkah. Jibril menendang dinding bukit dengan tumitnya hingga memancarkan mata air. Kemudian, Jibril berwudu untuk mengajarkan bagaimana cara menyucikan diri untuk beribadah. Nabi pun mengikutinya.

Lalu, Jibril menunjukkan tata cara salat: berdiri, ruku, sujud, dan duduk, dengan mengulangi takbir, yaitu ucapan Allahu Akbar, dan salam terakhir Assalamualaikum. Nabi pun mengikutinya.

Setelah itu, Jibril pergi dan Nabi kembali ke rumahnya. Semua yang dipelajarinya diajarkan kepada Khadijah. Mereka pun salat bersama.[4]

Lalu apa hubungannya dengan Abu Bakar? Setelah peristiwa Isra dan Miraj ini lah kelak dia akan menyandang gelar yang disematkan kepadanya selamanya. Tapi sebelum ke sana, kami akan menyampaikan terlebih dahulu riwayat-riwayat terkait, agar oleh pembaca terbayang bagaimana situasinya.

Al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk menyampaikan sebuah riwayat dari Anas bin Malik mengenai bagaimana jalannya peristiwa Isra dan Miraj:

Pada saat Nabi diangkat menjadi nabi, dia biasa tidur di sekitar Kabah seperti halnya orang-orang Quraisy. Pada satu kesempatan dua malaikat, Jibril dan Mikail, datang kepadanya dan berkata, “Kepada orang Quraisy yang mana kita diperintahkan untuk datang?”

Lalu mereka berkata, “Kita diperintahkan untuk datang kepada pimpinan mereka,” dan pergi.

Setelah ini, mereka datang dari arah Kiblat dan ada tiga dari mereka. Mereka mendatanginya ketika beliau sedang tertidur, membuatnya terlentang di atas punggungnya, dan membuka dadanya. Kemudian mereka membawa air dari Zamzam dan mencuci habis keraguan, atau kemusyrikan, atau kepercayaan-kepercayaan sebelum Islam, atau kesalahan, yang ada di dalam dadanya.

Kemudian mereka membawa wadah emas yang dipenuhi oleh iman dan kebijaksanaan, dan dada dan perutnya dipenuhi dengan iman dan kebijaksanaan.[5] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 191.

[2] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 6, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh W. Montgomery Watt dan M. V. McDonald (State University of New York Press: New York, 1988), hlm 80.

[3] Ibid., hlm 82. Ibnu Hajar dalam al-Ishabah danIbnu Abd al-Bir dalam al-Isti’ab juga mengutip riwayat ini.

[4] Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Serambi, 2010), lihat bab 16: Ibadah.

[5] Al-Tabari, Op.Cit., hlm 78.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*