Mozaik Peradaban Islam

Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq (18): Persekusi Quraisy (2)

in Tokoh

Last updated on May 21st, 2020 02:23 pm

Ummu Jamil binti Harb, istri Abu Lahab, membawa sebongkah batu di tangannya, mencari Rasulullah yang sedang duduk bersama Abu Bakar. Dia mendekati Abu Bakar dan bertanya, “Mana temanmu?” Padahal Rasulullah ada di hadapannya.

Foto ilustrasi: Lukisan karya William Logsdail (1859–1944), The Gates of the Khalif. Sumber: Public Domain

Setelah melakukan berbagai tekanan terhadap Muslim, kali ini Kaum Quraisy, di bawah dorongan Abu Jahal, meningkatkan kembali tekanan mereka dengan memberlakukan boikot terhadap Bani Hasyim, yaitu orang-orang dari sanak keluarga Nabi.

Sebuah dokumen dibuat oleh mereka yang isinya berupa larangan untuk menikahi anggota keluarga Bani Hasyim dan larangan berjual beli apa pun dengan mereka. Pemboikotan ini akan dicabut jika Bani Hasyim berhasil melarang Muhammad mengaku dirinya sebagai Nabi, atau Muhammad sendiri yang mencabut pengakuan kenabiannya. Dokumen tersebut dipajang di depan Kabah.

Abu Bakar, sebagai anggota keluarga Bani Taim, tidak kena boikot, oleh karenanya dia sering memberikan bantuannya kepada Bani Hasyim. Namun ketika sudah berlangsung dua tahun, Abu Bakar juga hartanya semakin menipis. Dan akhirnya, meski mendapat bantuan dari berbagai pihak, Bani Hasyim tetap kekurangan bahan pangan dan kadang menderita kelaparan.

Memasuki bulan-bulan suci, Bani Hasyim diperbolehkan untuk meninggalkan pemukiman mereka dengan bebas tanpa takut diganggu. Nabi sering pergi ke Rumah Suci. Di sanalah para pemuka Quraisy  suka mengambil kesempatan untuk menghina dan menyakitinya.

Suatu waktu, Nabi membacakan wahyu, mengingatkan kaum Quraisy tentang apa-apa yang terjadi terhadap kaum terdahulu. Nadhr dari Bani Abdud Dar berdiri dan berseru, “Demi Allah! Muhammad tidaklah seunggul aku dalam berbicara. Perkataannya tiada lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu. Mereka telah menuliskan untuknya, sedangkan aku menulis sendiri.”

Berkenaan dengan sikapnya, lalu turunlah firman Allah:

“Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, ‘Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu.’ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS  Al-Tatfif [83]: 13-14)

Sebagai pernyataan yang berlawanan dari sikap orang Quraisy yang digambarkan dalam ayat tersebut, Nabi berkali-kali mencontohkan dirinya sendiri, bahwa mata hatinya senantiasa selalu terbuka meskipun saat sedang tidur. Nabi bersabda, “Mataku tertidur, namun hatiku senantiasa terjaga.”[1]

Ayat-ayat lainnya, salah satu di antara sekian ayat yang menyebut dengan nama panggilan, turun dan menyatakan bahwa kelak tempat tinggal Abu Lahab dan istrinya adalah di Neraka:

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS Al-Lahab [111]: 1-5)

Nama istri Abu Lahab adalah Ummu Jamil binti Harb bin Umayyah, dia adalah saudara perempuan Abu Sufyan. Mengenai perangainya, dia tidak kelah sengit dibandingkan suaminya dalam permusuhan dan kebencian yang dia simpan untuk Rasulullah.

Dia pernah mengikat satu rangkaian duri yang terbuat dari serat daun kurma yang terpilin dan menaruhnya di jalan yang akan dilalui Rasulullah, dengan harapan dapat melukainya.

Dia benar-benar wanita pemberang, suka marah-marah dengan bahasa yang kasar, sangat lihai dalam seni menciptakan intrik dan menyalakan api perselisihan dan hasutan. Oleh karena itu Alquran mensifatinya sebagai “pembawa kayu bakar”.[2]

Ketika mendengar ayat ini, dia pergi ke masjid dengan menggenggam sebongkah batu di tangannya, mencari Rasulullah yang sedang duduk bersama Abu Bakar. Dia mendekati Abu Bakar dan bertanya, “Mana temanmu?”

Abu Bakar tahu bahwa yang dimaksudnya adalah Rasulullah yang berada di depan wanita itu. Abu Bakar begitu terkejut dan tak dapat berbicara. “Aku mendengar,” kata Ummu Jamil, “dia telah menghinaku. Demi Allah, jika kujumpai dia, akan kubungkam mulutnya dengan batu ini.”

Dia menambahkan, “Aku memiliki sebuah syair,” dan dia pun melantunkan sebait syair tentang Rasulullah:

Kami membangkang terhadap orang yang terkutuk,

Menepis perintah yang dia perintahkan,

Dan agama-kebenciannya itu.

Setelah Ummu Jamil pergi, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah mengapa wanita itu sampai tidak bisa melihatnya. Rasulullah berkata, “Dia tidak melihatku, Allah telah menutup pandangannya dariku.”

Kata “terkutuk” dalam bait di atas dalam bahasa Arab disebut mudhamman, yang artinya berlawanan dengan muhammad, yaitu yang terpuji atau yang dimuliakan. Beberapa orang Quraisy diketahui suka memanggil Rasulullah dengan sebutan itu untuk menghinanya.[3]

Rasulullah berkata kepada para sahabatnya, “Bukankah menakjubkan bagaimana Allah menghindarkan aku dari perbuatan jahat orang-orang Quraisy? Mereka memanggil ‘Mudhamman’, sedangkan aku adalah Muhammad.”[4]

Berkenaan dengan nasib Abu Lahab dan Ummu Jamil binti Harb bin Umayyah kelak, di dalam Kitab Umdat al-Qari, sebuah kitab syarah Sahih al-Bukhari karya Syekh Badruddin al-Aini, disebutkan ada dua pendapat mengenai ayat kelima Surat Al-Lahab.

Pendapat pertama menyatakan kelak di leher istri Abu Lahab ada kalung dari daun kering, sebagai balasan perbuatannya menyebar duri di jalan yang dilalui Rasulullah.

Pendapat kedua sebagaimana dinyatakan Ibnu Abbas dan Urwah, itu adalah rantai di neraka, panjangnya mencapai 70 dzira, rantai itu masuk dari mulutnya dan keluar dari duburnya lalu melingkar di lehernya.[5] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Ibnu Ishaq, Sirah Rasul Allah (edisi Wustenfeld), hlm 375, dalam Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Serambi, 2010), hal 137-138.

[2] Sirah Ibnu Hisyam (Vol 1, hlm 335), dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 119.

[3] Martin Lings, Op.Cit., hlm 138. Riwayat ini juga diriwayatkan dalam Sirah Ibnu Hisyam (Vol 1, hlm 335), dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Loc.Cit.

[4] Ibnu Ishaq, Sirah Rasul Allah (edisi Wustenfeld), hlm 234, dalam Martin Lings, Ibid.

[5] Fera Rahmatun Nazilah, “Arwa binti Harb, Perempuan Pembawa Kayu Bakar”, dari laman https://islami.co/arwa-binti-harb-pembawa-kayu-bakar/, diakses 19 Mei 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*