Mozaik Peradaban Islam

Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq (20): Isra dan Miraj (2)

in Tokoh

Last updated on May 26th, 2020 01:07 pm

Anas bin Malik berkata: Kemudian Tuhannya mendekat, “Sampai-sampai jarak Nabi dengan-Nya sejarak dua ujung busur panah bahkan lebih dekat lagi.”

Foto ilustrasi: s-stalsk.ru

Setelah Rasulullah dibuka dadanya dan dibersihkan, lalu dimasukkan iman dan kebijaksanaan oleh para malaikat, sekarang mari kita lanjutkan riwayat tersebut dari Anas bin Malik:

Kemudian beliau diangkat ke langit dunia. Jibril meminta izin masuk, dan mereka berkata, “Siapa itu?”

“Jibril,” katanya.

“Siapa yang bersamamu ?” mereka berkata.

“Muhammad,” jawabnya.

“Apakah misinya sudah dimulai?” mereka bertanya.

“Ya,” katanya.

“Selamat datang,” kata mereka, dan menyampaikan salam Allah kepadanya.

Ketika beliau masuk, beliau melihat di hadapannya seorang pria yang besar dan tampan.

“Siapa ini, Jibril?” beliau bertanya.

“Ini ayahmu, Adam,” jawabnya.

Kemudian mereka membawanya ke langit kedua. Jibril meminta izin masuk, dan mereka mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya. Memang, pertanyaan yang sama diajukan dan jawaban yang sama diberikan di semua langit.

Ketika Muhammad masuk ke langit kedua beliau melihat di hadapannya dua pria.

“Siapa ini, Jibril?” beliau bertanya.

“Yahya dan Isa, dua orang sepupu dari pihak ibu,” jawabnya.

Kemudian beliau dibawa ke langit ketiga, dan ketika beliau masuk beliau melihat di hadapannya seorang pria.

“Siapa ini, Jibril?” beliau bertanya.

Dia menjawab, “Saudaramu Yusuf yang diberi keunggulan dalam keindahan di atas orang-orang lainnya laksana bulan purnama di atas bintang-bintang di malam hari.”

Kemudian beliau dibawa ke langit keempat, dan beliau melihat di hadapannya seorang pria dan berkata, “Siapa ini, Jibril?”

“Ini Idris,” katanya, dan membaca:

Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.[1]

Kemudian beliau dibawa ke langit kelima, dan beliau melihat di hadapannya seorang pria dan berkata, “Siapa ini, Jibril?”

“Ini Harun,” katanya.

Kemudian beliau dibawa ke langit keenam, dan beliau melihat di hadapannya seorang pria dan berkata, “Siapa ini, Jibril?”

“Ini Musa,” katanya.

Kemudian beliau dibawa ke langit ketujuh, dan beliau melihat di hadapannya seorang pria dan berkata, “Siapa ini, Jibril?”

“Ini ayahmu, Ibrahim,” katanya.

Kemudian dia membawanya ke Surga, dan di sana di hadapannya ada sungai yang lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, dengan kubah mutiara di kedua sisinya.

“Apa ini, Jibril?” beliau bertanya.

Jibril menjawab, “Ini adalah al-Kawthar, yang telah Tuhanmu berikan kepadamu, dan ini adalah tempat tinggalmu.”

Kemudian Jibril mengambil segenggam tanahnya dan lihat! Itu adalah kesturi harum. Kemudian beliau pergi ke Sidrat al-Muntaha, yang mana merupakan pohon Bidara yang menghasilkan buah-buahan terbesarnya yang seperti tempayan tembikar dan yang terkecilnya seperti telur.

Kemudian Tuhannya mendekat, “Sampai-sampai jarak Nabi dengan-Nya sejarak dua ujung busur panah bahkan lebih dekat lagi.”

Karena Tuhannya begitu dekat, pohon Bidara menjadi tertutup oleh sejenis batu mulia seperti mutiara, rubi, permata, dan mutiara berwarna. Allah menurunkan wahyu kepada hambanya, membuatnya mengerti dan mengetahui, dan menetapkan lima puluh salat (untuk setiap harinya).

Kemudian beliau kembali melewati Musa, yang berkata kepadanya, “Apa yang Dia tetapkan untuk umatmu?”

“Lima puluh salat,” katanya.

“Kembalilah kepada Tuhanmu,” kata Musa, “dan mintalah Dia meringankan beban untuk umatmu, karena umatmu adalah yang paling lemah dalam kekuatan dan yang paling singkat hidupnya.” Lalu dia memberi tahu Muhammad apa yang telah dia sendiri derita di tangan Bani Israil.

Rasulullah kembali, dan Allah mengurangi jumlahnya menjadi sepuluh.

Kemudian dia melewati Musa lagi, yang berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu dan minta Dia meringankan bebannya menjadi lebih ringan lagi.”

Hal ini terus berlanjut sampai beliau kembali lima kali. Sekali lagi Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah dia meringankan bebannya,” tetapi Rasulullah berkata, “Aku tidak akan kembali, walaupun aku tidak ingin tidak mematuhimu,” karena telah dimasukkan ke dalam hatinya bahwa beliau seharusnya tidak kembali.

Allah berfirman, “Ucapan-Ku tidak dapat diubah, dan keputusan dan ketetapan-Ku tidak boleh dibalik, tetapi dia (Muhammad) meringankan beban salat pada umat-Ku menjadi sepersepuluh dari apa yang (ditetapkan) pada awalnya.”

Anas bin Malik berkata, “Aku tidak pernah menemukan aroma apa pun, bahkan aroma pengantin wanita, yang lebih wangi dari kulit Rasulullah. Aku menempelkan kulitku padanya dan menciumnya.”[2] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] QS Maryam (19): 57

[2] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 6, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh W. Montgomery Watt dan M. V. McDonald (State University of New York Press: New York, 1988), hlm 78-80.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*