Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Hud (8): Hadramaut, Tempat Migrasi Nabi Hud dan Pengikutnya

in Studi Islam

Sampai hari ini, makam Nabi Hud diyakini masih berada di Hadramaut, Yaman. Sementara itu, versi lain mengatakan makamnya berada di Wadi Al-Salam, Irak.

Setelah pada artikel sebelumnya penulis menyampaikan riwayat-riwayat tentang proses hancurnya Kaum Ad dari Ibnu Ishaq, pada seri terakhir ini penulis akan menyampaikan riwayat dari Ibnu Katsir dalam Qisas Al-Anbiya karyanya.

Tidak seperti Ibnu Ishaq yang memiliki alur cerita yang kompleks, yang disertai dengan tokoh-tokoh sisipan yang namanya definitif, Ibnu Katsir cenderung lebih sederhana, dan tidak secara definitif menyebutkan nama-nama tokoh di dalamnya, kecuali Nabi Hud itu sendiri.

Inilah riwayat dari Ibnu Katsir:

Hud berlepas diri dari mereka (Kaum Ad) dan tuhan-tuhan mereka, dan menegaskan ketergantungannya pada Allah yang telah menciptakannya. Hud menyadari bahwa hukuman akan dijatuhkan kepada orang-orang kafir di antara bangsanya. Itu adalah salah satu hukum kehidupan. Allah menghukum orang-orang kafir, tidak peduli seberapa kaya, tiran, atau hebatnya mereka.

Hud dan umatnya menunggu janji Allah. Kekeringan menyebar ke seluruh negeri, karena langit tidak lagi mengirim hujan. Matahari membakar pasir di gurun, tampak seperti piringan api yang menggelayuti kepala orang-orang.

Umat Hud bergegas kepadanya, bertanya: “Apa (maksud) kekeringan ini Hud?”

Hud menjawab, “Allah murka kepada kalian. Jika kalian beriman kepada-Nya, Dia akan menerima kalian, dan hujan akan turun, dan kalian akan menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.”

Mereka mengejeknya dan menjadi lebih keras kepala, sarkastik, dan bertahan dalam kekafiran mereka. Kekeringan meningkat, pohon-pohon menguning, dan tanaman mati. Hingga datang pada suatu hari, ketika mereka melihat langit dipenuhi oleh awan. Umat Hud merasa senang, dan mereka keluar dari tenda mereka sambil menangis, “Awan, yang akan memberikan kita hujan!”

Cuaca berubah tiba-tiba, dari terbakar kering dan panas, menjadi dingin menyengat dengan angin yang mengguncang segalanya: pohon, tanaman, tenda, pria, dan wanita. Angin bertambah besar dari hari ke hari dan malam demi malam. Umat Hud mulai melarikan diri. Mereka berlari ke tenda untuk bersembunyi tetapi angin yang kencang semakin kuat, merobek tenda mereka dari pasaknya.

Mereka bersembunyi di bawah kain pelindung, tetapi angin menjadi lebih kuat dan keras, dan merobek pelindung. (Angin) ini menyayat-nyayat pakaian dan kulit. (Angin) itu memaksa masuk ke dalam lubang-lubang pada tubuh dan menghancurkannya. (Angin) ini menyelubungi segalanya tanpa ampun sebelum  mereka dihancurkan atau terbunuh, bagian dalamnya (tubuh manusia) tehisap keluar hanya untuk diurai dan membusuk. Badai mengamuk selama delapan hari dan tujuh malam.[1]

Peristiwa di atas diabadikan di dalam ayat Alquran:

Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (Q.S 46: 24-25)

Dalam Tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab, ayat di atas dielaborasi menjadi:

Allah membuktikan kebenaran ancaman yang disampaikan oleh Nabi-Nya, Hud as. Angin tebal hitam didatangkan Allah, maka tatkala Allah hendak membinasakan mereka dengan satu siksa mereka melihatnya yakni siksa yang diancamkan itu berupa awan yang terbentang di ufuk menuju ke lembah-lembah yakni tempat kediaman mereka.

Berkatalah mereka sebagaimana kebiasaan yang mereka alami jika melihat awan bahwa: “lni adalah awan yang akan menurunkan hujan yang membawa rezeki kepada kami. ”

Nabi Hud as. menjawab, “Bukan! Bahkan itulah siksa yang kamu minta supaya disegerakan datangnya. Ia adalah angin yang mengandung siksa yang pedih. Ia – yakni angin itu – menghancurkan dengan sehancur-hancurnya segala sesuatu yang dihadapinya dengan perintah dan izin Tuhannya.’’

Maka dengan segera angin itu menghancurkan segala sesuatu dan jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali bekas-bekas tempat tinggal mereka. Itu sebagai akibat kedurhakaan mereka. Demikianlah Kami membalas kaum pendurhaka seperti kaum ‘Ad itu, karena itu wahai para pendurhaka, berhati-hatilah![2]

Kemudian dalam ayat lainnya Allah berkata:

Adapun kaum ‘Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). (Q.S 69: 6-7)

Dalam Tafsir Al-Mishbah, ayat di atas dielaborasi menjadi:

Adapun kaum ‘Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Dia, yakni Allah, menimpakannya sebagai siksa atas mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus tanpa henti-hentinya berhembus dengan kencang; maka engkau wahai siapa pun yang dapat melihat — seandainya ketika itu engkau berada di sana tentu engkau – melihat kaum ‘Ad yang cukup kuat itu padanya yakni pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah lapuk bagian dalamnya. Maka apakah engkau — wahai yang dapat melihat — melihat dari mereka secara khusus ada — seorang pun yang tersisa? Yakni tidak satu di antara mereka yang selamat.[3]

Nasib Nabi Hud dan Pengikutnya

Ibnu Katsir melanjutkan riwayatnya, “Angin kencang itu tidak berhenti sampai seluruh wilayah menjadi reruntuhan dan orang-orang jahatnya telah dihancurkan, ditelan oleh pasir gurun. Hanya Hud dan para pengikutnya yang tidak terluka. Mereka bermigrasi ke Hadramaut dan tinggal di sana dengan damai, menyembah Allah, Tuhan sejati mereka.”[4]

Tempat yang diyakini sebagai makam Nabi Hud di Hadramaut, Yaman. Foto: A. Ahmed
Kompleks Pemakaman Wadi Al-Salam, Irak. Foto: Google Map

Sampai hari ini, makam Nabi Hud diyakini masih berada di Hadramaut, Yaman.[5] Sementara itu, versi lain mengatakan makamnya berada di Wadi Al-Salam, sebuah komplek pemakaman yang berada di dekat kota Najaf, Irak.[6] (PH)

Seri Kisah Nabi Hud selesai.

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Ibnu Katsir, Qisas Al-Anbiya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Muhammad Mustapha Geme’ah (Darussalam: Riyadh, e-book version), Chapter 4, Prophet Hud.

[2] Tafsir Alquran Surat Al-Ahqaf Ayat 24-25, lihat Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 13 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 99-100.

[3] Tafsir Alquran Surat Al-Haqqah Ayat 6-8, lihat Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 13 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 411.

[4] Ibnu Katsir, Loc.Cit.

[5] “VariousTomb of Hud (upon him be peace)”, dari laman https://www.islamiclandmarks.com/various/tomb-of-hud-as, diakses 12 September 2019.

[6] Bryan Hill, “Wadi Al-Salam: Magnificent Ancient Cemetery in Iraq is Largest in the World”, dari laman https://www.ancient-origins.net/ancient-places-asia/wadi-al-salam-magnificent-ancient-cemetery-iraq-largest-world-003457, diakses 12 September 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*