Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Shaleh (6): Konspirasi Pembunuhan Nabi Shaleh

in Studi Islam

Last updated on September 20th, 2019 02:00 pm

Rencana pembunuhan Shaleh digagalkan Allah. Sebagai gantinya, Kaum Tsamud ingin melukai unta betina Shaleh. Dari segi tata bahasa Alquran, mereka bukan sekedar melukainya, tetapi melakukan sesuatu yang lebih mengerikan.

Foto Ilustrasi, aktor Johnny Weissmuller dalam film Tarzan’s Secret Treasure. Sumber: New Egg

Masih terkait dengan ramalan tentang anak laki-laki dan delapan penjahat yang diriwayatkan oleh Amr bin Kharijah, Ibnu Juraij – seorang ulama generasi Taba at-Tabiin – juga memiliki riwayat tentang mereka dengan alur yang sedikit berbeda. Berikut ini adalah riwayatnya:

Ketika Shaleh memberi tahu delapan penjahat itu, bahwa seorang anak laki-laki akan dilahirkan, yang mana melalui tangannya mereka akan dihancurkan, mereka berkata,  “Apa yang engkau perintahkan untuk kami?”

Dia berkata, “Aku perintahkan kalian untuk membunuh mereka (yaitu, anak-anak lelaki mereka).” Lalu mereka (delapan penjahat) membunuh mereka (anak-anak lelaki delapan penjahat) kecuali satu.

Ketika tiba giliran anak laki-laki itu, mereka berkata, “Jika kita tidak membunuh putra-putra kita, kita masing-masing akan memiliki yang seperti ini (anak lelaki). Ini adalah tipu daya Shaleh!”

Maka mereka bersekongkol untuk membunuh dia (Shaleh), berkata, “Mari kita berpura-pura melakukan perjalanan dan membiarkan orang-orang melihat kita melakukan hal itu. Kemudian kita akan kembali pada malam tertentu di bulan tertentu, dan bersembunyi menunggu dia di tempat salatnya dan membunuhnya. Orang-orang hanya akan berpikir bahwa kita telah pergi dalam perjalanan (dan tidak akan mencurigai kita).”

Mereka pergi ke sebuah batu besar dan menunduk menunggu dia (Shaleh) lewat di bawahnya. Allah membuat batu itu jatuh ke atas mereka, dan itu menghancurkan mereka sampai mati. Beberapa orang yang mengetahui rencana mereka, pergi kepada mereka dan mendapati mereka hancur, dan mereka kembali ke kota sambil berteriak, “Wahai para hamba Allah! Tidaklah cukup bagi Shaleh untuk memerintahkan mereka untuk membunuh anak-anak mereka, jadi dia membunuh mereka sendiri.”

Orang-orang kota kemudian berkumpul untuk melukai unta tersebut, tetapi mereka tidak dapat melakukannya, kecuali anak laki-laki yang ke sepuluh (yang tidak jadi dibunuh sebelumnya).[1]

Masih terkait dengan riwayat di atas, diriwayatkan oleh Abu Jafar, Nabi Muhammad SAW bersabda:

Mereka ingin mengelabui Shaleh, maka mereka pergi ke dalam sebuah lubang di jalan (di mana) Shaleh biasa lewat, dan mereka berdelapan bersembunyi di dalamnya, mengatakan, “Ketika dia datang ke arah kita, kita akan membunuhnya. Kemudian kita akan datang ke keluarganya dan menyerang mereka pada malam hari.”

Namun Allah memberi perintah kepada tanah dan lubang itu untuk runtuh menimpa mereka. Kemudian yang lainnya berkumpul dan pergi ke unta betina ketika dia sedang berdiri di sumur airnya dan pelakunya berkata kepada salah satu dari mereka, “Bawalah ia (si unta) dan aku akan melukainya.”

Jadi mereka membawa ia (si unta) kepadanya, tetapi dia menyadari bahwa pekerjaan itu terlalu sulit dan menolak untuk melakukannya. Jadi mereka mengirim yang lain, tetapi dia juga merasa terlalu sulit. Siapa pun pelakunya yang dikirim, menganggap hal itu terlalu sulit sampai dia sendiri mendatanginya, meregangkan tubuhnya, dan memukul tendonnya (si unta), dan ia terjatuh saat ia hendak lari (karena tendonnya terluka).

Salah satu orang datang ke Shaleh dan berkata, “Cepat, pergilah ke untamu, ia sedang dilukai!”[2]

Riwayat di atas masih ada kelanjutannya, namun sebelumnya kita akan membahas riwayat di atas berkenaan dengan salah satu ayat di dalam Alquran. Alquran mencatat perkataan Shaleh terhadap Kaum Tsamud yang berbunyi, “Wahai kaumku sembahlah Allah tidak ada bagi kamu satu tuhanpun selain-Nya. Telah datang kepada kamu bukti yang nyata dari Tuhan kamu; ini adalah unta Allah untuk kamu sebagai bukti, maka biarkanlah dia makan di manapun dari bumi Allah, dan jangan menyentuhnya dengan gangguan sehingga menimpa atas kamu siksa yang pedih.” (Q.S 7: 73)

Dari segi tata bahasa, Quraish Shihab memberi penjelasan di dalam Tafsir Al-Mishbah tentang makna dari kata “wa la tamassuha bissu’in” (jangan menyentuhnya dengan gangguan). Berikut ini penjelasan dari beliau:

Kata tamassu terambil dari kata massa-yamussu yang berarti persentuhan kulit dengan kulit. Kata ini agaknya sengaja dipilih karena binatang pada dasarnya tidak memahami gangguan kecuali melalui persentuhan fisik, atau dengan kata lain menyakiti badannya.

Kata massa biasanya digunakan untuk menggambarkan persentuhan yang sangat halus lagi sebentar sehingga tidak menimbulkan kehangatan, bahkan boleh jadi tidak terasa. Kata mass berbeda dengan kata lams yang bukan sekedar sentuhan antara subjek dan objek tetapi ia adalah persentuhan bahkan pegangan yang mengambil waktu, sehingga pasti terasa dan menimbulkan kehangatan.

Kata lams, berbeda juga dengan kata lamasa, yang dipahami oleh banyak ulama dalam arti bersetubuh. Makna ini tentu saja mengandung makna yang lebih dari sekedar lams. Setelah penjelasan di atas Anda boleh membayangkan maksud makna larangan menyentuh unta dengan gangguan seperti bunyi ayat di atas.[3] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 43-44.

[2] Ibid., hlm 44.

[3] Tafsir Surat Surat Al-A’raf Ayat 73-74 dalam Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 5 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 154.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*