Mozaik Peradaban Islam

Kitab Al-Luma’ fi At-Tashawwuf karya Abu Nasr as-Sarraj (5): Bab 4, Klasifikasi Kaum Sufi

in Pustaka

Last updated on April 14th, 2019 10:49 am


Jalan Sufi tidak membiarkan perilaku seronok, menyelidik tafsiran-tafsiran esoteris, kecenderungan terhadap kehidupan yang serba mudah dan boros.

Meditasi Sufi. Sumber: The Muhammadan Way/Salim

Bab 4:

Tentang Klasifikasi Kaum Sufi, Berbagai Pendekatan terhadap Ilmu dan Amal, Kebajikan dan Keutamaan Mereka

Syaikh Abu Nashr as-Sarraj, semoga Allah merahmatinya, berkata: Sebagaimana para ahli hadis dan ahli fiqih, kaum Sufi juga terdiri atas kelompok-kelompok yang memiliki pelbagai pendapat khusus masing-masing. Kaum Sufi sepakat dengan kalangan spesialis keagamaan lain dalam disiplin-disiplin mereka dan tidak selalu berseberangan dalam sejumlah makna dan metode yang ada. Mereka semua sama-sama menghindari bid’ah dan kepentingan pribadi, mengikuti teladan dan pola yang baku (dari Nabi). Mereka bersepakat dan membenarkan berbagai aspek disiplin yang ada dan tidak berselisih mengenainya.

Sufi yang tingkat keilmuan dan pemahamannya belum sampai pada kualifikasi para ahli fiqih dan ahli hadis, wajib merujuk kepada para ahli hadis dan ahli fiqih bila mendapatkan kesulitan dalam memahami Syariat atau batas-batas ketentuan agama. Jika mereka sepakat tentang sesuatu, maka kesepakatan hukum itulah yang diambil. Akan tetapi, apabila di antara mereka terdapat perselisihan, maka kaum Sufi akan mengambil pilihan yang paling baik, paling utama dan paling sempurna demi berhati-hati dalam menjalankan agama. Mereka memprioritaskan apa yang diperintahkan Allah kepada hamba-Nya dan menjauhi apa yang Dia larang.

Jalan Sufi tidak membiarkan perilaku seronok, menyelidik tafsiran-tafsiran esoteris, kecenderungan terhadap kehidupan yang serba mudah dan boros dan menuruti hal-hal yang masih perlu dipertanyakan. Karena semua itu merupakan pelecehan terhadap agama dan meninggalkan sikap kehati-hatian. Sebaliknya, mazhab mereka selalu bersiteguh pada hal-hal yang paling utama dan paling sempurna dalam agama.

Inilah yang aku ketahui tentang mazhab Sufi dan metode mereka dalam menggunakan ilmu-ilmu eksoteris yang lazim dipraktikkan oleh kalangan para ahli fiqih dan ahli hadis. Bahkan, lebih daripada itu, mereka mendaki derajat-derajat tinggi, gandrung pada berbagai keadaan spiritual yang mulia dan kedudukan-kedudukan yang agung, yang terdiri dari berbagai bentuk penghambaan, ketaatan yang tinggi dan karakter moral yang menawan. Karenanya, mereka punya kualitas unik yang tidak dimiliki oleh para pakar agama, ahli fiqih dan ahli hadis. Analisis utuh tentang hal ini menuntut uraian yang lebih panjang. Aku hanya bisa mengupas panjang salah satu contoh dari keseluruhan realitas, sehingga engkau dapat menyimpulkan dari yang telah kusebutkan ihwal yang belum kusebutkan, insya Allah.

Di sini kami melewatkan Bab 5: “Tentang pemahaman-pemahaman khas kaum Sufi dalam perilaku, keadaan spiritual dan pengetahuan yang membedakan mereka dari kalangan sarjana agama lain.” Dalam bab ini, Sarraj tidak mengajukan rumusan tentang pengetahuan secara khusus. Dia memberikan lebih banyak fokus ihwal cara-cara yang berorientasi pada praksis yang membedakan kaum Sufi dari kalangan “terpelajar” agama lainnya. (MK)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*