Mozaik Peradaban Islam

Kitab Al-Luma’ fi At-Tashawwuf Karya Abu Nasr as-Sarraj (18): Bab 122, Ilmu-Ilmu Nabi (2)

in Pustaka

Titik akhir semua ilmu berada dalam ilmu hakikat. Ketika seseorang telah sampai pada ilmu ini dia akan masuk ke dalam samudera yang tak bertepi, yaitu ilmu rahasia hati, ilmu makrifat, ilmu rahasia-rahasia nurani, ilmu batin, ilmu tasawuf, ilmu kondisi spiritual dan perbuatan-perbuatan takwa.

Foto Ilustrasi: 313mahdi/Deviant Art

Ketiga, ilmu yang hanya khusus untuk Rasulullah Saw., dan tak ada seorang sahabat pun yang mengetahuinya. Inilah ilmu yang pernah Rasulullah sabdakan, “Andaikan kalian tahu apa yang aku ketahui….” 

Karena itu kami katakan: Jangan sekali-kali mengira bahwa dirinya telah mengantongi semua ilmu sehingga dengan pendapatnya dia berani menyalahkan ungkapan-ungkapan orang yang memiliki kekhususan dan bahkan berani mengafirkan dan mengatakannya sebagai pelaku bid’ah. Padahal, dia sama sekali tak pernah tahu bagaimana kondisi spiritual mereka, hakikat-hakikat spiritual dan amalan-amalan mereka.

Disiplin-disiplin syariat dibagi menjadi empat: pertama, ilmu yang menyangkut penyebaran hadis dan riwayat. Inilah ilmu yang dipindahtangankan oleh orang-orang yang bisa dipercaya dari orang-orang yang bisa dipercaya sebelumnya.

Kedua, ilmu sistematis yang mencakup ilmu fiqih dan aturan-aturan hukum. Ilmu ini beredar di kalangan para sarjana agama dan ahli fiqih.

Ketiga, ilmu penalaran analogis, pemikiran spekulatif, dan adu argumentasi dengan orang-orang yang tidak sependapat. Inilah ilmu debat dan yang memperkuat argumentasi untuk mematahkan pandangan para pelaku bid’ah dan orang-orang yang sesat dengan tujuan membela agama.

Keempat, adalah ilmu yang paling tinggi tingkatannya dari ilmu-ilmu sebelumnya dan paling mulia. Ilmu yang keempat ini adalah ilmu hakikat, pengalaman dan perbuatan orang-orang yang takwa. Ilmu ini meliputi perjuangan spiritual (mujahadah), keikhlasan dalam ketaatan, dan menghadapkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan sepenuhnya, penyerahan diri dengan sepenuh jiwa kepada Allah di setiap waktunya, bersihnya niat dalam tujuan dan keinginan, membersihkan rahasia hati dari segala penyakit hati, merasa cukup dengan Sang Pencipta langit, mematikan nafsu dengan cara melawan segala kemauannya, ketulusan dalam merasakan berbagai kondisi dan kedudukan spi­ritual, memiliki adab dan kesopanan di hadapan Allah, baik dalam rahasia hati maupun yang lahiriah dalam segala langkah, merasa cukup untuk mengambil bekal ketika dalam kondisi sangat membutuhkan, berpaling dari dunia dan meninggalkan apa yang ada di dalamnya demi mencari tingkatan yang tinggi di sisi-Nya dan bisa mencapai kemuliaan-kemuliaan di sisi Allah Swt.

Orang yang keliru dalam ilmu pertama tidak menanyakan kekeliruannya ke­pada orang-orang yang memiliki disiplin dalam ilmu fiqih. Demikian sebaliknya, orang yang mengalami kekeliruan dalam ilmu jenis kedua tidak bisa merujuk dan menanyakan kekeliruannya pada orang yang memiliki disiplin ilmu jenis pertama.

Sementara orang yang telah mengalami kesalahan dalam ilmu jenis ketiga tidak bisa merujuk kepada orang yang memiliki disiplin dalam ilmu jenis pertama dan kedua. Demikian pula orang yang tidak mengetahui tentang sejumlah aspek disiplin realitas mistis dan kondisi spiritual, maka dia tidak boleh merujuk dan menanyakan kekeliruannya kecuali kepada orang yang benar-benar tahu secara sempurna tentang maknanya.

Adalah mungkin saja ilmu-ilmu tersebut bisa ditemukan di kalangan para ahli realitas mistis, akan tetapi ilmu realitas mistis ini tidak akan bisa ditemukan di kalangan para pakar lain dan hanya ada di kalangan para ahli realitas mistis—kecuali bila dikehendaki oleh Allah. Pasalnya, ilmu hakikat atau realitas mistis ini merupakan buah dan puncak dari semua ilmu.

Titik akhir semua ilmu berada dalam ilmu hakikat. Ketika seseorang telah sampai pada ilmu ini dia akan masuk ke dalam samudera yang tak bertepi, yaitu ilmu rahasia hati, ilmu makrifat, ilmu rahasia-rahasia nurani, ilmu batin, ilmu tasawuf, ilmu kondisi spiritual dan perbuatan-perbuatan takwa. Istilah apapun yang Anda inginkan dari ilmu-ilmu tersebut maknanya hanya satu.

Allah Swt. berfirman, Katakanlah, Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh lautan itu akan habis sebelum kalimat-kalimat Tuhanku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan lagi tinta sebanyak itu (pula). (QS. Al-Kahfi  [18]: 109).

Tidakkah kau tahu bahwa mereka (para ahli hakikat) tidak mengingkari ilmu-ilmu mereka yang bukan ahli hakikat, tapi justru mereka mengingkari ilmu para ahli hakikat— kecuali orang yang dikehendaki oleh Allah.

Jika masing-masing kelompok dari mereka menggeluti dalam disiplin ilmunya secara mendalam dan kemudian benar-benar paham dan menguasai maka dia akan menjadi “tuan” bagi para sahabatnya dimana mereka akan merujuk kepadanya ketika mereka mendapatkan kesulitan.

Akan tetapi, sekiranya semua disiplin ilmu dan empat cabang ilmu tadi terhimpun dalam satu pribadi maka dia akan menjadi seorang imam yang benar-benar sempurna; dia adalah poros, orang yang mengajak pada jalan yang lurus dan menjadi tujuan para peziarah.

Dalam hal ini, telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib kw bahwa beliau berkata kepada Kumail bin Ziyad (wafat kira-kira 82/701), “Sungguh, demi Allah, bumi ini tidak akan pernah kosong dari orang yang akan menegakkan hujjah-hujjah Allah agar tanda-tanda kebesaran-Nya tidak hilang dan hujjah-Nya tidak terbantahkan. Mereka adalah orang-orang yang jumlahnya sangat sedikit, namun sangat agung dan terhormat di sisi Allah.”47[1]

Saya telah sampai pada pengertian penuh dari makna ujaran paradoksal dan tafsir-tafsirnya. Sedikit sekali ditemukan ujaran-ujaran ekstatis (syatahat)di kalangan orang-orang yang memiliki kesempurnaan. Pasalnya, mereka telah mapan dalam persepsi-persepsi spiritualnya, karena ujaran-ujaran teopatis itu (theopatic utterance) biasanya terjadi pada para pemula dalam pendakian ruhani, yang tujuannya adalah sampai pada kesempurnaan dan puncak tertinggi. Karena itu, awal pendakiannya merupakan akhir keinginannya, dan, pada gilirannya,awal dari tujuan dan kesempurnaan—dan hanya Allah Yang Mahatahu.

Seri Kitab Al-Luma’ fi At-Tashawwuf Karya Abu Nasr as-Sarraj selesai.

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Ini adalah kutipan singkat dari perkataan Ali dalam percakapan panjangnya dengan Kumayl yang tercatat dalam Muhammad ibn al-Husayn ash-Sharif ar-Radi, Nahjulbalagha, ed. Muhammad ‘Abduh (Kairo: n.d.), 4: 587-89; lihat juga karya yang sama oleh penerjemah tanpa nama (Elmhurst, N.Y .: Tahrike Tarsile Quran, 1977), hlm 290.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*