Mozaik Peradaban Islam

Manfaat dan Keajaiban Menangis bagi Manusia (3)

in Studi Islam

“Pedang, tombak, panah, senapan, meriam, dan roket, bukanlah senjata yang dapat dipakai untuk mengalahkan musuh internal (hawa nafsu), namun tangisan dan air mata, akan dengan mudah meredam dan memadamkan kobaran apinya.”

Foto Ilustrasi: muslimmatters.org

Menangis dan meneteskan air mata, terutama bagi pria, umumnya dipandang sebagai tanda kelemahan dalam beberapa budaya, bahkan di kalangan sebagian kaum Muslimin. Sedangkan sebagian lain yang menganggap tangisan dan air mata bukanlah tanda kelemahan bertanya: mengapa demikian, bukankah itu adalah reaksi fisik alami dan hal pertama yang manusia lakukan sebagai bayi saat pertama kali memasuki dunia?[1]

Jawaban atas pertanyaan ini setidaknya sudah terjawab pada tulisan pertama dan kedua, khususnya tentang apa yang Islam, melalui ajaran Alquran katakan tentang menangis sebagai salah satu karunia besar, bahkan mukjizat dari Tuhan.

Itukah mengapa para arif dan cendekia, menyebut air mata sebagai cahaya Ilahi untuk menyusuri lorong-lorong gelapnya, sumber kehidupan ruh, penggerak evolusi dan revolusi batin, mata air bagi aliran wujud, pembasuh dan pelembut hati, dan jembatannya menuju ke alam-alam lain yang lebih suci dan lebih tinggi, dan seterusnya?

Nah, maksud dari pernyataan para arif dan cendekia yang sekilas terkesan pelik inilah, yang akan kita bahas lebih lanjut dalam tulisan kali ini.

Tangisan dan Air Mata: Senjata Terampuh Jihad Akbar

Bagi para arif-cendekia dan peniti jalan kebenaran, betapa pentingnya masalah memerangi nafsu yang liar dan kemauan-kemauannya yang tidak syar’i (bertentangan dengan syariat). Apalagi Islam memandang semua jenis peperangan sebagai perang kecil (jihad asghar), sedangkan satu jenis pepe­rangan, yaitu perang manusia melawan diri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsunya sendiri yang liar dan brutal justru diberi predikat “perang besar” atau yang biasa disebut dengan jihad akbar.

Yang menarik, justru karena dalam perang besar ini tidak diperlukan mesin-mesin perang yang canggih atau senjata-senjata mutakhir. Sebaliknya, disebutkan bahwa perang istimewa ini mempunyai senjata tersendiri, yaitu “mewujudkan ikatan maknawi yang kuat dengan Allah SWT”, sementara tangisan dan air mata, diyakini merupakan senjata utama dan sarana yang paling efektif dalam merealisasikan ikatan maknawi tersebut!

Ya. Senjata ampuh itu adalah tangisan dan air mata pada saat munajat dan berkeluh-kesah kepada Dzat Yang Mahaagung, tangisan dan air mata karena banyaknya kesalahan dan dosa (baik yang disengaja maupun tidak), tangisan dan air mata karena kelalaian dari nikmat-nikmat-Nya yang tak terhingga, tangisan dan air mata karena masa lalu yang hitam-kelam dan berlumur dosa, dan tangisan serta air mata saat mengenang musibah-musibah yang menimpa para kekasih Allah dalam perjuangan mereka menegakkan keadilan dan kebenaran.

Tangisan dan air mata semacam itulah yang disebut sebagai senjata yang kuat dan ampuh, yang dapat digunakan oleh manusia dalam menundukkan nafsunya yang cenderung liar dan binal.

Pedang, tombak, panah, senapan, meriam, dan roket, bukanlah senjata yang dapat dipakai untuk mengalahkan musuh internal (hawa nafsu), namun tangisan dan air mata, akan dengan mudah meredam dan memadamkan kobaran apinya. [2]

Meski demikian, tidak setiap orang mampu meneteskan air mata ketika mendengar kisah tentang penderitaan para kekasih Allah dalam berjuang menegakkan agama-Nya. Di antara faktor penyebabnya adalah karena hatinya masih keras, kurang lembut, dan tidak terlatih untuk merasakan penderitaan orang lain.

Pada hakikatnya, senjata ini telah diberikan oleh Allah kepada semua manusia, namun karena jarang digunakan, maka ia menjadi berkarat dan tidak dapat berfungsi. Itulah sebabnya mengapa senjata ini perlu selalu dibersihkan, dengan cara melatih dan membiasakan diri untuk mudah mena­ngis dan meneteskan air mata.

Dalam berdoa pun, sese­orang dianjurkan agar secara sungguh-sungguh memohon kepada Allah, untuk diberi hati yang mudah luluh serta mata yang mudah menangis; sebuah tangisan yang tidak hanya sesaat atau kadang-kadang, tapi tangisan yang selalu disusul oleh tangisan, tangisan yang bersumber pada makrifat akan kebesaran dan keagungan Allah, sebagaimana tergambar dalam syair berikut:

Sungguh suci taman bunga doa

Saat malam turun hujan air mata

Tetesan air sucinya di malam hari

Membuat bunganya mekar esok pagi

Pengaruh Tangisan dan Air Mata dalam Mewujudkan Kelembutan Hati dan Kasih Sayang

Menurut pandangan ulama akhlak, sumber keja­hatan dan kriminalitas adalah kekerasan hati. Ketika seseorang menderita penyakit keras hati (qasawatul- qalb), maka ia akan kehilangan naluri-naluri fitrahnya; ia tidak lagi peduli pada penderitaan orang lain; hatinya tidak akan terusik oleh kesedihan dan bencana yang menimpa orang lain; hatinya kosong dari kasih sayang; ia tidak lagi dapat mencintai atau menyayangi orang lain; ia juga tidak punya keinginan untuk berdoa ataupun bermunajat kepada Allah.

Manusia seperti ini, pada hakikatnya telah menderita suatu penyakit yang sangat berbahaya dan membi­nasakan, dan karena itulah ia harus segera mendapat terapi dan pengobatan. Jika terlambat, maka ia akan menghan­curkan dirinya sendiri dan masyarakat.

Pengobatan terhadap penderita penyakit keras hati ini, bukanlah perkara mudah; jika dibandingkan dengan pengobatan penyakit fisik yang paling berbahaya dan ganas sekalipun, bila tidak lebih sulit, pastilah tidak lebih mudah.

Karenanya, sebelum terkena penyakit yang sangat berbahaya ini, manusia seharusnya melakukan pence­gahan dengan mencari sarana-sarana yang dapat mem­buat hatinya lembut dan penuh kasih sayang.

Jawabannya sangatlah jelas, sesuai anjuran wahyu, pesan Rasul dan para kekasih Allah bahwa yang dapat menghindarkan seseorang dari penyakit ganas itu adalah tangisan dan air mata; sebagaimana ucapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib: “Air mata yang mengalir karena takut kepada Allah, akan menerangi hati dan mencegah seseorang untuk kembali pada dosa-dosa.”

Sedikit menganalisis ucapan sosok yang dikenal sebagai Maula al-Muttaqin di atas, akan memberikan kejelasan kepada diri kita bahwa tangisan dan air mata dapat membuat hati menjadi lembut dan penuh kasih sayang.

Cahaya, merupakan jenis wujud yang sangat halus dan lembut. Ketika hati menjadi bercahaya karena tangisan dan air mata, maka hati itu akan menjadi halus dan lembut seperti cahaya. Hati yang bercahaya, sudah pasti jauh dari kekerasan dan kebekuan.

Dengan kata lain, tangisan dan air mata yang terjadi semata-mata karena Allah, akan menanamkan rasa cinta dan kasih sayang di hati manusia, dan ketika cinta serta kasih sayang memenuhi hati manusia, maka kekerasan tidak akan punya tempat di sana; hati yang terang juga akan terjauhkan dari kegelapan maksiat dan dosa-dosa. Sebaliknya, bila hati itu gelap, maka ia akan menjadi keras, dan bila ia keras, maka ia tidak lagi terhalang untuk melakukan berbagai macam kekejian, dosa, serta maksiat.

Kelembutan: Sumber Berbagai Keutamaan

Berdasarkan fakta dan pengalaman, mereka yang selalu menangis pada saat bermunajat atau mengingat musibah-musibah para kekasih Allah, secara alami mereka akan memiliki sifat-sifat dan perilaku-perilaku yang baik dan terpuji.

Salah satu dari sifat-sifat itu adalah hati yang lembut dan penuh kasih sayang. Pada giliran­nya, sifat ini akan melahirkan nilai-nilai etika yang mulia pada diri manusia, di antaranya:

  • Ia tidak akan bahagia karena kesedihan orang lain.
  • Ia tidak akan sedih karena kebahagiaan orang lain.
  • Dalam meraih tujuan-tujuannya, ia tidak akan sedikit pun merugikan, berbuat aniaya, atau mengambil hak orang lain.
  • Ia tidak akan ragu-ragu memberikan haknya atau mengor­bankan kepentingan pribadinya, demi kebaha­giaan dan kesenangan orang lain.
  • Ia tidak akan melakukan kejahatan ataupun pengkhia­natan terhadap siapa pun.
  • Ia sangat pemaaf dan jauh dari sifat pendendam.
  • Ia tidak akan tahan melihat orang-orang yang dianiaya atau direbut haknya; ia juga akan ber­usaha secara maksimal untuk menolong dan membantu mereka keluar dari masalah, dan masih banyak lagi sifat-sifat mulia yang lain.

Hati manusia, seharusnya memang lembut dan penuh kasih sayang, karena hati itu tidak terbuat dari batu. Hati manusia yang belum rusak dan terkotori, haruslah memi­liki keindahan-keindahan seperti gambaran di bawah ini:

  • Air matanya mudah menetes semudah gugurnya bunga-bunga di taman.
  • Ia akan menangis bila melihat atau mendengar tangisan orang lain.
  • Ia akan luluh bila menyaksikan jeritan seorang ibu yang berpisah dengan anaknya.
  • Ia akan terenyuh saat melihat anak-anak yang ditinggal mati oleh ibu atau bapaknya.
  • Ia akan tertegun melihat ibu yang membersihkan pusara anaknya.
  • Kedua matanya akan berkaca-kaca hanya dengan meli­hat bocah-bocah yang masih kecil dan mungil.
  • Air matanya akan mengucur saat menyaksikan nenek atau kakek tua yang sudah kesulitan untuk melangkah­kan kakinya.
  • Ia senantiasa sedih karena memikirkan kesedihan orang lain.
  • Ia ikut merasakan penderitaan orang-orang yang ditimpa berbagai macam penyakit.
  • Ia berlinang air mata melihat keadaan fakir-miskin, orang-orang yang kesulitan mencari nafkah, dan seribu satu masalah yang menimpa orang-orang lemah.
  • Ia tak tahan melihat wanita muda yang selalu menutup diri dan malu, karena tidak berparas cantik.
  • Ia akan sangat terharu dan menangis tersedu-sedu saat mengenang syuhada dan mereka yang terluka dalam memperjuangkan kebenaran.
  • Ia menderita saat menyaksikan percekcokan suami-isteri, anak-anak yang telantar dan kurang kasih sayang akibat perceraian, dan hancurnya masa depan sebuah keluarga.
  • Bahkan, hanya dengan mendengar kicauan burung-burung kecil di pagi hari, hatinya akan ter­sentuh dan air matanya mengalir tak terta­hankan.

Begitulah gambaran sederhana dari sebuah hati yang tidak terbuat dari batu; ia senantiasa terlibat dan merasa­kan setiap masalah dan penderitaan orang lain. Hati yang semacam ini adalah hati yang telah terasah dan terlatih oleh tangisan dan air mata di malam hari, pada saat munajat dan berduaan dengan Rabbul ‘Alamin.

Untuk memiliki kelembutan hati yang seperti itu, kita harus segera mengisi kekosongan hati kita dengan ikut merasakan penderitaan dan kesulitan orang lain.

Tidak berhenti di situ, kita juga harus berusaha dan berupaya untuk memberikan pertolongan dan bantuan sesuai dengan kemampuan kita. Jika lengah, dan hanya sibuk mengisi kekosongan hati dengan tawa serta hiburan-hiburan yang melenakan, maka bukan tidak mungkin hati kita akan mati dan menjadi beku seperti batu.. (EH)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] “The Philosophy of Crying in Islamic Thought”, dari laman https://themuslimvibe.com/faith-islam/in-practice/the-philosophy-of-crying-in-islamic-thought, diakses pada 19 November 2021

[2] Mukjizat Air Mata (Penerbit Misbah, 2004)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*