Mozaik Peradaban Islam

Manfaat dan Keajaiban Menangis bagi Manusia (7)

in Studi Islam

Bila engkau pernah merasakan kenikmatan dari meninggalkan kenikmatan dunia, maka barulah engkau akan menyadari bahwa kenikmatan dunia bukanlah kenik­matan.

Ilustrasi Foto: muslim.sg

Islam mem­berikan perha­tian yang luar-biasa terhadap masalah kece­riaan dan kegembiraan. Pada dasarnya, tujuan Islam seba­gai agama yang sempurna adalah bagaimana manusia dapat meraih keceriaan dan ketenangan di dunia dan akhirat.

Kita memiliki banyak riwayat yang menjanjikan imbalan dan pahala besar bagi individu-individu yang dapat menggembirakan atau menyenangkan hati orang lain, khususnya orang-orang beriman. Bahkan, berdasar­kan riwayat-riwayat yang muktabar, terkadang Rasul s.a.w dan para wali Allah, dengan tetap men­jaga batasan-batasan syariat, bercanda dan bergurau dengan para sahabatnya; mengundang orang-orang beriman di acara-acara gembira mereka, seperti acara-acara walimah atau undangan-undangan khusus bagi fuqara-masakin yang bertujuan untuk menyenangkan dan menggembirakan mereka.

Orang-orang beriman juga dianjurkan untuk mengikuti apa-apa yang mereka sunahkan, mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan piknik yang sehat, seperti renang, memanah, berkuda, gerak jalan, dan yang sejenisnya. Kegiatan-kegiatan seperti dicontohkan, di samping memberikan keceriaan secara fisik dan mental, juga memberikan kesiapan dalam kondisi bertahan maupun perang.

Namun, perlu dicermati, sesuatu yang merupakan dasar dan pandangan Islam adalah mewujudkan kegem­biraan dan keceriaan hakiki-abadi serta merealisasikan ketenteraman abadi pada diri manusia. Dan pada dasar­nya, agama merupakan rang­kaian hukum dan aturan untuk meraih kegembiraan dan kebahagiaan yang hakiki serta abadi di dunia dan akhirat. Maka, seorang Mukmin harus menggunakan bermacam-macam sarana yang tersedia dalam bentuk sunah atau pedoman agama, mulai dari yang penuh dengan keriangan dan kegem­biraan sampai yang diliputi oleh tangisan dan deraian air mata. Semua sesuai dengan situasi dan kondi­sinya, demi tercapainya tujuan kegembiraan atau keba­hagiaan hakiki dan abadi  di dunia dan akhirat tersebut.

Sekarang, apabila dalam sebagian dari bermacam-macam kegembiraan lahiriah kita berhadapan dengan larangan Islam, maka pada kenyataannya segenap larangan ini sebetulnya mengarah pada jenis kegembiraan yang bersifat buruk dan bodoh, dan dalam merealisasi­kan­nya tidak terlepas dari dosa serta hal-hal yang diharamkan. Perbuatan-perbuatan semacam ini pada umumnya hanya akan menghasilkan sensasi kegem­biraan dan kesenangan sesaat, sedang pada saat yang sama, hal tersebut akan mengaki­bat­kan kesedihan serta kesusahan yang berkepanjangan, sehingga ia tidak akan dapat meraih kete­nangan serta keceriaan abadi. Berangkat dari sinilah Islam melarang para pengikutnya dari perbuatan-perbuatan tersebut.

Berdasarkan ini, jika Anda kembali mencermati tangisan dan air mata yang menjadi topik bahasan kita di sini, Anda akan segera menyadari bahwa tangisan dan air mata akan menghasilkan suatu ketenteraman jiwa yang sangat didambakan oleh setiap manusia. Mereka yang membe­nam­kan dirinya dalam kesenangan-kesenangan palsu, pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan keten­teraman itu tapi salah jalan dalam upaya penca­riannya.

Tidak dapat dimungkiri, air mata memang mem­punyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kete­nangan pada jiwa manusia. Apabila kita belum mencoba dan belum merasakan hasilnya, kita dapat menelaah dan mempelajari watak kejiwaaan pribadi-pribadi yang telah mencapainya. Kestabilan dan ketenangan jiwa mereka adalah bukti nyata dari pencapaian mereka.

Hal yang penting di sini adalah bagaimana kita dapat mengenal dengan benar keceriaan dan kegembiraan serta kenikmatan yang bermuara pada agama, sehingga kita akan terselamatkan dari beragam kesenangan haram yang berakibat kesengsaraan, atau bagaimana upaya kita untuk tidak melihat kesenangan-kesenangan duniawi itu seba­gai kenikmatan.

Hal ini sebagaimana pesan sarat hikmah dari para ulama akhlak yang menyatakan: “Bila engkau pernah merasakan kenikmatan dari meninggalkan kenikmatan dunia, maka barulah engkau akan menyadari bahwa kenikmatan dunia bukanlah kenik­matan.”

Artinya, jika kita benar-benar berhasil menjauhkan diri kita dari kenikmatan-kenikmatan palsu dosa, dan melawan goda­an-godaan yang menggiurkan, maka kita akan segera merasakan kenikmatan-kenikmatan hakiki dan abadi.

Alhasil, beragama bukan berarti memerangi kece­riaan serta kegembiraan, tetapi sebuah jalan untuk mencapai kebahagiaan hakiki dengan sarana-sarana ter­tentu, termasuk di antaranya dengan tangisan dan air mata.

Perbedaan antara orang-orang yang berpegang pada agama dengan mereka yang tidak, terletak pada fakta bahwa kelom­pok pertama mencari kebahagiaannya dengan petunjuk Allah dan Rasul s.a.w, dan tentu saja mereka hanya akan melangkah pada hal-hal yang tidak dilarang serta menekuni semua yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Adapun kelompok kedua, yang agama tidak punya tempat dalam kehidupan mereka, sehingga mereka pun hanya memahami kesenangan fisik dan dalam artiannya yang sangat dang­kal. Selanjutnya mereka menge­rahkan segala daya serta upaya untuk meraihnya. Pada akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat mereka menemui kegagalan, lalu sadar bahwa dirinya terjebak dan jatuh dalam penyesalan yang sudah terlambat. Ini semua merupakan akibat dari kesalahan dan dosa yang menum­puk, sehingga mereka harus menang­gung risiko yang sangat menyakitkan; di sinilah tiba-tiba mereka sadar bahwa dirinya telah terjerat dalam penderitaan yang berkepanjangan dan tidak lagi ada jalan keluar baginya.

Kelompok ini juga telah kehilangan kesempatan untuk meraih kebahagiaan ukhrawi, karena seluruh potensi mereka telah dihamburkan habis pada kenik­matan-kenikmatan materi yang cepat berlalu, sehingga mereka tidak berbuat apa-apa untuk kehidupan abadi­nya.

Kembali pada masalah air mata, perlu digarisbawahi bahwa meneteskan air mata di hadapan Allah atau dalam rangka mengenang musibah-musibah yang menimpa para kekasih-Nya, tidak semata-mata berarti kesedihan atau rasa berduka-cita. Namun, lebih daripada itu, ia meru­pakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan penyelarasan jiwa kita dengan roh-roh suci para nabi dan wali. Makna inilah yang memberikan nilai penting pada tangisan, yang sekaligus menjadi sumber munculnya kebaikan-kebaikan demi tercapainya keba­hagiaan, baik kebahagiaan individu maupun masya­rakat.

Setelah kita mempunyai pandangan yang benar ten­tang tangisan dan air mata, di akhir pembahasan ini kita akan lanjut­kan dengan pengenalan sekilas terhadap berbagai jenis tangisan, sekaligus mengetahui jenis tangisan yang paling ber­mutu, sebagaimana pernah disinggung dalam tulisan terdahulu.

Macam-macam Tangisan dan Air Mata

Orang-orang lalai sama sekali tidak memi­­liki energi seperti orang-orang yang berhati suci. Demi setetes air mata, mereka sanggup meng­­­ganti­nya dengan tidak tidur sema­laman.

Begitu ungkapan yang disampaikan penyair Sha’ib Tabrizi.

Menangis adalah reaksi alami manusia yang terjadi akibat berbagai rangsangan internal maupun eksternal.

Seperti yang telah penulis uraikan dalam beberapa tulisan sebelumnya, ternyata memang ada bermacam-macam faktor yang menjadi penyebab tangisan. Maka berdasar­kan bermacam-macam penyebab tangisan tersebut, lahir pula berbagai jenis tangisan.

Berikut ini adalah senarai berbagai macam tangisan dan air mata:

•  Air mata rindu (syauq)

•  Air mata cinta  (‘isyq)

•  Air mata perpisahan (firaq)

•  Air mata penantian (intizhar)

•  Air mata kesedihan (huzn)

•  Air mata penyesalan (nadamah)

•  Air mata akibat ditinggal oleh orang-orang yang sangat dicintai (buka’ul fâqidin)

•  Air mata dalam rangka mengenang penderitaan para  kekasih Allah

•  Air mata munajat dan takut kepada Allah

•  Air mata akibat terjatuh atau terkena pukulan

•  Air mata bayi yang terjadi akibat berbagai faktor

• Air mata akibat rasa sakit yang tak dapat di­ta­han

• Air mata yang lahir dari berbagai macam perasaan hati, seperti: akibat suka, duka, sakit hati, perasaan tertekan, takut, sedih, dan lain sebagainya

•  Air mata buaya atau tangisan pura-pura

•  Dan lain-lain, seperti air mata yang menetes pada saat mengupas bawang merah atau karena mencium ber­macam aroma yang berbau sangat tajam.

Perbedaan Komposisi Air Mata

Bila engkau melihat cahaya di dahiku, ketahuilah bahwa ia berasal dari cinta yang membara

Jika engkau menemukan dadaku bening dan bersih, ketahuilah bahwa air mata telah men­cucinya.

Begitu yang disampaikan ahli hikmah, Faidh Kasyani.

Sangat menarik untuk kita ketahui bahwa ber­dasar­kan penelitian para ilmuwan ternyata: air mata yang menetes, secara komposisi tidaklah sama antara satu dengan lainnya; komposisi itu berbeda ber­gantung pada faktor penyebab tangisan tersebut.

Sebagai contoh, komposisi cairan air mata yang disebab­kan oleh perpisahan, tidak akan sama dengan komposisi cairan air mata yang disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti penyesalan atau yang lain.

Demikian juga halnya dengan kondisi-kondisi psiko­logis dari setiap tangisan, tentu akan berbeda-beda pula.

Berdasarkan dua perbedaan di atas (komposisi dan kondisi psikologis), maka dapat dipastikan bahwa penga­­ruh setiap tangisan pada jiwa manusia akan ber­beda-beda pula.

Tangisan yang Bermutu

Tujuan dari beberapa penjelasan dan perincian di atas ialah bahwa di antara bermacam-macam tangisan dan air mata, ada sejenis tangisan yang tidak dapat dimungkiri memiliki pengaruh sangat besar dalam men­cipta­kan cahaya dalam hati dan jiwa, yaitu air mata yang meleleh dari hamba yang dengan tulus-ikhlas beribadah dan bermu­najat kepada Allah di keheningan malam. Atau air mata yang mengucur deras di saat mengenang pengorbanan dan perjuangan manusia-manusia suci dalam menegak­kan agama Allah dan kebenaran.

Sangatlah jelas, menangisi penderitaan para kekasih Allah, karena keterikatan mereka dengan-Nya, men­jadikan tangisan itu memilki warna Ilahi dan kesakralan tersendiri. Dan sudah barang tentu ia memiliki nilai yang sangat tinggi, di samping pengaruh yang sangat dahsyat pada jiwa manusia.[1] (EH)

Selesai.

Catatan kaki:


[1] Mukjizat Air Mata (Penerbit Misbah, 2004)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*