Bila engkau pernah merasakan kenikmatan dari meninggalkan kenikmatan dunia, maka barulah engkau akan menyadari bahwa kenikmatan dunia bukanlah kenikmatan.
Islam memberikan perhatian yang luar-biasa terhadap masalah keceriaan dan kegembiraan. Pada dasarnya, tujuan Islam sebagai agama yang sempurna adalah bagaimana manusia dapat meraih keceriaan dan ketenangan di dunia dan akhirat.
Kita memiliki banyak riwayat yang menjanjikan imbalan dan pahala besar bagi individu-individu yang dapat menggembirakan atau menyenangkan hati orang lain, khususnya orang-orang beriman. Bahkan, berdasarkan riwayat-riwayat yang muktabar, terkadang Rasul s.a.w dan para wali Allah, dengan tetap menjaga batasan-batasan syariat, bercanda dan bergurau dengan para sahabatnya; mengundang orang-orang beriman di acara-acara gembira mereka, seperti acara-acara walimah atau undangan-undangan khusus bagi fuqara-masakin yang bertujuan untuk menyenangkan dan menggembirakan mereka.
Orang-orang beriman juga dianjurkan untuk mengikuti apa-apa yang mereka sunahkan, mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan piknik yang sehat, seperti renang, memanah, berkuda, gerak jalan, dan yang sejenisnya. Kegiatan-kegiatan seperti dicontohkan, di samping memberikan keceriaan secara fisik dan mental, juga memberikan kesiapan dalam kondisi bertahan maupun perang.
Namun, perlu dicermati, sesuatu yang merupakan dasar dan pandangan Islam adalah mewujudkan kegembiraan dan keceriaan hakiki-abadi serta merealisasikan ketenteraman abadi pada diri manusia. Dan pada dasarnya, agama merupakan rangkaian hukum dan aturan untuk meraih kegembiraan dan kebahagiaan yang hakiki serta abadi di dunia dan akhirat. Maka, seorang Mukmin harus menggunakan bermacam-macam sarana yang tersedia dalam bentuk sunah atau pedoman agama, mulai dari yang penuh dengan keriangan dan kegembiraan sampai yang diliputi oleh tangisan dan deraian air mata. Semua sesuai dengan situasi dan kondisinya, demi tercapainya tujuan kegembiraan atau kebahagiaan hakiki dan abadi di dunia dan akhirat tersebut.
Sekarang, apabila dalam sebagian dari bermacam-macam kegembiraan lahiriah kita berhadapan dengan larangan Islam, maka pada kenyataannya segenap larangan ini sebetulnya mengarah pada jenis kegembiraan yang bersifat buruk dan bodoh, dan dalam merealisasikannya tidak terlepas dari dosa serta hal-hal yang diharamkan. Perbuatan-perbuatan semacam ini pada umumnya hanya akan menghasilkan sensasi kegembiraan dan kesenangan sesaat, sedang pada saat yang sama, hal tersebut akan mengakibatkan kesedihan serta kesusahan yang berkepanjangan, sehingga ia tidak akan dapat meraih ketenangan serta keceriaan abadi. Berangkat dari sinilah Islam melarang para pengikutnya dari perbuatan-perbuatan tersebut.
Berdasarkan ini, jika Anda kembali mencermati tangisan dan air mata yang menjadi topik bahasan kita di sini, Anda akan segera menyadari bahwa tangisan dan air mata akan menghasilkan suatu ketenteraman jiwa yang sangat didambakan oleh setiap manusia. Mereka yang membenamkan dirinya dalam kesenangan-kesenangan palsu, pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan ketenteraman itu tapi salah jalan dalam upaya pencariannya.
Tidak dapat dimungkiri, air mata memang mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan ketenangan pada jiwa manusia. Apabila kita belum mencoba dan belum merasakan hasilnya, kita dapat menelaah dan mempelajari watak kejiwaaan pribadi-pribadi yang telah mencapainya. Kestabilan dan ketenangan jiwa mereka adalah bukti nyata dari pencapaian mereka.
Hal yang penting di sini adalah bagaimana kita dapat mengenal dengan benar keceriaan dan kegembiraan serta kenikmatan yang bermuara pada agama, sehingga kita akan terselamatkan dari beragam kesenangan haram yang berakibat kesengsaraan, atau bagaimana upaya kita untuk tidak melihat kesenangan-kesenangan duniawi itu sebagai kenikmatan.
Hal ini sebagaimana pesan sarat hikmah dari para ulama akhlak yang menyatakan: “Bila engkau pernah merasakan kenikmatan dari meninggalkan kenikmatan dunia, maka barulah engkau akan menyadari bahwa kenikmatan dunia bukanlah kenikmatan.”
Artinya, jika kita benar-benar berhasil menjauhkan diri kita dari kenikmatan-kenikmatan palsu dosa, dan melawan godaan-godaan yang menggiurkan, maka kita akan segera merasakan kenikmatan-kenikmatan hakiki dan abadi.
Alhasil, beragama bukan berarti memerangi keceriaan serta kegembiraan, tetapi sebuah jalan untuk mencapai kebahagiaan hakiki dengan sarana-sarana tertentu, termasuk di antaranya dengan tangisan dan air mata.
Perbedaan antara orang-orang yang berpegang pada agama dengan mereka yang tidak, terletak pada fakta bahwa kelompok pertama mencari kebahagiaannya dengan petunjuk Allah dan Rasul s.a.w, dan tentu saja mereka hanya akan melangkah pada hal-hal yang tidak dilarang serta menekuni semua yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Adapun kelompok kedua, yang agama tidak punya tempat dalam kehidupan mereka, sehingga mereka pun hanya memahami kesenangan fisik dan dalam artiannya yang sangat dangkal. Selanjutnya mereka mengerahkan segala daya serta upaya untuk meraihnya. Pada akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat mereka menemui kegagalan, lalu sadar bahwa dirinya terjebak dan jatuh dalam penyesalan yang sudah terlambat. Ini semua merupakan akibat dari kesalahan dan dosa yang menumpuk, sehingga mereka harus menanggung risiko yang sangat menyakitkan; di sinilah tiba-tiba mereka sadar bahwa dirinya telah terjerat dalam penderitaan yang berkepanjangan dan tidak lagi ada jalan keluar baginya.
Kelompok ini juga telah kehilangan kesempatan untuk meraih kebahagiaan ukhrawi, karena seluruh potensi mereka telah dihamburkan habis pada kenikmatan-kenikmatan materi yang cepat berlalu, sehingga mereka tidak berbuat apa-apa untuk kehidupan abadinya.
Kembali pada masalah air mata, perlu digarisbawahi bahwa meneteskan air mata di hadapan Allah atau dalam rangka mengenang musibah-musibah yang menimpa para kekasih-Nya, tidak semata-mata berarti kesedihan atau rasa berduka-cita. Namun, lebih daripada itu, ia merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan penyelarasan jiwa kita dengan roh-roh suci para nabi dan wali. Makna inilah yang memberikan nilai penting pada tangisan, yang sekaligus menjadi sumber munculnya kebaikan-kebaikan demi tercapainya kebahagiaan, baik kebahagiaan individu maupun masyarakat.
Setelah kita mempunyai pandangan yang benar tentang tangisan dan air mata, di akhir pembahasan ini kita akan lanjutkan dengan pengenalan sekilas terhadap berbagai jenis tangisan, sekaligus mengetahui jenis tangisan yang paling bermutu, sebagaimana pernah disinggung dalam tulisan terdahulu.
Macam-macam Tangisan dan Air Mata
Orang-orang lalai sama sekali tidak memiliki energi seperti orang-orang yang berhati suci. Demi setetes air mata, mereka sanggup menggantinya dengan tidak tidur semalaman.
Begitu ungkapan yang disampaikan penyair Sha’ib Tabrizi.
Menangis adalah reaksi alami manusia yang terjadi akibat berbagai rangsangan internal maupun eksternal.
Seperti yang telah penulis uraikan dalam beberapa tulisan sebelumnya, ternyata memang ada bermacam-macam faktor yang menjadi penyebab tangisan. Maka berdasarkan bermacam-macam penyebab tangisan tersebut, lahir pula berbagai jenis tangisan.
Berikut ini adalah senarai berbagai macam tangisan dan air mata:
• Air mata rindu (syauq)
• Air mata cinta (‘isyq)
• Air mata perpisahan (firaq)
• Air mata penantian (intizhar)
• Air mata kesedihan (huzn)
• Air mata penyesalan (nadamah)
• Air mata akibat ditinggal oleh orang-orang yang sangat dicintai (buka’ul fâqidin)
• Air mata dalam rangka mengenang penderitaan para kekasih Allah
• Air mata munajat dan takut kepada Allah
• Air mata akibat terjatuh atau terkena pukulan
• Air mata bayi yang terjadi akibat berbagai faktor
• Air mata akibat rasa sakit yang tak dapat ditahan
• Air mata yang lahir dari berbagai macam perasaan hati, seperti: akibat suka, duka, sakit hati, perasaan tertekan, takut, sedih, dan lain sebagainya
• Air mata buaya atau tangisan pura-pura
• Dan lain-lain, seperti air mata yang menetes pada saat mengupas bawang merah atau karena mencium bermacam aroma yang berbau sangat tajam.
Perbedaan Komposisi Air Mata
Bila engkau melihat cahaya di dahiku, ketahuilah bahwa ia berasal dari cinta yang membara
Jika engkau menemukan dadaku bening dan bersih, ketahuilah bahwa air mata telah mencucinya.
Begitu yang disampaikan ahli hikmah, Faidh Kasyani.
Sangat menarik untuk kita ketahui bahwa berdasarkan penelitian para ilmuwan ternyata: air mata yang menetes, secara komposisi tidaklah sama antara satu dengan lainnya; komposisi itu berbeda bergantung pada faktor penyebab tangisan tersebut.
Sebagai contoh, komposisi cairan air mata yang disebabkan oleh perpisahan, tidak akan sama dengan komposisi cairan air mata yang disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti penyesalan atau yang lain.
Demikian juga halnya dengan kondisi-kondisi psikologis dari setiap tangisan, tentu akan berbeda-beda pula.
Berdasarkan dua perbedaan di atas (komposisi dan kondisi psikologis), maka dapat dipastikan bahwa pengaruh setiap tangisan pada jiwa manusia akan berbeda-beda pula.
Tangisan yang Bermutu
Tujuan dari beberapa penjelasan dan perincian di atas ialah bahwa di antara bermacam-macam tangisan dan air mata, ada sejenis tangisan yang tidak dapat dimungkiri memiliki pengaruh sangat besar dalam menciptakan cahaya dalam hati dan jiwa, yaitu air mata yang meleleh dari hamba yang dengan tulus-ikhlas beribadah dan bermunajat kepada Allah di keheningan malam. Atau air mata yang mengucur deras di saat mengenang pengorbanan dan perjuangan manusia-manusia suci dalam menegakkan agama Allah dan kebenaran.
Sangatlah jelas, menangisi penderitaan para kekasih Allah, karena keterikatan mereka dengan-Nya, menjadikan tangisan itu memilki warna Ilahi dan kesakralan tersendiri. Dan sudah barang tentu ia memiliki nilai yang sangat tinggi, di samping pengaruh yang sangat dahsyat pada jiwa manusia.[1] (EH)
Selesai.
Catatan kaki:
[1] Mukjizat Air Mata (Penerbit Misbah, 2004)