Mozaik Peradaban Islam

Manfaat dan Keajaiban Menangis bagi Manusia (4)

in Studi Islam

“Sungguh sayang! Banyak manusia yang lalai bahwa engkau (air mata) adalah air kehidupan dan penyelamat mereka.”

Ilustrasi Foto: islamgreatreligion.wordpress.com

Sebagaimana manusia dengan hati yang lembut mampu merasa­kan setiap musibah dan penderitaan orang lain, sungguh tak diragukan bahwa sifat tidak peduli pada penderitaan sesama dan memberikan konsen­trasi yang berlebihan pada acara-acara hiburan yang merusak dan melampaui batas, bakal membuat hati manusia menjadi keras dan tertutup dari Cahaya Ilahi.

Saat ini, keba­nyakan dari masyarakat dunia ter­kena oleh penyakit yang ganas dan sulit disembuhkan ini, dan sebagai akibat melandanya penyakit ini, kita menyak­sikan penderitaan umat manusia semakin ber­tambah, hari demi hari. Mereka menjadi semakin kejam, tidak bermoral, dan brutal; mereka sanggup melakukan apa saja tanpa ada yang dapat menghalangi; mereka membu­nuh, menyiksa, merampas, meram­pok, memper­kosa, menganiaya, memaki, meng­umpat, meng­adu-domba, mabuk-mabukan, ber­nyanyi dan ber­jingkrak-jingkrak kesetanan, tanpa sedi­kit pun me­nyesal atas kejahatan dan kerusakan yang diper­buatnya.

Wahai tetesan-tetesan air mata yang jernih! Wahai butiran-butiran bening yang bersumber dari hati yang lembut dan penuh kasih sayang! Mengalirlah pada hati-hati yang keras; basahi dan sejukkan jiwa-jiwa yang tandus dan panas; sembuhkan dan segarkan jiwa-jiwa yang sakit dan lelah. Sungguh sayang! Banyak manusia yang lalai bahwa engkau (air mata) adalah air kehidupan dan penyelamat mereka.[1]

Sungguh indah ucapan salah seorang arif ternama, Marhum Khajah Abdullah Anshari: “Jika seseorang telah menyadari kelemahan dan ketidak-berdayaannya, kemudian ia tunduk dan pasrah kepada Allah, niscaya Allah akan melapangkan hatinya, sehingga hari-harinya akan dipenuhi dengan keindahan dan suka-cita.”

Dalam sebuah puisi, Syaikh Baha’i berkata:

Ambillah bekal dari rintihan para pencinta

Juga obat dari sakit dan derita mereka

Hai kaki yang berat untuk melangkah

Jarak antara kau dan Tuhanmu tidak lebih dari selangkah

Sha’ib Tabrizi berkata:

Kilauan cermin hatiku adalah air mata

Tak punya air mata berarti tak mengenal derita

Mari kita ingat kata-kata Faidh Kasyani:

Bila engkau melihat cahaya di dahiku,

ketahuilah bahwa ia berasal dari cinta yang membara

Jika engkau menemui dadaku bening dan bersih, air matalah yang telah mencucinya

Jika Alquran, Rasul dan para kekasih Allah kerap ber­pesan kepada para pengikutnya agar meluangkan waktu untuk menangis, itu semua karena tangisan dan air mata memang memiliki manfaat dan pengaruh yang luar biasa pada hati manusia; dan kepekaan serta kelembutan hati merupakan salah satu dari manfaatnya.

Sedemikian penting pengaruh tangisan dan air mata ini, sampai-sampai para awliya menganjurkan kepada orang-orang yang tidak bisa menangis, untuk mengingat masalah-masalah pribadinya, seperti mengenang mening­galnya orang-orang yang dicintai, agar bisa menangis dan meneteskan air mata. Tentu saja, pesan ini hanyalah untuk membiasakan seseorang agar mudah menangis dan merasakan nikmatnya tangisan; karena pengaruh maknawi yang sempurna dari tangisan, hanyalah terdapat pada tangisan yang dilakukan karena Allah.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ishaq bin Ammar pernah mengeluh kepada salah seorang cucu Rasulullah, Imam Ja‘far Shadiq, yakni tentang kondisinya yang saat berdoa sangat ingin menangis, namun sulit sekali baginya untuk meneteskan air mata. Lalu Ishaq mengakui, jika mengingat sebagian dari keluarganya yang telah meninggal, baru dirinya bisa menangis. Kepada Imam Ja’far Ishaq bertanya, apakah yang dilakukannya dibo­lehkan?

Imam Ja’far berkata, “Ingatlah mereka, dan saat hatimu luluh, maka menangislah dan berdoalah kepada Tuhanmu.”

Pada kesempatan lain, Imam Ja’far berkata: “In lam takun bika bukâ’un fatabâkâ. Jika engkau tidak dapat menangis, maka berpura-puralah menangis!”

Anjuran ini semata-mata bertujuan untuk mem­biasa­kan dan melatih diri dalam menangis. Pura-pura menangis dalam riwayat di atas dapat diartikan, bagai­mana sese­orang menampilkan dirinya seperti seseorang yang sedang menangis.

Pengaruh Tangisan dan Air Mata dalam Mewujudkan ‘Isyq (Cinta) Berkualitas

Pertama-tama kita harus mengetahui apa itu ‘isyq, dan mengenal macam-macamnya. Ada ‘isyq yang terpuji (mamduh), dan ada pula ‘isyq yang tercela (madz­mum). Pengetahuan yang benar tentang definisi ‘isyq, akan mengantar kita pada kesimpulan yang lebih sempurna seputar pengaruh tangisan dan air mata dalam mewu­judkan ‘isyq (cinta) yang berkualitas pada diri manusia.

Dari sudut bahasa, ‘isyq berarti cinta atau kepasrahan hati. Marhum Muhaddits Qummi, dalam kitabnya Safinatul Bihar, mengartikan ‘isyq sebagai berikut:[2]

“Al-‘isyqu huwal ifrathu fil mahabbah. ’Isyq adalah cinta yang luar biasa (melampaui batasan cinta-cinta biasa).”

Setelah mendefinisikan ‘isyq, kemudian beliau mem­baginya dalam ‘isyq yang terpuji dan ‘isyq yang tercela, dan menegaskan, “Fa innal-madzmûma huwal-‘isyqul jismanil-haya­wanis-syahwani. ’Isyq yang tercela adalah cinta dan ketertarikan yang bersumber pada keindahan fisik, kemilau materi, dan nafsu hewani.”

“Wal mamdûhu huwar-rûhânil insanin-nafsânî. Sedang yang terpuji adalah cinta rohani dan Ilahi, yang bersumber pada roh dan batin manusia (ruh manusia secara fitrah terikat oleh cinta kepada Allah).”

“Wal awwalu yazûlû wa yafna bimujarradil wishali wal itthishali. ’Isyq bentuk yang pertama, begitu sampai pada yang dicintai (setelah dapat meraih dambaannya) akan segera hilang dan sirna.”

“Wats-tsâni yabqâ wa yastamirru abadal abadi ‘alâ kulli hâlin. Sedang bentuk yang kedua, akan tetap ada secara terus-menerus kapan saja dan di mana saja (tidak terikat oleh batasan ruang dan waktu).”

‘Isyq yang terpuji tidak akan sirna pada saat perte­muan antara pencinta dan yang dicintai, bahkan cintanya akan semakin membara dan bertambah sempurna dari waktu ke waktu; seperti itualah ikatan cinta antara hamba dan Rabbnya senantiasa akan mekar dan tak pernah layu.

Cinta yang abadi itu akan memberikan ketenangan kepada manusia baik di dunia maupun di akhirat; dengannya manusia akan sampai pada rahmat Allah yang sangat luas; ia juga akan meraih kebahagiaan yang hakiki serta abadi.

Marhum Muhaddits Qummi melengkapi penjelasan­nya dengan sebuah syair dari Marhum Nizhami.

Dalam puisinya, penyair besar itu juga menyinggung tentang ‘isyq yang hakiki dan ‘isyq yang majazi:

Cinta yang tak abadi

Adalah permainan syahwat hewani

Cinta sejati merupakan cerminan cahaya yang tinggi

Di dalamnya tak ada nafsu birahi

Di mata seorang pencinta

Alam semesta bak biji semata

Jika di sana ada pencinta

Pasti ma’syuq akan menyapa

Bila cinta berjalan pada jalurnya

Satu kebaikan akan berlipat-ganda

Berkenaan dengan cinta sejati dan cinta majazi (biasa), para penyair telah memberikan sumbangsih yang besar dalam menjelaskannya. Penjelasan-penjelasan mereka sangat indah dan penuh makna.

Marhum Wahsyi Bafaqi berkata dalam puisinya:

Antara kita dan cinta terbentang jalan yang amat panjang

Setiap langkahnya kadang mendaki dan kadang menukik

Lembahnya penuh bahaya dan coba

Bukitnya melampaui diri dan hawa

Dari beberapa puisi di atas, kita dapat mengerti bahwa meraih cinta sejati bukanlah pekerjaan mudah. Diperlukan usaha yang tak kenal lelah untuk dapat sampai padanya; yakni seseorang harus dapat mengalahkan ego serta syahwat­nya, bila ingin merasakan manisnya cinta.

Adapun sarana yang akan sangat membantu manusia dalam meraih cinta yang sejati itu, tidak lain adalah makrifat serta tangisan dan air mata! (EH)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Mukjizat Air Mata (Penerbit Misbah, 2004)

[2] Syaikh Abbas al-Qummi, Safinatul Bihar (Penerbit Dar al-Uswah, 1925)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*