Rasulullah bersabda, “Ketika di Makkah dulu, tak seorangpun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada engkau. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya ditutupi sehelai burdah.”
Setelah perang berakhir, Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Di hadapan para syuhada yang terbunuh, beliau kemudian bersabda:
“Aku menjadi saksi atas mereka, bahwa tidaklah ada yang terluka karena Allah melainkan Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat, lukanya berdarah, warnanya warna darah namun baunya adalah bau minyak kesturi.”[1]
Sebagian sahabat sudah ada yang membawa para korban yang terbunuh ke Madinah. Lalu beliau memerintahkan agar mengembalikan para korban itu ke Uhud dan menguburkannya di tempat masing-masing menerima ajalnya, tanpa dimandikan.
Jasad mereka dikuburkan beserta pakaian yang melekat di badan setelah melepas bahan-bahan pakaian dari besi dan kulit. Satu lubang diisi dua atau tiga jasad, dan setiap dua orang dibungkus dengan satu lembar kain.[2]
Ketika Rasulullah tiba di hadapan jasad Hamzah bin Abdul-Muththalib, paman sekaligus saudara sepersusuan Rasulullah, Ibnu Masud meriwayatkan, “Kami tidak pernah melihat Rasulullah SAW dalam keadaan menangis lebih sesenggukan daripada tangisnya atas Hamzah bin Abdul-Muththalib. Beliau memeluknya kemudian berdiri di sampingnya. Beliau menangis lagi hingga terisak-isak.”[3]
Ketika beliau sampai di hadapan jasad Mushab bin Umair, air mata Rasulullah bercucuran dengan deras. Berkata Khabbah Ibnul Urat:
“Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah SAW dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga pastilah sudah ganjaran di sisi Allah. Di antara kami ada yang telah berlalu sebelum menikmati ganjarannya di dunia ini sedikitpun juga.
“Di antaranya adalah Mushab bin Umair yang tewas di Perang Uhud. Tak sehelaipun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya.
“Maka sabda Rasulullah SAW, ‘Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkhir.’.”[4]
Dalam riwayat lainnya, Ibrahim meriwayatkan bahwa suatu waktu makanan disajikan kepada Abdurrahman bin Auf ketika dia berbuka puasa. Dia berkata, “Mushab bin Umair yang merupakan orang yang lebih baik daripadaku syahid dan diselimuti dalam selembar kain (yang sangat kecil) yang akan membuat kakinya terbuka ketika kepalanya tertutup, dan kepalanya terbuka ketika kakinya tertutup.
“Hamzah yang juga orang yang lebih baik dariku, juga syahid. Setelah itu, kekayaan duniawi terbentang di hadapan kita dan kita takut bahwa perbuatan baik kita mungkin telah diganjar di muka (di dunia ini terlebih dahulu ketimbang di Akhirat nanti).” Dia kemudian mulai menangis begitu deras sehingga dia bahkan meninggalkan makanannya.[5]
Rasulullah kemudian berdiri di depan Mushab, dutanya yang pertama, yang telah meng-Islamkan hampir seluruh Madinah, seraya membacakan ayat:
“Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.” (Q.S al-Ahzab [33]: 23)
Kemudian beliau bersabda, “Ketika di Makkah dulu, tak seorangpun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada engkau. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya ditutupi sehelai burdah.”
Kemudian Rasulullah melayangkan pandangannya kepada seluruh syuhada yang ada di sana, berseru, “Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di Hari Kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah.”
Kemudian beliau berpaling kepada para sahabat yang masih hidup dan bersabda, “Hai Manusia! Berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkan salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai Hari Kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya.” [6]
Salam atasmu wahai Mushab…. Salam atasmu sekalian wahai para syuhada….
Dalam kesempatan lainnya, Amir bin Rabiah, sahabat Mushab, pernah memberikan kesaksiannya, berkata, “Mushab bin Umair adalah sahabatku dari sejak dia masuk Islam hingga saat dia syahid di Uhud. Semoga Allah SWT mengampuninya. Dia menemani kami dalam dua kali hijrah ke Habsyi dan teman seperjalananku. Aku harus mengatakan bahwa aku belum pernah melihat orang dengan karakter yang lebih baik darinya, atau orang yang mendekati (karakter)nya dibanding dia.”[7]
Setelah prosesi penguburan di Uhud selesai, Rasulullah bersama para sahabat kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan dia bertemu dengan Hamnah binti Jahsy. Rasulullah kemudian memberitahu tentang kematian saudara laki-lakinya, Abdullah bin Jahsy, kepadanya. Dia berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Aku meminta pengampunan kepada Allah.”
Kemudian Rasulullah memberitahu tentang kematian Hamzah bin Abdul-Muththalib, paman dari pihak ibunya. Dia berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Aku meminta pengampunan kepada Allah.”
Namun ketika Rasulullah memberi tahu tentang kematian suaminya, Mushab bin Umair, dia berteriak dan meratap. Melihatnya berlaku demikian, Rasulullah berkata, “Suami wanita itu (Mushab) sangat menyayanginya.”[8] (PH)
Seri Mushab bin Umair selesai.
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Ibnu Hisham (Vol 2, hlm 98), dikutip dalam dikutip dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 362.
[2] Sahih Al-Bukhari (Vol 2, hlm 584), dikutip dalam dikutip dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ibid.
[3] Mukhtasar Sirat ar-Rasul, hlm 255, dikutip dalam dikutip dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ibid., hlm 363.
[4] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 52-53.
[5] Bukhari (hlm 579)., Abu Nuaim juga dalam Hilya (Vol 1, hlm 100), juga meriwayatkannya, dikutip kembali dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Hayatus Sahabah) Vol.2, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 290.
[6] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 53.
[7] Ibnu Saad (Vol 3, hlm 82), dikutip dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Ibid., hlm 556.
[8] Ibnu Hisham (Vol 2, hlm 98), dikutip dalam Saifur Rahman Al-Mubarakfuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum (The Sealed Nectar): Biography of the Prophet (Darussalam: 2002), E-book version, chapter The Battle of Uhud.