Setiap kali tangan Mushab putus, dia berkata, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.” Beberapa sejarawan sepakat bahwa kalimat ini kelak diabadikan di dalam Alquran.
Sekarang mari kita simak penuturan dari saksi mata yang menyaksikan saat-saat terakhir Mushab bin Umair pada Perang Uhud. Ibnu Saad meriwayatkan:
Dikisahkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-Abdari dari ayahnya, dia berkata:
Mushab bin Umair adalah pembawa bendera pada Perang Uhud. Tatkala barisan kaum Muslimin pecah, Mushab bertahan kepada kedudukannya.
Datanglah seorang musuh berkuda, Ibnu Qamiah namanya, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mushab mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula.
Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu patah. Mushab pun gugur, dan bendera itu jatuh.”[1]
Menurut sejarawan Khalid Muhammad Khalid, pada saat itu Mushab berpikiran, sekiranya dia langsung menyerah setelah tebasan yang pertama, maka jalan para penyerang menuju Rasulullah semakin terbuka.
Demi cintanya yang amat besar kepada Rasulullah, dan khawatir akan keselamatan beliau, maka ketika setiap tebasan datang dia tidak menyerah dan menghibur dirinya dengan ucapan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Khalid Muhammad Khalid berpendapat, kalimat yang selalu diulang dan dibaca Mushab ini kemudian dikukuhkan menjadi wahyu dalam ayat Alquran yang akhirnya selalu dibaca oleh setiap Muslim.[2]
Ayat yang dimaksud adalah berikut ini:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran [3]: 144)
Namun menurut Quraish Shihab, sebagaimana dijelaskan di dalam Tafsir al-Mishbah, ayat ini secara umum membicarakan tentang peristiwa yang terjadi pada waktu Perang Uhud, yakni ketika para pemanah meninggalkan pos mereka karena terdorong untuk mendapat rampasan perang.
Lalu kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin al-Walid yang ketika itu belum memeluk Islam, mengambil kesempatan tersebut untuk mengatur barisannya dan menyerang balik kaum Muslimin. Akibatnya, terjadi kekacauan, dan ketika itu muncul isu bahwa Nabi Muhammad SAW telah gugur.
Mendengar isu tersebut, pasukan kaum muslimin yang memang telah kacau, bertambah kacau dan sebagian besar dari mereka meninggalkan medan tempur. Yang tinggal bertahan bersama Rasul hanya beberapa orang saja. Jadi, Quraish Shihab tidak secara spesifik menyebutkan bahwa ayat ini berkenaan dengan Mushab bin Umair.[3]
Setelah tersiar kabar bahwa Nabi Muhammad meninggal, prajurit Muslim menjadi kacau balau dan mental mereka melemah. Sebaliknya, pasukan Quraish Makkah merasa menang karena mereka beranggapan bahwa tujuan utama mereka, yakni membunuh Muhammad, telah tercapai. Pada saat inilah mereka kemudian melakukan mutilasi terhadap jasad-jasad pasukan Muslim yang telah terbunuh.
Setelah Mushab tewas, Nabi kemudian menyerahkan bendera kepada Ali bin Abu Thalib. Ali, bersama dengan para sahabat lainnya, terus berjuang dengan gagah berani dan memberikan contoh-contoh luar biasa tentang kepahlawanan, keberanian, dan daya tahan dalam pertahanan dan serangan.[4]
Demikianlah, jika hendak diringkas, setelah peristiwa ini Rasulullah dan pasukan Muslim berhasil menguasai keadaan kembali. Semangat pasukan Muslim yang tersisa bangkit kembali setelah mengetahui bahwa ternyata Rasulullah masih hidup.
Akhir dari perang, sulit untuk diambil kesimpulannya siapa yang menjadi pemenang, tergantung dari ukuran apa kita menilainya. Selain itu, perang ini tidak tuntas, karena pada akhirnya kedua belah pihak sama-sama membubarkan diri tanpa konklusi yang final.
Beberapa riwayat telah sepakat menyebutkan bahwa korban yang mati di pihak Muslim adalah 70 orang, yang kebanyakan berasal dari kalangan Anshar, tepatnya sebanyak 65 orang. Dengan rincian 41 dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus. Sementara dari kalangan Yahudi ada satu orang yang terbunuh. Sedangkan dari kalangan Muhajirin hanya empat orang.
Sedangkan korban yang terbunuh dari pihak orang-orang Musyrik menurut Ibnu Ishaq ada 22 orang. Tetapi setelah ada penelusuran yang lebih mendetail dengan mempertimbangkan kondisi peperangan saat itu, dan hal ini juga dikuatkan beberapa pakar biografi dan peperangan, ternyata korban di pihak musuh ada 37 orang.[5] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 50-51.
[2] Ibid., hlm 51.
[3] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 2 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 232.
[4] Sahih Al-Bukhari (Vol 2, hlm 582), dikutip dalam Saifur Rahman Al-Mubarakfuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum (The Sealed Nectar): Biography of the Prophet (Darussalam: 2002), E-book version, chapter The Battle of Uhud.
[5] Lihat rincian masalah ini dalam Ibnu Hisham, Sirah an-Nabawiyah (Vol 2, hlm 122-129), dan Fathul-Bary (Vol 7, hlm 351), dikutip dalam Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 367.