Mozaik Peradaban Islam

Naser-e Khosraw (9): Naik Haji (1)

in Tokoh

Last updated on November 12th, 2019 07:13 am

Bagaimana kondisi Makkah pada abad ke-11? Naser-e Khosraw berkata, “Di ujung utara pasar, adalah Gunung Marwah, yang lebih rendah dan memiliki banyak bangunan yang dibangun di atasnya, karena terletak di tengah-tengah kota. Dalam (melaksanakan ibadah) berlari antara Shafa dan Marwah orang-orang akan berlari-lari di dalam pasar ini.”

Ilustrasi kota Makkah di masa lalu. Sumber: usu.edu

Penggambaran Tentang Kota Makkah

Kota Makkah terletak di bawah, di antara gunung-gunung yang sedemikian rupa, sehingga dari arah mana pun engkau mendekat, kota itu tidak dapat dilihat sampai engkau tiba di sana. Gunung tertinggi di dekat Makkah adalah Abu Qubais, yang bentuknya bundar seperti kubah, yang mana jika engkau menembakkan panah dari kaki gunung, (panah) itu dapat mencapai puncaknya.

Abu Qubais berada di sebelah timur kota, sehingga jika engkau harus berada di Masjid Haram pada bulan-bulan Capricorn (Desember hingga Januari-pen), engkau akan melihat matahari terbit dari balik puncak gunung. Di puncak gunung terdapat sebuah prasasti batu yang dikatakan didirikan oleh Ibrahim.

Abu Qubais pada masa kini. Foto diambil pada 23 Juni 2015. Foto: Adeeb Atwan

Kota ini terletak di sebuah dataran di antara gunung-gunung dan hanya berukuran dua tembakan panah luasnya. Masjid Haram berada di tengah-tengah dataran itu, dan jalan-jalan kota dan pasar dibangun di sekitarnya. Di mana pun terdapat celah di gunung, tembok benteng dibuat di sana dengan gerbangnya.

(Pada era masa kini, rekor tembakan panah terjauh adalah sepanjang 930,04 kaki [sekitar 283,6 meter], yang mana tentunya ini sudah menggunakan busur dengan teknologi, material, dan presisi yang lebih baik dibandingkan dengan busur tradisional.[1]

Jika menggunakan asumsi jarak ini, maka berdasarkan penggambaran Naser-e Khosraw tentang luas kota Makkah [dua kali tembakkan panah], maka luas kota Makkah pada waktu itu hanya 321.000 m2 [(283,6 x 2) x (283,6 x 2)].

Namun jika mengikuti ukuran Naser-e Khosraw tentang tembakan panah yang dapat mencapai puncak Abu Qubais, maka perhitungannya akan berbeda. Abu Qubais pada masa kini diketahui memiliki tinggi 420 meter. Jika kita asumsikan satu tembakan panah versi Naser-e Khosraw adalah 420 meter, maka hasil akhirnya mengenai luas kota Makkah pada waktu itu adalah seluas 705.600 m2-pen.)

Satu-satunya daerah pepohonan di kota itu berada di gerbang barat Masjid Haram, yang disebut Gerbang Ibrahim, di sana terdapat beberapa pohon tinggi di sekitar sumur. Di sisi timur Masjid Haram, sebuah pasar besar membentang dari selatan ke utara.

Di ujung selatan adalah Abu Qubais. Di kaki Abu Qubais adalah Gunung Shafa, yang seperti tangga, karena batu telah diatur sedemikian rupa sehingga orang dapat naik untuk berdoa, yang mana adalah apa yang dimaksud dengan (ibadah) “untuk melakukan Shafa dan Marwah.”

Pada bagian lain, di ujung utara pasar, adalah Gunung Marwah, yang lebih rendah dan memiliki banyak bangunan yang dibangun di atasnya, karena terletak di tengah-tengah kota. Dalam (melaksanakan ibadah) berlari antara Shafa dan Marwah orang-orang akan berlari-lari di dalam pasar ini.

Bagi orang-orang yang datang dari tempat yang jauh untuk melakukan umrah, terdapat prasasti dan masjid yang didirikan setengah parasang[2] (sekitar 3 km-pen) dari Makkah, di mana mereka mengenakan (kain) ihram mereka. Mengenakan ihram berarti menanggalkan semua pakaian yang dijahit dan mengenakan kain tanpa jahitan di bagian pinggang dan sisanya di sekitar tubuh.

Kemudian, dengan suara yang nyaring, engkau berkata, “Labbaika Allahumma, Labbaik,”[3] dan mendekati Makkah. Ketika ada orang yang sudah berada di Makkah ingin melakukan umrah, dia pergi ke salah satu pasar, mengenakan ihramnya, mengucapkan Labbaik, dan kembali ke Makkah dengan niat untuk melakukan umrah.

Setelah masuk ke kota, engkau memasuki Masjid Haram, mendekati Kabah, dan berkeliling (tawaf)…. selalu menjaga Kabah di (bahu) kirimu. Kemudian engkau pergi ke sebuah sudut yang memiliki Hajar Aswad, menciumnya, dan meneruskan (tawaf). Ketika batu itu dicium sekali lagi dengan cara yang sama, satu kali tawaf, atau mengelilingi, maka selesailah.

Ini terus dilanjutkan sampai tujuh kali tawaf, tiga kali cepat dan empat lambat. Ketika proses mengelilingi selesai, engkau mendatangi Maqam Ibrahim yang berada di seberang Kabah dan (Kabah berada) di belakang maqam itu. Di sana engkau melaksanakan dua rakaat yang disebut dengan salat tawaf. Setelah itu engkau pergi ke Sumur Zamzam, meminum sedikit airnya atau membasuh wajah, dan meninggalkan Masjid Haram melaui Gerbang Shafa. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Havilah Halcyon, “How Far Can a Compound Bow Shoot?”, dari laman https://outdoortroop.com/how-far-can-a-compound-bow-shoot/, diakses 29 Oktober 2019. (PH)

[2] Satu parasang setara dengan 3,5 mil. (Michael Wolfe)

[3] Artinya adalah, “Kami memenuhi dan akan melaksanakan perintah-Mu ya Allah,” dalam Ikadi, “Labbaik Allahumma Labbaik”, dari laman http://www.ikadi.or.id/article/labbaik-allahumma-labbaik, diakses 29 Oktober 2019. (PH)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*