Negus (4): Raja yang Melindungi Kaum Muslimin

in Tokoh

Last updated on January 18th, 2020 05:48 am

Tentang sambutan Negus pada kaum Muslimin, Ummu Salamah mengisahkan, “Ketika kami tiba di Habasyah, An-Najasyi (Negus) menyambut kami dengan sambutan yang baik sekali. Kami merasa aman terhadap agama kami, dan bisa beribadah kepada Allah SWT tanpa mendapatkan penyiksaan dan mendengar kata-kata yang tidak kami sukai.”

Gambar ilustrasi. Sumber: teras-dakwah.blogspot.com

Bila menilik pada sejarah, ada setidaknya dua Negus yang memerintah Habasyah dalam periode awal kelahiran Islam.

Pertama, adalah Negus yang memerintahkan Abrahah menyerang Yaman, lalu mendukung Abrahah mendirikan gereja di daerah tersebut untuk mengalihkan keinginan manusia berziarah ke Kabah. Kisah ini kemudian berakhir dengan keputusan Abrahah untuk menghancurkan Kabah dan menyerang Kota Makkah.

Agaknya, bukan Negus ini yang disebut oleh Rasulullah Saw sebagai “raja yang adil dan tidak mengizinkan seorang pun dizalimi di negerinya.” Mengingat jarak antara terjadinya kisah ini dengan masa kerasulan Muhammad Saw, mencapai sekitar 40 tahun. Bahkan boleh jadi, di antara jarak waktu tersebut, terdapat beberapa Negus lagi setelahnya. Wallahu alam

Kedua, adalah Negus yang menyambut melindungi kaum Muslimin di Habasyah. Beberapa tahun setelah hijrah Rasulullah Saw ke Madinah, Negus ini mendapat surat langsung dari Rasulullah Saw yang isinya berupa seruan agar memeluk agama Islam.

Ibnu Katsir mengutip Al-Waqidi menyatakan bahwa ketika Rasulullah Saw memerintahkan para sahabatnya mengirimkan surat kepada para raja di sejumlah wilayah, salah satunya beliau mengutus Amr bin Umayyah al-Damri ke Negus, raja dari orang-orang Kristen di Abyssinia (Habasyah), yang namanya adalah Ashama bin al-Hurr.[1] 

Sebagaimaan sudah dikisahkan sebelumnya. Jumlah kaum Muslimin yang hijrah ke Habsyah pada gelombang pertama berjumlah sekitar 10 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Dari riwayat Tabari dikisahkan bahwa, para sahabat yang hijrah ke Habasyah, berangkat dari Makkah dengan mengendap-endap. Ada yang menggunakan unta dan ada juga yang berjalan kaki. Dari Kota Makkah mereka menuju ke pelabuhan yang bernama al-Shuaybah (sekarah Jeddah). Kemudian di pelabuhan tersebut mereka menumpang kapal dagang yang akan berangkat ke Habasyah dengan harga setengah dinar.[2]

Ilustrasi jalur perjalanan kaum Muslimin ke Habasyah. Sumber gambar: sejarahrasulullah.com

Di Habsyah, kapal yang mereka tumpangi berlabuh di pelabuhan Massawa (sekarang Republik Eritrea). Konon, di pelabuhan Massawa ini kaum Muslimin kemudian mendirikan masjid yang dikenal dengan Masjid As-Sahaba. Sampai sekarang, masjid ini masih berdiri di Kota Massawa, Republik Eritrea, dan dianggap sebagai masjid ketiga paling tua di dunia setelah Masjid Al-Haram di Makkah dan Al-Aqsa di Palestina.[3]

Terkait dengan benar tidaknya Masjid As-Sahaba dibangun pada tahun 614 M, atau ketika para sahabat melakukan hijrah pertama ke Habasyah, belum ada bukti sejarah – seperti catatan atau prasasti – yang cukup otentik untuk membuktikan hal tersebut. Tapi kisah ini hidup dan menjadi tuturan masyarakat setempat. [4]

Setelah gelombang pertama tersebut, tak lama kemudian menyusullah rombongan kedua kaum Muslimin yang dipimpin oleh Jakfar bin Abu Thalib. Ibnu Ishaq berkata, “Jadi total kaum Muslimin yang menyusul ke Habasyah dan berhijrah kepadanya – selain anak-anak yang mereka bawa hijrah atau lahir di Habasyah – ialah delapan puluh tiga orang laki-laki, jika Ammar bin Yasir ditambahkan ke dalam jumlah tersebut, namun dia diragukan ikut hijrah ke sana.”[5] 

Adapun terkait riwayat bagaimana kondisi kaum Muslimin selama di Habasyah, umumnya dikisahkan oleh Ummu Salamah. Dari beberapa riwayat yang beliau sampaikan, tidak dikisahkan secara persis, apakah pada waktu itu mereka sempat membangun sebuah masjid di Habasyah atau tidak. Tapi beliau mengatakan bahwa di Habasyah mereka mendapat keluasaan dan ketentraman dalam menjalankan ibadah. Hingga satu waktu, datanglah dua orang utusan kaum kafir Quraisy untuk mengganggu mereka.

Tentang sambutan Negus terhadap Kaum Muslimin, Ibnu Ishaq berkata bahwa Muhammad bin Muslim Az-Zuhri berkata kepadaku dari Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam Al-Makhzumi dari Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah, istri Rasulullah Saw yang berkata, “Ketika kami tiba di Habasyah, An-Najasyi (Negus) menyambut kami dengan sambutan yang baik sekali. Kami merasa aman terhadap agama kami, dan bisa beribadah kepada Allah SWT tanpa mendapatkan penyiksaan dan mendengar kata-kata yang tidak kami sukai.”[6] (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Katsir dijelaskan sebagai berikut: Al-Waqidi menyatakan, “Dalam bulan Dzulhijjah tahun itu, Rasulullah Saw mengutus enam orang secara berkelompok; yang dipimpin oleh Hatib bin Abu Baltaa kepada al-Muqawqis, sang Gubernur Alexandria. Beliau juga mengirim Shuja bin Wahb bin Asad bin Judhayma, yang hadir di Badr, ke al-Hath bin Aba Shammar al-Ghassmi, raja dari orang-orang Arab Kristen. Juga beliau mengirim Dihya bin Khalifa al-Kalbi kepada Caesar, yang ketika itu bernama Heraklitus, sang kaisar Roma. Dan beliau mengirim Abd Allah bin Hudhafa al-Sahmi kepada Chosroe (Kisra), raja orang Persia. Beliau juga mengirim Salir bin Amr al-Amiri ke Hawdha bin Ali al-Hanafi, dan Amr bin Umayya al-Damri ke Negus, raja dari orang-orang Kristen di Abyssinia (Habsyah), namanya Ashama bin al-Hurr.” Lihat, Ibn Katsir, Al-Sira Al-Nabawiyya; The Life of The Prophet Muhammad, Vol. III, Translated by Professor Trevor Le Gassick, The Center for Muslim Contribution to Civilization, hal. 245

[2] Lihat, The History of al-Tabari (Ta’rikh al-rusul wa’l-muluk), VOLUME VI, Muhammad at Mecca, translated and annotated by W. Montgomery Watt, (USA: State University of New York Press, 1988, hal. 99

[3] Uraian lebih jauh mengenai sejarah dan kondisi Masjid As-Sahaba, bisa merujuk pada link berikut: https://ganaislamika.com/masjid-as-sahaba-masjid-tertua-ketiga-di-muka-bumi/

[4] Satu-satunya fitur yang menunjukkan bahwa masjid ini berasal dari zaman sebelum Rasulullah Saw hijrah adalah posisi masjid yang menghadap ke arah Yerusalem, bukan Makkah. Sebagaimana kita ketahui, bahwa perubahan kiblat umat Umat Islam terjadi baru ketika Rasulullah berada di Madinah. Adapun sebelum itu, kiblat umat Islam mengarah ke Al-Aqsa di Yerusalem, atau dalam Islam dikenal dengan istilah Qibla Awwal (kiblat pertama). Lihat, as-Sahaba Mosque, https://madainproject.com/as_sahaba_mosque_(massawa), diakses 24 Juli 2019

[5] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 250

[6] Ibid, hal. 254

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*