Peci: Sintesis Keislaman dan Keindonesian (2)

in Lifestyle

Last updated on March 1st, 2018 07:38 am

Busana penutup kepala (headwear, headgear, headdress) merupakan jenis pakaian yang umumnya dipakai oleh masyarakat di belahan dunia manapun. Bentuknya bermacam-macam, dan tak jarang saling mempengaruhi satu sama lain. Namun demikian, masing-masing negara memiliki kekhasannya, dan pada titik tertentu, busana penutup kepala ini – dengan segenap kekhasannya – menjadi identitas kebudayaan dan nasionalisme banyak bangsa di dunia.

—Ο—

 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Peci memiliki pengertian sebagai penutup kepala untuk pria, terbuat dari kain atau bahan lain yang dibentuk meruncing kedua ujungnya.[1] Sebutan lainnya yang juga digunakan untuk menunjukkan pengertian yang sama, yakni kopiah atau songkok. Sebagaimana sudah diurai sebelumnya, belum diketahui secara pasti kapan dan bagaimana tepatnya peci menjadi salah satu busana khas penduduk Nusantara.

Meski menunjukkan satu pengertian yang sama, tapi sejarah penyebutan peci, kopiah dan songkok berbeda. Peci, sebagaimana yang disebut oleh Bung Karno, berasal dari sebutan orang Belanda “Petje”. Yang berasal dari kata “Pet” (berarti kupiah), dan diberi imbuhan “je” (yang berarti kecil).[2] Terkait asal mula kedatangannya, ada asumsi menyebutkan bahwa peci sesungguhnya istilah serapan dari bahasa Turki untuk topi fez, yang juga dikenal dengan nama fezzi atau phecy.[3]

Topi Fez khas Turki, atau dikenal dengan nama ‘fezzi’ atau ‘phecy’. Sumber gambar: note.sejarah.mws

Masih tentang istilah peci. Selain dari Turki, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa peci mulanya berasal China. Adalah Laksmana Ceng Ho yang merupakan laksamana dari Cina yang beragama Muslim, yang pertama kali memperkenalkan peci ke Indonesia. Menurut pendapat ini, Peci berasal dari kata Pe (artinya delapan) dan Chi (artinya energi), sehingga arti peci itu sendiri merupakan alat untuk penutup bagian tubuh yang bisa memancarkan energinya ke delapan penjuru angin.[4]

Model Peci yang dianggap hasil transformasi dari budaya China. Sumber gambar: http://gethashtags.com

Selain peci, ada juga istilah “songkok” – yang di Indonesia memiliki pengertian sama dengan peci. Berbeda dengan peci yang memiliki jenis pelafalan yang mirip dengan beberapa bahasa dari negara lain, Songkok adalah istilah khas yang hanya bisa ditemukan di Indonesia dan kawasan Melayu. Kata songkok adalah metamorfosa pelafalan dari bahasa Inggris skull cap atau “topi batok kepala “. Kata ini sendiri merupakan sebutan orang Inggris bagi penggunanya di Timur Tengah. Ketika Inggris menjajah kawasan Melayu, istilah ini berubah pelafalannya menjadi “skol kep, lalu “song kep, dan sampai menjadi “song-kok”.[5]

Sedangkan kopiah, menurut beberapa pendapat, diadopsi dari bahasa Arab, yaitu kaffiyeh atau kufiya. Namun, wujud asli kaffiyeh berbeda dengan kopiah yang kita maksud. Kaffiyeh adalah penutup kepala khas masyarakat di Timur Tengah yang lebih identik dengan apa yang kita kenal di Indonesia sebagai “sorban”. Tampaknya istilah ini dipakai bukan untuk menunjukkan bentuknya, tapi lebih pada fungsinya sebagai penutup kepala.

Kaffiyeh atau kufiya dalam istilah masyarakat Timur Tengah lebih dikenal dengan sebutan Sorban di Indonesia. Sumber gambar: http://indonesiakeffiyeh.blogspot.co.id

Di daerah lain, seperti Afrika Timur, ada juga satu model kopiah yang mirip dengan yang ada di Nusantara. Mereka menyebut penutup kepala ini dengan namaKofia”. Kofia adalah topi silindris seperti songkok yang dikenakan oleh pria di Afrika Timur, terutama orang-orang Swahili. Dalam bahasa Swahili, Kofia berarti topi. Biasanya penutup kepala ini dikenakan dengan dashiki, kemeja Afrika berwarna-warni yang disebut juga kemeja kitenge di beberapa wilayah di Afrika Timur. Di Uganda, kofia dipakai dengan kanzu pada acara-acara informal. Di Somalia, penutup kepala ini dikenal sebagai “koofiyad“. Di Kenya, kofia bahkan sering dipakai oleh Jomo Kenyatta, Presiden Kenya yang pertama. Kofia tradisional memiliki lubang pin kecil di kain yang memungkinkan udara masuk. Selain di Afrika Timur, busana penutup kepala ini juga banyak digunakan di kawasan Afrika Barat, yang dikenal “kufi”.[6]

Swahili Kofia, penutup kepala khas orang-orang Afrika Timur. Sumber gambar: http://dkm-tv.com

Bila dinilai dari bentuknya, salah satu jenis peci yang sangat terkenal mirip dengan yang kita gunakan di Indonesia adalah Karakul (atau Qaraqul) yang merupakan topi khas masyarakat Kabul, Afganistan. Hanya bedanya, Karakul adalah sebuah topi yang terbuat dari rambut domba Qaraqul atau seringkali dari rambut lembu foetus. Rambut yang digunakan untuk membuatnya disebut sebagai Astrakhan, broadtail, qaraqulcha, atau lembu Persia. Di Afganistan, penutup kepala ini sudah menjadi kekhasan bagi seluruh pria perkotaan berpendidikan sejak permulaan abad ke-20. Karakul biasanya dikenakan oleh para petinggi negeri seperti mantan raja Afghanistan, Amanullah Khan pada 1919; Muhammad Ali Jinnah, sang pendiri negara Pakistan; juga dipakai oleh kalangan ulama seperti Abu Ala Al-Maududi dan presiden Afghanistan Hamid Karzai.[7]

Hamid Karzai dalam setiap kesempatan selalu mengenakan Karakul. Sumber gambar: nytimes.com

 

Selain itu, di Pakistan ada juga jenis penutup kepala yang mirip dengan salah satu model peci di Indonesia, yaitu “Sindhi Topi” atau juga dikenal sebagai “Saraiki Topi”. Peci ini dikenakan oleh orang-orang Sindhi di provinsi Sindh di Pakistan. Hanya bedanya, dalam hal bentuk, Shindhi Topi agak sedikit unik. Karena memiliki potongan tengah membentuk gapura masjid yang juga adalah ciri khas dari peci ini. Selain oleh orang-orang Sindhi, model peci ini juga diadopsi oleh orang-orang Saraiki, Baloch dan juga suku Pashtun. Peci Sindhi dianggap sebagai bagian penting budaya Sindhi dan budaya Saraiki.[8]

Shindi Topi. Sumber gambar: Subhay.com

Sebagaimana di Indonesia, peci ini merupakan simbol nasionalisme Sindhi selama ratusan tahun. Dalam budaya Sindhi, Sindhi Topi sering diberikan sebagai hadiah atau sebagai tanda hormat, bersama dengan Ajrak. Pada tahun 2009, masyarakat di provinsi Sindh, Pakistan merayakan “Sindhi Topi Day“. Namun pada tahun 2010, nama perayaan ini diubah agar lebih luas maknanya menjaadi “Sindhi Cultrural Day”.[9] (AL)

Suasan perayaan Shindi Topi Day di Pakistan. Sumber gambar: depositphotos.com

Bersambung…

Peci: Sintesis Keislaman dan Keindonesian (3)

Sebelumnya:

Peci: Hasil Sintesa Ke-Islaman dan Ke-Indonesian (1)

Catatan kaki:

[1] Lihat, https://www.kbbi.web.id/peci, diakses 18 Februari 2018

[2] Lihat, Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia, Halaman 28

[3] Lihat, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/15/06/18/nq4r8s-asal-muasal-peci-kopiah-dan-songkok, diakses 18 Februari 2018

[4] Lihat, http://www.zulfanafdhilla.com/2017/11/ragam-model-kopiah-dan-peci-umat-muslim.html, diakses 18 Februari 2018

[5] Lihat, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/15/06/18/nq4r8s-asal-muasal-peci-kopiah-dan-songkok, Op Cit

[6] Lihat, http://www.zulfanafdhilla.com/2017/11/ragam-model-kopiah-dan-peci-umat-muslim.html, Op Cit

[7] Ibid

[8] Ibid

[9] Lihat, https://en.wikipedia.org/wiki/Sindhi_cap, diakses 18 Februari 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*