Pemberontakan Zanj (7): Penaklukan Basrah (1)

in Sejarah

Last updated on October 10th, 2018 05:07 am

Petualangan Ali bin Muhammad di Basrah pada awalnya tidaklah mulus. Dia sempat dikalahkan  dan keluarganya dipenjara. Tapi pada tahun 255 H, situsasi politik di Basrah berubah total. Dia bersama pengikutnya datang dengan persiapan yang lebih matang untuk memulai sebuah revolusi.

—Ο—

 

Gambar Ilustrasi. Sumber: writeopinions.com

 

Menurut catatan al-Tabari, Ali bin Muhammad tiba di Basrah pada tahun 254 H/ 868 M. Di Basrah, dia mendapat tempat bernaung di salah satu kabilah Bani Qubay’ah. Di tempat ini, dia mendapat beberapa pengikut, di antaranya bernama Ali bin Aban yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan al-Muhallabi. Ketika Ali bin Muhammad tiba di Basrah, wilayah tersebut sedang dipimpin oleh gubernur bernama Muhammad bin Raja al-Hidari. Sedang di puncak kekuasaan Dinasti Abbasiyah, tidak lain adalah al-Mu’tazz bin Mutawwakil.[1]

Sebagaimana sudah kita kisahkan sebelumnya, kerakusan para budak Turki yang dipeliharanya membuat khalifah ini bangkrut, dan menjadikan situasi Negara secara keluruhan mengalami instabilitas yang parah. Pada saat Ali bin Muhammad tiba di Basrah, bertepatan ketika itu terjadi kerusuhan sipil yang melibatkan dua faksi besar di Basrah, yaitu al-Sa`diyyah and al-Bilaliyyah. Dua faksi ini terkenal akan rivalitas mereka. Dan ketika situasi negara sedang labil, rivalitas keduanya mengakibatkan pecahnya kerusuhan.[2]

Ali bin Muhammad yang jeli melihat situasi, langsung melihat peluang dari dinamika yang terjadi. Bersama dengan teman-temannya yang setia, Ali mendeklarasikan pemberontakan di Masjid Abbad di kota Basrah. Tapi malang baginya, seruannya tidak digubris oleh penduduk Basrah. Alih-alih, dia justru dikejar oleh pasukan pemerintah dan berhasil melarikan diri ke Baghdad. Tapi sejumlah pengikutnya baik laiki-laki maupun perempuan banyak yang ditangkap, dan dijadikan sebagai sandera. Diantara mereka yang ditangkap adalah putra sulung Ali bin Muhammad, termasuk istri dan anak-anak perempuannya.[3]

Ali bin Muhammad kemudian pergi ke wilayah selatan Basrah. Tepatnya ke kawasan rawa dimana budak-budak yang berasal dari Zanj diperlakukan secara menyedihkan. Tapi ternyata keberadaannya sudah diketahui oleh pemimpin wilayah tersebut. Ali sempat ditangkap beberapa waktu, lalu dilepaskan kembali. Setelah dari Basrah, Ali pergi ke Baghdad dan tinggal setidaknya satu tahun di Kota Bundar Baghdad atau dikenal juga sebagai Madinat al-Salam.[4] Di tempat ini, dia berhasil mengumpulkan dukungan dari sejumlah orang, mulai dari tokoh hingga para budak. Mereka kemudian mendaulat Ali sebagai pemimpinnya.[5]

Pada tahun 225 H/ 869M, kabar yang datang dari Basrah mengatakan bahwa kerusuhan yang disebabkan rivalitas antara al-Sa`diyyah and al-Bilaliyyah, telah merujung pada penyerangan terhadap penjara, dan semua tahanan dikabarkan bebas, termasuk keluarga Ali bin Muhammad. Mendengar kabar ini, dia landas memutuskan untuk pergi ke Basrah bersama para pengikutnya.

Di Basrah, Ali dan pengikutnya bermukim di sebuah kastil yang bernama al-Qurashi. Dia mengaku pada masyarakat bahwa dia adalah aparatur atau agen Dinasti Abbasiyah yang bekerja atas nama putra khalifah. Dia lalu memanggil sejumlah orang di Basrah dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang situasi yang berkembang di sana. Hingga dia bertemu dengan salah satu budak yang berasal dari Zanj yang bersedia membeberkan semua informasi mengenai nasib saudara-saudaranya yang diperlakukan tidak manusiawi oleh para majikannya. Ali kemudian memerintahkan pada budak tersebut untuk mengumpulkan sebanyak mungkin kaumnya dan menjadi pengikutnya. Ali berjanji akan memperlakukan mereka dengan baik, membawa mereka keluar dari semua masalah mereka, dan mewujudkan kesejahteraan bagi mereka.[6]

Pada tanggal 28 Ramadhan 255 H, Ali bin Muhammad keluar dari persembunyiannya di Kastil al-Qurashi. Dia bersama para pengikutnya mendatangi sejumlah tempat perbudakan kelompok Zanj, dan menyita semua budak-budak tersebut untuk dirinya. Satu persatu para budak tersebut dibebaskan, lama kelamaan jumlah mereka makin besar dan makin besar. Ali mengobarkan semangat perlawanan kelas di dalam diri mereka, dan mulai menyusun barisan.[7]

Apa yang dilakukan oleh Ali bin Muhammad ternyata mendapat simpati yang luas dari para budak kulit hitam. Terlebih, ketika membebaskan mereka, Ali langsung memberlakukan hukuman balasan atas perlakukan para tuannya pada para budak. Sebagaimana di kabarkan oleh al-Tabari, dihadapan para majikan mereka Ali mengatakan, “Saya ingin memanggal kepada anda semua karena perlakukan anda pada budak-budak ini yang arogan dan memaksa mereka dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah. Tapi karena sejumlah masukan dari teman-teman saya, akhirnya saya memutuskan untuk membebaskan anda semua.”[8]

Akan tetapi, para budak Zanj meminta pada Ali agar mereka diberi kesempatan untuk melakukan pembalasan atas semua tindakan kejam para majikannya. Akhirnya Ali mengizinkan, tapi mereka hanya diberik kesempatan untuk memukul majikanya masing-masing sebanyak 500 kali pukulan dengan menggunakan pelepah kurma. Kemudian Ali meneruskan upaya membebaskan perbudakan di sejumlah tempat di wilayah selatan Basrah.[9]

Selesai bulan Ramadhan 255 H, tepatnya pada hari raya idul fitri, Ali memberikan khutbah di hadapan para pengikutnya, yang intinya mengajak mereka mengingat kembali masa-masa sulit ketika mereka di bawah intimidasi dan perbudakan. Dan bahwa kebebasan yang mereka alami sekarang semata-mata karena kehendak Allah SWT. Ali kemudian mengatakan bahwa dia ingin bersama-sama mereka memperbaiki nasib mereka, memberika mereka uang, rumah, dan kehidupan yang layak. Dia juga mengatakan bahwa, mereka bisa meraih hal-hal besar yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Pada akhirnya, Ali menutup khotbahnya dengan pernyataan bahwa dia sangat serius dengan kata-katanya, dan berjanji akan bersungguh-sungguh mewujudkannya.[10]

Apa yang disampaikan oleh Ali, benar-benar menggugah perasaan para budak kulit hitam ini. Mereka semua menjanjikan kesetiaannya dan merelakan diri mereka untuk dipimpin oleh Ali bin Muhammad.  Ali pun memerintahkan pada mereka untuk mulai mengumpulkan sebanyak mungkin kawanan budak dari divisi lainnya. Dalam waktu singkat, orang-orang berdatangan menyatakan bai’atnya pada Ali. Kali ini mereka yang datang tidak hanya dari kelompok Zanj, tapi juga dari sejumlah faksi kulit hitam lainnya. Mereka tinggal menunggu saat yang tepat untuk melancarkan revolusi.[11] (AL)

 

Bersambung…

Pemberontakan Zanj (8): Penaklukkan Basrah (2)

Sebelumnya:

Pemberontakan Zanj (6): Titik Balik Sejarah Abbasiyah (3)

Catatan kaki:

[1] Lihat, The History of al-Tabari Volume XXXVI, The Revolt of the Zanj, Translated by David Waines, State University of New York Press, 1992, hal. 32

[2] Ibid

[3] Ibid, hal. 33

[4] Terkait sejarah kota ini, redaksi ganaislamika.com pernah menerbitkan artikel berjudul “Kota Bundar Baghdad: Megapolitan Pertama Islam.” Untuk mengaksesnya bisa melalui link berikut: https://ganaislamika.com/kota-bundar-baghdad-megapolitan-pertama-islam/

[5] Lihat, The History of al-Tabari Volume XXXVI, The Revolt of the Zanj, Op Cit, hal. 34

[6] Ibid, hal. 34

[7] Ibid, hal. 36

[8] Ibid, hal. 37

[9] Ibid

[10] Ibid, hal. 38

[11] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*