Penaklukan Andalusia (4): Apakah Bangsa Arab Benar-Benar Menduduki Spanyol?

in Sejarah

Last updated on May 9th, 2018 02:14 pm

“Term Sejarah invasi Arab terhadap Spanyol tidak benar-benar tepat, sebab faktanya pemimpin serangan tersebut, Thariq bin Zayid, bukan orang Arab. Selain itu, sebagian besar pasukan yang dibawa Thariq dari Afrika ke Eropa juga adalah orang Berber, jumlahnya sekitar 7.000 orang dari mereka. Tanpa suku Berber, tidak akan ada invasi di Semenanjung Iberia sama sekali.”

–O–

Untuk mengkaji ulang konstruksi sejarah utama mengenai “invasi Arab ke Spanyol”, Eamon Gearon dalam bukunya yang berjudul Turning Points in Middle Eastern History, mempertanyakan tiga bagian terpenting dalam invasi tersebut: 1. Apakah benar orang-orang yang melakukan serangan pada waktu itu adalah orang-orang Arab, atau paling tidak, meskipun bukan orang Arab, apakah atas perintah khalifah di Arab?; 2. Apakah tempat yang diserang memang wilayah yang memiliki tatanan atau struktur otonom yang pada hari ini kita sebut Spanyol?; dan 3. Secara keseluruhan, apakah serangan tersebut merupakan sesuatu yang telah direncanakan untuk sebuah pendudukan?[1]

Orang yang memimpin serangan itu adalah Thariq bin Zayid, dia merupakan orang Afrika Utara dari suku Berber, sama sekali bukan orang Arab. Sebagian besar pasukan yang dibawa Thariq dari Afrika ke Eropa juga adalah orang Berber, jumlahnya sekitar 7.000 orang dari mereka. Tanpa suku Berber, mungkin tidak akan ada invasi di Semenanjung Iberia sama sekali.[2]

Lukisan prajurit suku Berber di Spanyol. Dilukis antara tahun 1875-1880 oleh William Merritt Chase. Sekarang menjadi milik Museum Brooklyn, Amerika Serikat.

Pasukan Berber-Arab memang melakukan penyerangan, dan pada akhirnya mengambil alih tempat tersebut, apa yang sekarang kita sebut sebagai negara Spanyol. Tetapi Spanyol pada waktu itu dan bahkan sampai berabad-abad ke depannya, dalam konteks sebagai negara bangsa, belum ada. Apa yang ada di tempat itu hanya merupakan sebuah tempat yang oleh Kekaisaran Romawi disebut Hispania, tidak merujuk pada sebuah entitas bangsa tertentu. Kekaisaran Romawi sempat menguasai daerah tersebut selama lebih dari 600 tahun, yaitu dari sejak tahun 218 Sebelum Masehi sampai tahun 409.[3]

Meskipun di sana sudah pernah ada orang-orang yang tinggal dan menetap, pada dasarnya mereka merupakan pendatang. Belum pernah ada satu suku bangsa pun yang menetap cukup lama di sana, dan layak untuk disebut penduduk asli serta bisa dikategorikan untuk menjadi sebuah suku bangsa yang memiliki teritori tersebut dari sejak zaman nenek moyang mereka. Selama berabad-abad wilayah tersebut terus menerus berganti penguasa yang bukan asli berasal dari daerah tersebut.[4]

Apa yang disebut sebagai Hispania pada waktu itu adalah sebuah wilayah yang mencakup sebagian besar Semenanjung Iberia, artinya itu termasuk Spanyol dan Portugal yang kita kenal pada hari ini. Dan sebutan “Iberia” bahkan sudah ada sebelum Kekaisaran Romawi menyebut tempat itu dengan sebutan “Hispania”. Setelah invasi pasukan Berber-Arab, istilah Hispania menjadi tidak digunakan lagi, dan tempat itu diganti namanya dengan al-Andalus, yang belakangan menjadi lebih dikenal, atau dalam pelafalan baratnya disebut Andalusia.[5]

Sebelum kedatangan bangsa Arab di Afrika Utara, Thariq dan orang-orang Berber lainnya dapat diperhitungkan termasuk “orang lokal” di Semenanjung Iberia, bagaimana tidak, jarak antara pantai Afrika Utara ke Semenanjung Iberia hanya sekitar 14 km. Selain itu, suku Berber telah sejak lama memiliki hubungan dagang dengan orang-orang di Semenanjung Iberia. Orang-orang Berber tahu betul tentang kesuburan tanah dan potensi kekayaan perdagangan di sana.[6]

Peta selat Gibraltar. Suku Berber dapat diperhitungkan termasuk “orang lokal” di Semenanjung Iberia, jarak antara pantai Afrika Utara ke Semenanjung Iberia hanya sekitar 14 km. Photo: World Atlas

Sejarah mencatat, meskipun daerah-daerah di sekitar laut Mediterania dari kurun waktu ke waktu berganti penguasa, namun sesungguhnya penduduk di sekitar sana bisa dengan leluasa berdagang ke mana pun mereka mau. Konsep perbatasan territorial pada masa itu belum sekaku seperti di era modern yang melibatkan segala macam urusan perizinan, pajak, dan birokrasi yang panjang.[7]

Artikel Terkait:

Eamon Gearon berpendapat, tampaknya apa yang dilakukan oleh Thariq dan orang-orang Berber pada awalnya hanya merupakan serangan yang tidak teratur, dengan maksud untuk mengambil beberapa barang rampasan yang berharga dari sana. Namun karena kekurangan literatur yang autentik, baik dari versi Arab maupun Barat, tampaknya kita tidak akan pernah tahu apa sebenarnya motivasi Thariq.[8]

Namun, untuk kepentingan dan untuk mempermudah kajian ini, anggaplah bahwa memang telah terjadi serangan bangsa Arab ke Spanyol yang terencana dan dimaksudkan untuk menguasai daerah tersebut dari sejak awal. Meskipun, kenyataannya tidak sesederhana itu dan jauh lebih rumit.[9] Artikel selanjutnya akan membahas kronologi seputar serangan Thariq ke Hispania. (PH)

Bersambung ke:

Penaklukan Andalusia (5): Perang Melawan Raja Visigoth

Sebelumnya:

Penaklukan Andalusia (3): Thariq bin Ziyad, Sang Jenderal dari Afrika

Catatan Kaki:

[1] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 46.

[2] Ibid.

[3] “History of Spain: 218 BC to AD 409 – The time of the Romans”, dari laman https://www.spanish-web.com/history/roman.php, diakses 8 Mei 2018.

[4] Camilla Campedelli, “Hispania”, (Hispania, in: Encyclopedia of Ancient History [online]), dari laman https://www.academia.edu/2476226/Hispania_in_Encyclopedia_of_Ancient_History_online_?auto=download, diakses 8 Mei 2018.

[5] Eamon Gearon, Ibid., hlm 46-47.

[6] Ibid., hlm 47.

[7] “Mediterranean Sea”, dari laman http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Mediterranean_Sea, diakses 8 Mei 2018.

[8] Eamon Gearon, Loc. Cit.

[9] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*