“Wahai burung pagi, belajarlah cinta dari ngengat
Karena dia terbakar, kehilangan nyawanya, dan tidak menemukan suara.
Orang-orang munafik ini jahil dalam mencari Dia,
Karena dia yang memperoleh pengetahuan belum kembali.”
~Sa’di (Bait dalam Gulistan, tahun 1258)
–O–
Abu Muhammad Mushrifuddin Muslih bin Abdullah bin Mushrifi Shirazi, yang juga mengacu kepada nama Sheikh Sa’di atau Sa’di Shirazi (Sa’di dari Shiraz), atau lebih dikenal dengan nama pena Sa’di (Saadi) adalah seorang penyair, penulis prosa, dan pemikir Persia. Dia dilahirkan di Shiraz antara tahun 1184-1210 dan meninggal antara tahun 1291 atau 1292.[1]
Sa’di dikenal dunia melalui dua karya besarnya yang berjudul Bustan (Kebun Buah) tahun 1257 dan Gulistan (Taman Mawar) tahun 1258. Meskipun Sa’di dikenal sebagai seorang penyair, dia juga dipertimbangkan sebagai seorang Sufi. Oleh karena itu, N. Hanif, dalam bukunya yang berjudul Biographical Encyclopaedia of Sufis: Central Asia and Middle East, memasukan nama Sa’di sebagai salah seorang Sufi.[2]
Dalam kenyataannya, kisah-kisah peringatan, rima, dan analogi penuh perasaan yang digunakan oleh Sa’di dalam karya-karyanya bersifat multifungsi. Pada tingkatan orang awam, mereka memang berkontribusi terhadap wacana etik. Namun Profesor Codrington, satu di antara sekian banyak pengamat Barat, melihat lebih dalam terhadap karya Sa’di, dia berkata:
“Alegori dalam Gulistan diperuntukkan bagi para Sufi. Mereka tidak dapat mengungkapkan rahasianya kepada mereka yang tidak siap menerima atau menafsirkannya dengan benar, sehingga mereka telah mengembangkan terminologi khusus untuk menyampaikan rahasia ini kepada para inisiator (orang yang serius mendalami). Di sana tidak ada kata-kata (yang mempermudah) untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran kiasan khusus atau alegori yang digunakan.”[3]
Berikut ini beberapa contoh bait dalam pembukaan Gulistan yang penuh dengan kiasan:
“Wahai burung pagi, belajarlah cinta dari ngengat
Karena dia terbakar, kehilangan nyawanya, dan tidak menemukan suara.
Orang-orang munafik ini jahil dalam mencari Dia,
Karena dia yang memperoleh pengetahuan belum kembali.”[4]
Sedikit yang diketahui tentang tahun-tahun formal kehidupan penyair itu selain ayahnya, Mushrifi Shirazi, dia adalah seorang religius yang cukup fanatik. Ketika Sa’di berusia sekitar dua belas tahun, ayahnya meninggal dan keluarganya kemudian diurus oleh paman Sa’di yang memiliki toko kecil di Shiraz. Dengan bantuan pamannya, Sa’di menyelesaikan pendidikan dasar di Shiraz.
Pendidikan dasarnya mesti berakhir karena pada waktu itu wilayah Asia Tengah diserang oleh Jenghis Khan dan pusat-pusat kebudayaan seperti Khujand, Samarqand, dan Bukhara, yang dicintai oleh orang-orang Persia juga turut dihancurkan oleh bangsa Mongol.[5]
Sa’di meninggalkan Shiraz yang semakin bergejolak. Dia pergi ke Baghdad untuk mempelajari bahasa Arab, sastra Arab, hadits, al-Quran, dan tafsir-tafsir tentang kitab suci di Akademi Nizamiyyah. Sa’di tiba di Baghdad ketika masih remaja, kemungkinan sekitar tahun 1223-1224, ketika Saad bin Zangi secara sementara digulingkan dari kekuasaan oleh Ḡiāṯ-al-Din Pir Šāh. Di Nizamiyyah, salah satu guru Sa’di adalah Abdurraḥman bin Ali Abu’l-Faraj bin al-Jowzi, seorang ulama mazdhab Hanbali.
Sa’di juga dilaporkan memiliki hubungan dengan Sufi ternama pada waktu itu, Shahab al-Din Yahya bin Habash Suhrawardi (meninggal tahun 1234). Pengaruh Suhrawardi dapat dilihat pada karya Sa’di dalam Bustan. B. Foruzānfar dalam bukunya yang berjudul Saʿdi va Sohrawardi telah mendokumentasikan kemiripan yang signifikan antara ajaran-ajaran Saʿdi dan ajaran-ajaran dari shaikh yang berpengaruh ini.[6]
Begitu pendidikannya selesai, dia meninggalkan Baghdad dan hingga tahun 1256, melakukan perjalanan secara ekstensif ke wilayah Timur Tengah, terutama ke Suriah, Arab, Mesir, Maroko, dan Abyssinia (Ethiopia), dan ke wilayah-wilayah Muslim di timur, khususnya di Turkistan. Di timur, dia mungkin bahkan telah melakukan perjalanan sampai sejauh ke India.
Perjalanan Sa’di bertepatan dengan masa di mana ketika Jenghis Khan (1206-1227) menyerahkan tongkat kekuasaannya kepada Ogadai Khan (1221-1241), dan ketika di bawah kepemimpinan Mongke Khan (1251-1258), Batu Khan menghancurkan Rusia dan Eropa Timur. Dalam hal ini, Sa’di sangat mirip dengan Marco Polo yang melakukan perjalanan di wilayah tersebut dari tahun 1271 hingga 1294. Namun, ada perbedaan di antara keduanya, sementara Marco Polo tertarik kepada para penguasa dan kehidupan yang nyaman, Sa’di malah berbaur dengan orang-orang biasa yang selamat dari pembantaian bangsa Mongol.
Sa’di terbiasa duduk bersama rakyat jelata di kedai-kedai terpencil sampai dengan larut malam dan bertukar pandangan dengan pedagang, petani, pengkhotbah, musafir, pencuri, dan Sufi pengemis. Selama dua puluh tahun atau lebih, dia terus konsisten melanjutkan kegiatannya dalam berdakwah, menasihati, belajar, mengasah kemampuan khotbahnya, dan memolesnya menjadi permata kebijaksanaan yang menerangi kegelapan pada rakyat banyak.[7] (PH)
Bersambung ke:
Catatan Kaki:
[1] Paul Losensky, “Saʿdi”, dari laman http://www.iranicaonline.org/articles/sadi-sirazi, diakses 24 Agustus 2018.
[2] N. Hanif, Biographical Encyclopaedia of Sufis: Central Asia and Middle East (Sarup & Sons: New Delhi, 2002), hlm 405.
[3] Ibid.
[4] Sa’di, Gulistan Sa’di (Ditulis tahun 1258), hlm 3, e-book dapat diunduh dari: https://archive.org/details/GulistanSaadiShirziPersianTextEnglishTranslation.
[5] Iraj Bashiri, Shaikh Muslih al-Din Sa’di Shirazi (Bashiri: University of Minnesota, 2003), hlm 3-4.
[6] Paul Losensky, Ibid.
[7] Iraj Bashiri, Ibid., hlm 4.